Di ruang konsultasi yang sunyi namun penuh kehangatan, Devan menatap lembut ke arah Evelyn, memberi ruang yang cukup agar gadis itu merasa nyaman untuk berbagi. Dengan nada pelan dan tulus, Devan berkata, "Silakan, Evelyn. Ceritakanlah apa yang ada di hati dan pikiranmu." Evelyn terdiam sejenak, matanya menunduk seolah mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya, dengan suara yang tidak terlalu formal namun penuh kejujuran, ia menjawab, "Aku cuma merasa masih kesel aja sama orang itu. Rasanya nyesek banget, pas sadar aku udah jadi sangat bodoh selama ini." Ia menghela nafas panjang, lalu melanjutkan, "Soalnya, setelah dipikir-pikir, dia itu lelaki mokondo. Aku udah banyak berharap, banyak ngalamin hal-hal yang bikin aku mikir, 'Apa aku ini memang terlalu bodoh?'" Kata-kata Evelyn mengalir

