Tidak butuh waktu lama bagi Tristan untuk ikut menelanjangi dirinya. Awalnya Kimmy menolak untuk menatapnya tapi rasanya mustahil karena makhluk itu ada di depan mata dan belum-belum Kimmy sudah takut membayangkan apa yang akan diperbuat pria itu terhadap dirinya.
Biasanya para wanita akan langsung merentangkan diri di hadapan seorang Tristan Murai dengan suka rela, tapi wanitanya kali ini sepertinya masih agak malu-malu.
"Jangan malu untuk menatapku! " Tristan mengangkat dagu Kimmy agar gadis itu mau menatapnya.
Kimmy tahu jika Tristan Murai adalah pria yang luar biasa, hanya saja dia tidak menyangka jika bakal membiarkan pria itu merangkak di atas tubuhnya. Sudah sangat terlambat untuk merasa takut atau malu karena mustahil untuk bisa menghentikan seorang pria dalam kondisi seperti ini. Siap atau tidak siap Kimmy harus mau menghadapinya.
Tristan memberi Kimmy ciuman yang cukup dalam mengunakan lidahnya yang basah dan panas, sebuah ciuman yang terasa hidup. Seketika kepala Kimmy berdesing ringan dan entah dari mana tiba-tiba gadis itu ikut belajar untuk balas menghisapnya sampai Tristan pun mendesah puas oleh pelajaran kotornya yang kembali berhasil. Jari-jari Tristan juga masih belum mau berhenti mempermainkannya dengan licik dan keji. Tiba-tiba pria itu mencabut jari tengahnya yang paling panjang dan tahu jika wanitanya sedang merintih gelisah karena tidak mau kehilangan.
Tristan masih berbisik menawarkan berbagai kenikmatan terkutuk yang penuh dosa. Sementara Kimmy sendiri sudah tidak tahu lagi dengan apa yang sedang dia tunggu karena dia benar-benar sudah tidak tahan untuk ingin segera kembali disentuh dengan tidak tahu malu.
"Jangan berhenti. "
"Kau benar-benar menyenangkan, Sayang, " bisik Tristan sambil mencengkram pinggul ramping Kimmy, menekannya agar diam ketika ia mulai mengodaya di sana. Tristan sepertinya cukup puas menanggapi tiap reaksi wanitanya yang menyenangkan. Bahkan sejak pertama melihat wanita itu dibawa masuk ke dalam barnya, Trista sudah tahu jika mahluk itu adalah tipe yang akan sangat menyenangkan di ranjang. Seperti kuda betina liar yang akan selalu ingin di setubuhi. Wanita dengan kulit eksotis memang selalu lebih panas dan menggairahkan untuk ditungangi di atas ranjang. Tristan menyukai tipe wanita seperti itu dan pasti akan dengan senanghati memburunya.
Kimmy hampir saja ingin menjerit andai saja Tristan tidak segera membekapnya dengan ciuman kotor. Kimmy benar-benar tidak tahu jika rasanya masih akan setajam itu meskipun dia pikir tadi dirinya sudah sangat siap dan menginginkannya cepat usai.
Pria tetaplah pria, mereka memiliki tuntutan yang tetap harus dipenuhi oleh wanita.
"Jika aku menggila maka kaulah yang harus meredakannya, " desis Tristan sembari mencengkram pinggulnya.
Kimmy memang benar-benar sangat awam dan baru tahu jika hal seperti inilah yang selau diinginkan pria dari seorang wanita.
Meski Tristan bilang sakitnya akan segera mereda tapi nyatanya itu tidak juga segera terjadi. Tapi Lama-lama Kimmy mulai tidak peduli lagi dengan rasa sakitnya, karena sepertinya ada hal lebih besar lainnya yang harus segera dia tanggung. Seperti gelombang yang terus tumbuh bergulung-gulung dan menderanya tanpa henti. Kimmy mulai meneriakkan nama Tristan yang juga semaki tidak peduli dengan perbuatanya.
Kimmy coba mengais apa saja yang mampu ia raih untuk dapat dia cengkram sekuat ia ingin mencengkram pria itu di dalam dirinya. Kimmy benar-benar sedang tidak ingin pria itu berhenti mengejarnya hingga mereka sama-sama meledak dalam nikmat yang luar biasa dengan sensasi berdenyut-denyut yang terus merayap keseluruh syaraf di tubuhnya. Dari ujung kepala hingga ke ujung jemari kakinya yang serasa mengkerut. Napas Kimmy masih tersengal, dadanya bergelepar dan rongga perutnya terasa panas sampai kemudian ia mulai runtuh lemas bersamaan dengan seluruh harga dirinya yang ikut tanggal oleh seorang pria. Kimmy benar-benar baru tahu jika seorang pria mampu berbuat seperti itu pada dirinya.
Tristan menciumi punggung Kimmy dan berbisik beberapa kali, "Terimakasih Sayang ...."
Kimmy tidak tahu sudah berapa kali membiarkan pria itu menyebutnya seperti itu. Bahkan dia masih tidak percaya telah membiarkan dirinya bercinta dengan seorang Tristan Murai. Pria yang baru dilihatnya beberapa minggu lalu di bar itu kali ini sedang telanjang bersamanya dan sudah kembali merangkak ke atas tubuhnya.
"Lakukanlah untukku."
Dan entah bagaimana kejantanan seorang pria tiba-tiba sudah bergelayutan di depan matanya. Rasanya benar-benar aneh, tapi Kimmy tidak bisa menolak kemauan Tristan. Dia benar-benar seperti sedang diperbudak oleh pria itu. Tristan membimbing Kimmy untuk melakukan berbagai hal menyenangkan untuknya.
"Sepertinya aku masih menginginkanmu lagi," bisik Tristan sembari membelai punggung Kimmy yang tertelungkup di atas tubuhnya.
"Kita sudah melakukanya berulang-ulang."
Kimmy lebih banyak pasrah di sepanjang sisa permainan mereka karena memang sudah sangat percuma jika harus berpura-pura tidak menginginkannya.
"Jangan pernah bilang pada tunanganmu jika kita sudah bercinta sehebat ini, " bisik Tristan "karena dia pria baik-baik dan tidak layak mendengar semua kenakalanmu di atas ranjangku. "
"Apa maksudmu? "
Kimmy mendongak serius untuk menuntut penjelasan, sementara Tristan hanya tersenyum santai menanggapinya.
"Bagaimana kau bisa percaya dia mengirimmu untuk kutiduri? "
"Oh, berengsek! "
Kimmy segera berjingkat dan bangkit berdiri begitu menyadari dirinya telah masuk ke dalam perangkap kotor seorang Tristan Murai.
"Tenanglah, dia tidak akan tahu asal kau tidak bercerita dan aku juga akan tutup mulut asal kau akan kembali datang keranjangku."
Jelas ada seringai kemenangan dari senyum licik pria yang sedang mengejeknya itu. "Hanif adalah pria yang sangat baik, aku yakin kau lebih tahu itu. Bahkan dia sama sekali tidak menyentuhmu. Bagaimana kau berpikir jika dia akan menukarmu hanya untuk sebuah jabatan."
"Kau memang berengsek!"
Tristan hanya mendesiskan tawa rendah, "Jangan naif! karena kau juga menyukaiku Sayang."
"Teganya kau berbuat seperti ini!" Kimmy mulai kembali berurai air mata, karena dengan bodohnya mempercayai seorang b******n dibanding kekasihnya sendiri yang sudah ia kenal bertahun-tahun.
"Sudah kubilang dia tidak perlu tahu asal kau kembali datang padaku."
"Kau bahkan tega memerasku dengan perbuatan kotor dan menjijikkan!"
"Aku bisa merampasmu dari seorang pria baik-baik dengan cara baik ataupun buruk, dan kau juga akan segera tahu seperti apa aku telah meracunimu."
"Kau benar-benar monster!"
******
Berulang kali Kimmy menggosok tubuhnya di bawah shower, namum jejak kemerahan yang ditinggalkan Trista di beberapa bagian tubuhnya tetap tidak mau hilang. Kimmy benci karena akan selalu teringat bagaiman pria itu telah mencumbunya dengan kotor. Kimmy benar-benar tidak percaya telah membiarkan seorang pria meperlakukannya seperti itu. Kimmy ingat bagaimana Tristan Murai telah bersenang-senang dengan tubuhnya, dan yang pasti semua itu hanya semakin membuatnya merasa buruk dan semakin buruk.
Kimmy masih belum tahu akan seberat apa dosa yang bakal ia tanggung kelak. Walau dia sangat benci semua perbuatan Tristan tapi nyatanya kebodohannya sendiri juga ikut andil di sana.
Dua hari berlalu sejak Kimmy pulang dari kediaman Tristan Murai. Merasa jijik dan kotor bukanlah hal yang ingin ia bahas lagi sekarang. Kemarin Kimmy sudah mengurung diri seharian. Rasanya sudah cukup dia menangis dan menyesali sesuatu yang ternyata tak juga berguna. Yang harus segera ia pikirkan sekarang adalah bagaimana dia sanggup untuk menghadapi tunanganya.
Setiap kali Kimmy teringat ancaman Tristan, rasanya dia hanya ingin bunuh diri saja. Mustahil Kimmy maun membawa dirinya kembali pada pria berengsek terkutuk itu lagi, sementara sekarang saja badannya masih terasa sakit semua. Tapi di sisi lain Kimmy juga tidak akan pernah mau kehilangan tunangannya.
Tristan mengancam akan membongkar perbuatan kotor mereka jika Kimmy tidak mau kembali untuk melayaninya. Kimmy tidak tahu bagaimana tiba-tiba dirinya bisa terperangkap dalam jerat kotor seperti ini, padahal kemarin hidupnya masih baik-baik saja. Meskipun dia di-PHK tapi dirinya bukan perempuan kotor yang tega menghianati kesetiaan pria sebaik bang Hanif. Kimmy sangat mencintai tunangannya dan tidak ingin kehilangan pria itu bagaimanapun caranya.
Kimmy berjingkat hanya karena mendengar nada dering ponselnya sendiri. Ada nama Hanif di layarnya yang sedang menyala.
Sebenarnya Kimmy belum siap untuk menghadapinya sekarang, apalagi jika harus mengarang kebohongan.
Dengan tangan bergetar Kimmy mengangkat ponselnya.
"Bagaimana wawancaramu? " tanya Hanif dari ujung telepon. "Kau sama sekali belum memberiku kabar sejak kemarin. "
"Maaf Bang, kupikir Abang juga masih sibuk, " kelit Kimmy kurang masuk akal karena dia memang tidak memberi kabar apa-apa sejak pulang dari tempat Tristan Murai, padahal tunangannya itu sudah menunggu-nunggu kabar darinya.
"Bagaimana wawancaranya? " ulang Hanif masih penasaran dan sepertinya juga mulai tidak sabar.
"Dia menyuruhku menunggu kabar beberapa minggu lagi, " bohong Kimmy .
"Nanti sore aku akan menjemputmu, Mama membuat makan malam untuk kita."
"Ya, Bang, " jawab Kimmy terdengar lesu tak seantusias biasanya lagi saat mendengar pria sesibuk Hanif ingin mengajaknya makan malam bersama orang tuanya. Padahal biasanya dia yang paling antusias dan akan ribut sepanjang hari untuk mempersiapkan diri, walau akhirnya tetap berakhir dengan dandanan biasa-biasa saja.
"Apa kau masih mencemaskan wawancaramu? "
"Tidak, Bang, " jawab Kimmy buru-buru, karena dia curiga mungkin Hanif juga merasakan keanehannya meski hanya dari ujung telpon.
Lantas bagaimana nanti Kimmy bisa sanggup bertatap muka dengan pria itu tanpa merasa berdosa. Sekedar membayangkannya saja Kimmy sudah tidak berani. Kimmy segera menindih kepalanya dengan bantal begitu Hanif menutup telponnya.
Untung Hanif tidak bertanya macam-macam lagi setelah itu. Kimmy merasa lega meskipun telah berbohong dan mungkin kedepannya dia memang harus membiasakan diri dengan berbagai kebohongan jika tetap ingin bersikeras mempertahankan pria yang di cintainya itu. Karena Kimmy yakin seorang Tristan Murai pasti juga tidak akan main-main dengan semua ancamannya, apa lagi dirinya juga masih harus dipaksa bekerja di sana.
Sebenarnya Kimmy sudah menolak, tapi bukan Tristan jika tidak segera menemukan ribuan cara untuk memaksa seorang wanita menuruti kemauannya. Tristan menginginkan Kimmy sebagai asisten pribadinya, tapi Kimmy tidak bodoh dan dia bersikeras menolak. Kimmy tidak mau jika harus menjadi b***k s*x pria itu di atas meja kantornya.
Kimmy benar-benar tidak mau memikirkannya dulu. Kimmy ingat jika sore nanti Hanif akan menjemputnya makan malam bersama keluarganya. Sebenarnya Kimmy sudah biasa datang ke rumah keluarga bang Hanif, tapi jika sengaja untuk makan malam memang agak langka. Bila dalam kondisi normal pasti Kimmy sudah mulai ribut sejak sekarang, membongkar lemari dan mencoba semua pakaian.
Yang Kimmy rasakn sekarang hanyalah merinding.
'Bagaimana jika bang Hanif sampai tahu jika ia telah mengkhianantinya!'
'Bagaiman jika bang Hanif tahu dirinya telah tidur dengan Tristan Murai!' 'Bagaiman jika bang Hanif tahu tunanganya yang bodoh ini tidak perawan!'
Kimmy tidak pandai megarang kebohongan dia pasti ketahuan, atau mungkin Kimmy memang tidak perlu berbohong, dia hanya tidak harus bercerita!
Bang hanif tidak perlu tahu mengenai perbuatanyanya bersama Tristan Murai, dia juga tidak akan mungkin tiba-tiba menanyakan keperawanannya. Jadi Kimmy tidak perlu berbohong. Kimmy merasa sedikit lega dengan pemikiran itu, meski sebenarnya masalahnya belum berkurang sama sekali.
Sore harinya Hanif menjemput Kimmy sekitar jam tujuh. Kimmy sudah siap sejak satu jam yang lalu dan hanya menghabiskan sepanjang waktu itu untuk mondar-mandir di kamarnya sampai ibunya memanggil dan memberi tahu jika Hanif sudah datang. Kimmy sempat berdoa sebelum turun untuk menemui tunangannya yang sudah menunggu di bawah.
Kimmy berdoa agar tidak panik dan diberi kelancaran jika pun terpakssa harus berbohong. Kimmy tidak tahu apa Tuhan akan mengabulkan doa macam itu, tapi Kimmy memang tetap berdoa seperti itu.
"Kau sudah siap? " tanya Hanif begitu melihat Kimmy turun dari tangga.
Kimmy hanya mengangguk dan berpura-pura tersenyum menyambut uluran tangan tunangannya. Padahal dalam hati Kimmy sedang merasa sangat buruk, kotor dan tidak layak untuk pria sebaik bang Hanif. Tapi berulang kali Kimmy tetap tidak mau kehilangan pria itu. Karenanya Kimmy harus tersenyum untuk kebohongannya, tersenyum untuk kemalangannya, tersenyum untuk penderitaannya dan semua konsekuensi yang kelak tetap akan ia tanggung sendiri jika memang tetap bersikeras ingin mempertahankan pria yang dicintainya itu
Sepanjang perjalanan ke rumah bang Hanif, Kimmy juga coba menanggapi lelucon kekasihnya dan ikut tertawa meski otaknya sebenarnya sedang tidak berada di tempatnya.
Mungkin karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri Kimmy jadi sampai tidak sempat berpikir untuk apa makan malam mereka kali ini. Hanif sebenarnya juga jarang sengaja mengajak keluarganya untuk berkumpul dan makan malam bersama.
Kimmy baru terkejut saat Hanif menyampaikan jika dirinya akan mengepalai salah satu kantor cabang di Singapore. Yang artinya Hanif akan pergi dan makan malam ini adalah makan malam perpisahan.
Hanif minta doa kepada papa dan mamanya yang sepertinya juga sangat mendukung karir putranya. Sementara Kimmy ternyata masih syok sendiri, karena artinya mereka juga harus kembali LDR-an.
"Aku akan membawamu setelah kita menikah tahun depan. " Hanif meraih tangan Kimmy dan menggenggamnya penuh keyakinan yang seharusnya melegakan.
"Kudengar kau juga sudah mulai bisa bekerja minggu depan, " kata bang Hanif sambil mengedip. "Selamat atas pekerjaan barumu. "
Kimmy bukan hanya terkejut karena akan di tinggal tunanganya ke Singapoee, Kimmy juga terkejut karena dia belum mengatakan setuju untuk bekerja pada Tristan.
"Aku sama sekali belum tahu jika lamaran kerjaku di terima."
"Tristan Murai sendiri yang menyampaikannya padaku, " terang Hanif, yang bahkan sama sekali tidak merasa ada yang aneh.
Padahal saat itu Kimmy mulai curiga jika ada keterlibatan bos curangnya itu untuk menjauhkan mereka berdua. Karena Kimmy tahu jika Tristan Murai adalah pria yang licik, sangat licik!