16. Area Dewasa

1383 Kata
Raska tak percaya, dirinya mengatakan itu pada Sakura. Namun, dirinya lebih tak percaya lagi saat Sakura mengangguk kemudian menarik tali dressnya diikuti melepaskan dressnya itu. Raska menelan ludah kala kain yang sebelumnya menutupi tubuh Sakura jatuh ke lantai, teronggok menutupi kakinya yang terlihat sedikit gemetaran. Tubuhnya pun seketika meremang melihat tubuh polos Sakura yang hanya terlindung bra dan celana dalam. Ia pun terus saja menelan ludah menahan hasrat yang mulai naik ke otak dan menyuruh tubuhnya melakukan sesuatu. Tangannya terasa gatal kala pandangannya jatuh tepat pada dua gundukan Sakura yang terlihat kencang dan berisi di balik bra hitam yang ia pakai. Dan semakin gatal saat pandangannya merambat turun pada perut rata Sakura hingga berakhir pada cd berwarna senada dengan bra yang menutupi area sensitifnya. “Ba- baiklah jika itu anda yang anda inginkan, Tuan.” Jantung Raska berdegup kencang, dadanya berdebar-debar dengan mata melebar saat Sakura membuka pengait bra-nya. Dua mochi kembarnya pun terexpose membuat sesuatu di dalam celana Raska yang telah menegang, semakin berdiri tegak. Raska kembali menelan ludah saat kedua tangan Sakura berada di sisi kanan dan kiri pinggangnya, hendak menurunkan cdnya yang sedikit transparan. Ia pun perlahan membungkuk saat mulai menurunkan cd-nya. Waktu terasa begitu lambat bagi Raska saat matanya tak berkedip melihat Sakura menurunkan celananya. Jantungnya pun semakin berpacu seperti bom waktu yang akan meledak saat ladang gundul Sakura mulai terlihat. Bersih, ladang itu begitu bersih. Tak ada rumput, pun terlihat begitu halus. Perlahan tangan Raska terulur ke depan, ingin segera menarik cd itu dengan cepat lalu membuangnya. Sesuatu di bawah sana sudah sangat tegang ingin terlepas dari sangkar dan memasuki goa yang hangat. “Tuan, Tuan. Tuan ….” Raska membuka mata dan terkejut melihat langit kamar yang ia hapal. Tunggu, langit-langit ruangan? Bukankah dirinya baru saja akan melakukan sesuatu yang menyenangkan dengan Sakura. “Tuan, anda … baik-baik saja?” Raska menoleh dan menemukan Sakura menatapnya dengan cemas di mana Sakura memakai pakaian lengkap. Mata Raska pun seketika melebar saat ia menyadari sesuatu. Rupanya, semua yang dilihatnya, di alaminya tadi, hanya lah mimpi. Sakura masih cemas meski sudah melihat Raska membuka mata. Saat ia memasuki kamar setelah menidurkan Sora, ia menemukan Raska tertidur di sofa. Ia pun berniat membangunkannya, memintanya tidur di ranjang. Selain itu, ia berusaha membangunkan Raska juga karena melihatnya banyak berkeringat dan bernapas tak terkendali. Ia pun berpikir mungkin Raska bermimpi buruk, mungkin Raska bermimpi dikejar hantu. Raska bangun menegakkan punggungnya kemudian menunduk menatap celananya, memastikan celananya tak basah. Deg! Jantung Raska seakan berhenti berdetak sesaat melihat celananya kering tapi menyembul sebesar dan setinggi bukit. Keringat dingin pun kembali timbul, membanjiri wajah dan rambutnya yang sudah basah, berpikir Sakura pasti melihatnya. Dengan cepat Raska bangkit dari duduknya dan segera berjalan ke kamar mandi meninggalkan Sakura yang tak berani bertanya. Sakura menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat setelah Raska tak lagi terlihat. Ia merasa ada yang aneh dengan Raska tapi tak berani bertanya. Apalagi, ia sempat melihat sesuatu yang tak pantas ia lihat. Cukup lama kemudian, Raska keluar dari kamar mandi dan tak menemukan Sakura. Selama beberapa saat ia tetap berdiri di depan pintu kamar mandi, berpikir bagaimana ia bersikap di depan Sakura nanti. Apakah ia bisa bersikap biasa saja seperti tak terjadi apapun? Tapi mimpinya yang seakan benar-benar nyata membuatnya resah. Raska menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan lewat mulut. Sepertinya dirinya butuh udara segar untuk mengenyahkan bayangan mimpinya barusan. Lagi pula, bagaimana bisa dirinya sampai ketiduran? Padahal hari belum terlalu larut. Raska berjalan ke arah lemari, mengambil coat yang tergantung lalu memakainya sambil berjalan meninggalkan kamar. Setelah menutup pintu dan berjalan menuju pintu utama, ia dikejutkan dengan keberadaan Sakura yang tidur di sofa di ruang tamu. Langkah Raska terhenti sejenak menatap Sakura yang terlihat pulas. Ia lalu melanjutkan langkahnya tanpa berniat membangunkan Sakura menyuruhnya tidur di kamar atau sekedar memberitahunya bahwa ia akan pergi. Singkat waktu, Raska telah berada di sebuah bar dengan sebotol minuman yang sudah ia pesan untuk menemaninya malam ini. Sebenarnya, ia jarang berada di tempat seperti itu, tapi malam ini ia mencobanya. Selama ini ia harus selalu menemani Sora tidur, membuatnya tak memiliki jam malam untuk menghibur diri. Dan karena sudah ada Sakura di rumah, ia pikir tak ada salahnya berada di bar apalagi setelah kejadian memalukan sebelumnya. “Sial, kukira kau menipuku saat mengatakan berada di sini.” Seorang pria yang baru saja datang, menepuk bahu Raska kemudian duduk di kursi kosong sebelahnya. Raska hanya melirik pria itu sekilas kemudian memainkan gelas di tangan dan meminum cairan bening di dalamnya dalam sekali tenggak. “Hei, ada apa denganmu?” tanya pria itu setelah meminta gelas pada bartender dan mengisinya dengan cairan dari botol minuman Raska. Raska mengecap lidah lalu kembali menuang minumannya ke dalam gelas saat rekannya baru saja meletakkannya. “Carikan aku wanita.” Brussh! Tepat setelah Raska mengatakan 3 kata itu, rekannya menyemburkan minuman yang baru saja akan tertelan melewati tenggorokan. Tak! Suara b****g gelas yang mencium meja terdengar jelas diikuti suara lantang dari pria bernama Morgan tersebut. “What the f**k! Wanita?! Kau gila?!” Tak ada ekspresi berarti yang Raska tunjukkan meski mendapat teriakan dari rekannya itu. Ia tetap santai sambil kembali menenggak gelasnya. “Oh, my …, kau pasti sudah mabuk. Jika tidak, kau sudah gila,” kata Morgan sambil menepuk jidat. Untuk pertama kalinya ia mendengar Raska memintanya mencarikan wanita setelah sekian lama menjalin pertemanan dengannya. Raska masih tak menyahut, tenggelam dalam pikirannya sendiri yang mana ia terus terngiang mimpinya. “Tapi, baik lah, kuanggap aku sedang melakukan kebaikan dengan membantumu kali ini,” ucap Morgan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku dan terlihat mengutak-atik layar mencari nomor seseorang untuk ia hubungi. Raska tak mengerti, ia merasa ada yang salah dengan dirinya. Padahal dulu ia bahkan tak terangsang pada istrinya saat tanpa sengaja melihatnya setengah telanjang. Tapi kali ini ia merasa berbeda. Apakah karena dirinya sudah terlalu lama menahan hasratnya? “Halo. Aku butuh satu wanita terbaik yang kau punya.” Raska melirik Morgan mendengar pria itu bicara lewat telepon. “Satu atau dua?” monolog Morgan menyahut pertanyaan dari orang di seberang sana. Ia lalu menyikut lengan Raska dan bertanya, “kau mau satu atau dua?” Raska hanya diam. Ia masih ragu, apakah harus benar-benar melakukan ini atau tidak. Hasratnya memang tengah tinggi sekarang, tapi haruskah ia melampiaskannya dengan wanita malam? Wanita yang menjadi toilet banyak pria. Entah berapa puluh, bahkan berapa ratus pria yang sudah menikmati goa mereka bahkan mungkin meninggalkan penyakit menular. Morgan melotot karena Raska tak segera menjawab. “Tiga, kirim tiga wanita terbaikmu. Aku tunggu.” Setelah mengatakan itu Morgan mengakhiri panggilan. Kelakar tawanya pun terdengar saat ia menepuk-nepuk bahu Raska. “Aku memesan tiga serabi untukmu, kawan. Kali ini aku yang bayar setengahnya.” Sebelah alis Raska meninggi menatap Morgan. Ia pikir, apakah Morgan juga akan menikmati mereka? “Hei, apa-apaan caramu menatapku itu? Tenang saja, aku tidak akan ikut memakai mereka. Aku hanya memberimu hadiah karena ini pertama kali kau meminta wanita. Ini sesuatu yang mengejutkan karena kupikir selama ini kau impoten,” kata Morgan yang seakan tahu makna tatapan Raska padanya. “ya sudah, ayo. Aku sudah memesan hotel untuk kalian. Tapi biaya hotel kau yang tanggung,” ucapnya kembali seraya bangkit dari duduknya. Raska masih duduk sambil menatap gelasnya yang kosong. Ia tengah berpikir, apa harus melanjutkannya atau lebih baik berhenti. “Oi, apa yang kau lakukan? Jangan bilang kau berubah pikiran. Aku akan membunuhmu jika kau membatalkannya,” kata Morgan kemudian menarik tangan Raska. “jangan khawatir, aku punya puluhan kondom di mobilku. Ayo cepat!” paksanya hingga akhirnya ia berhasil membawa Raska pergi setelah sebelumnya Raska membayar sebotol minumannya. Cukup lama kemudian, Raska telah berada di kamar hotel yang telah Morgan sewa yang mana letaknya tak jauh dari bar. Ia duduk di tepi ranjang menatap beberapa kondom pemberian Morgan di tangan. Tok! Tok! Raska tersentak, perhatiannya mengarah pintu yang diketuk dari luar. Bagkit dari duduknya, ia berjalan menuju pintu dan membukanya. “Wah … tampan sekali.” “Uuh, sialan. Ini malam keberuntunganku.” “OMG, rahimku hangat.” Baru saja Raska membuka pintu dan berhadapan dengan tiga wanita berpakaian seksi, ketiga wanita itu telah menggumamkan kata-kata kotor. Mereka terpesona melihat Raska, mengetahui penyewa mereka adalah pria tampan. Raska hanya diam kemudian membuka pintu sedikit lebih lebar. Tak menunggu waktu, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam dan mengunci pintu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN