Seketika, Jeni menatapnya tajam. Matanya menyipit, dan ekspresinya berubah sinis. "Untuk apa kamu mengundang dia? Masih cinta sama dia?" Billy langsung menepis tudingan itu. "Enggak, sayang! Kamu jangan berpikir seperti itu." Ia menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku hanya ingin menunjukkan betapa bahagianya aku menikahimu. Dan di hari pernikahan itu, kamu akan sangat cantik. Evelyn pasti akan iri pada kita." Jeni diam sejenak, mencerna ucapan Billy. Kini ia mulai paham. Billy hanya ingin pamer. Perlahan, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. "Baiklah kalau begitu." Jeni menatapnya penuh arti. "Silakan, sayang, kalau niatmu memang seperti itu." Billy mengangguk lega. Keesokan paginya, di ruang makan keluarga Evelyn… Fandi masuk dengan langkah cepat dan waja

