Pelampiasan Hasrat Liar🫦

1092 Kata
Warning !!! Bab ini mengandung kegiatan orang dewasa 21+. Harap bijak dalam membaca. *** "Aaahh, Dokter Luis ini nikmat! Goyanganmu sangat candu!" "Pelankan suaramu, Suster Gina! Kita tidak ingin tertangkap basah kolega lainnya, Bukan?" larang Luis pelan, tapi nadanya penuh penekanan. Dalam posisi duduk, Luis aktif menggerakkan panggul maju mundur, menyodok bagian antara dua kaki jenjang suster Gina yang sedang terbuka lebar. Tak hanya itu, secara rakus Luis m*njila*i dan juga menyesap kuat bagian menonjol area gunung kembar yang cukup besar milik sang suster. Kegiatan panas itu berlangsung di ruang kerja Luis dengan posisi sang suster duduk di atas meja kerja Luis nyaris dalam keadaan nyaris tak mengenakan sehelai benang sementara Luis hanya membuka bagian celana saja. Anehnya, meski sedang menikmati gunung kembar sintal milik Gina, angan Luis masih tak beranjak pada kejadian beberapa waktu yang lalu-saat memergoki Bianca yang hanya mengenakan BRA saja di ruang donor ASI Dokter spesialis bedah berperangai playboy dan cukup arogan itu sempat menatap ke arah dua gunung kembar milik Bianca yang ia akui bentuknya masih sangat sempurna walaupun wanita itu sudah memiliki balita. Canggung seketika tercipta di sana. Meski kedua mata Bianca terperangah. Akan tetapi, ia tak berusaha menutupi penampilan yang terekspos, hanya mengenakan BRA. Bukan karena ganjen atu semacamnya, Bianca berpikir ia biasa mengenakan pakaian renang model two pieces yang kesannya sama saja seperti saat ini. Di sisi lain, meskipun berjulukan dokter playboy, Luis tetap menghormati wanita termasuk Bianca, Luis pun meminta maaf dan menjelaskan alasan aksinya membuka pintu paksa. Setelahnya, ia segera menutup pintu kembali untuk kembali memberi Bianca privasi. S*al! Mengapa aku tidak bisa melupakan tubuh seksi Nyonya Miller. Bahkan melampiaskan hasrat dengan Gina terasa tidak ada artinya. Luis membatin dalam hati sembari masih melakukan penggenjotan terhadap lawan mainnya saat ini. Ia pun mempercepat kegiatan tersebut agar supaya mencapai klimaks. Mood bercinta saat ini sudah hilang hanya karena kepikiran tubuh Bianca. Erangan nikmat pun menguar secara bersamaan dari dua insan tersebut seraya berakhirnya sesi panas siang itu. "Dokter Lu, kau sangat mengagumkan. Bisakah kita melakukannya lagi di apart—" "Tidak." Belum selesai Gina berucap, Luis dengan tegas melayangkan penolakan. "Tidak? Ta-pi kenapa?" "Bukankah sudah jelas kukatakan sebelum bersenang-senang bahwa aku hanya melakukan satu kali saja dan kau menyetujuinya. Aku tidak tertarik terlibat dengan konflik perasaan atau hubungan," jelas Luis datar sembari membenahi jas dokternya. Raut Gina pun merengut disertai ekspektasi yang terjun bebas. Ia tahu betul sedari awal peraturan bersenang-senang dengan dokter tampan nan playboy itu. Namun, keperkasaan Luis membuat sang suster tercandu-candu dan ingin merasakan kembali sensasi tersebut secara berulang, jika memungkinkan sebanyak mungkin. "Kau boleh pergi, Suster Gina." "Hmm?" Gina terkesiap, tak mendengar ucapan Luis barusan imbas larut dalam angan. "Kubilang kau boleh pergi. Aku masih banyak pekerjaan," ulang Luis memutar bola mata dengan malas. "Ah, Baik, Dok. Permisi." Sang suster hanya bisa pasrah seraya melangkah lunglai ke arah pintu karena nyatanya hanya dijadikan one night stand saja oleh Luis. Padahal, jauh dalam lubuk hati, Gina berharap bisa menjadi kekasih Luis. Sedangkan Luis kini kembali duduk di kursi tunggal meja kerjanya. Tak langsung memulai pekerjaan, Luis malah mengusak kasar wajahnya, cukup menyesal melakukan aksi hubungan badan barusan dengan suster Gina. Ketika kembali ke ruangan kerja setelah memergoki Bianca di bilik khusus donor ASI, gairah Luis membuncah hebat tak dapat terbendung, tubuh langsing nan sempurna milik Bianca adalah type favoritnya. Ia pun memutuskan kembali ke ruangan kerja dalam keadaan bir*hi. Di saat bersamaan, suster Gina yang memang sudah lama menggoda Luis ada di ruang kerja Luis untuk mengantarkan file. Luis pun mengambil kesempatan melampiaskan hasrat liar karena kebetulan juga Gina menginginkannya. Apa yang telah kau lakukan padaku, Nyonya Miller? Luis membatin pasrah sembari masih kepikiran Bianca. *** Kediaman Bianca. Sekembalinya dari rumah sakit, Bianca langsung menuju kamar putrinya yang berumur satu tahun, Ariana. Fisik serta batinnya terasa sangat lelah, dan hanya ingin memeluk sang buah hati meski Ariana sedang terlelap dalam tidurnya. Pelukan itu seolah menjadi pelipur lara setelah menanggung beban hidup yang terasa semakin berat. "Ari, mama sangat sayang padamu. Kita doakan papa sembuh dulu, ya. Kau pasti merindukannya, kan?" gumam Bianca dengan suara pelan nan lembut di telinga mungil sang putri. Namun, dibalik kehangatan momen bersama putrinya, pikiran Bianca tak bisa lepas dari bayangan Jonathan, sang suami yang masih terbaring kritis di rumah sakit. Dan entah mengapa, bayangan momen bersama Dokter Luis juga turut menghantui pikirannya. Terutama ingatan saat berada dalam dekapan hangatnya tadi siang. Namun, tak lama Bianca menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran terlarang itu. "Tidak, tidak! Seharusnya kau membenci dokter itu, Bi. Dia Paman pelakor bernama Emma. Aku yakin Dokter Luis terlibat dalam perselingkuhan keponaknnya dan suamiku," batinnya penuh dendam. Tapi, mengapa hatinya masih terasa bimbang? Mengapa kenangan tentang kehangatan Luis justru membuatnya merasa tenang meski hanya sesaat? Bianca kembali menatap Ariana yang masih terlelap, mencoba mencari jawaban dalam hening. Beberapa saat kemudian. Kedua mertua Bianca, Henry dan Lily datang menjenguk menantu dan juga cucunya sore hari. "Bagaimana keadaanmu, Bi? Apa kau baik-baik saja?" tanya Lily selepas memeluk sang menantu. "Aku perlahan membaik, Ma. Ariana membutuhkanku." "Bagus, Nak. Kuharap kau juga tidak termakan pengakuan sepihak wanita bernama Emma itu. Jonathan tidak mungkin mengkhianatimu, bukan?" Henry menimpali dengan penuh semangat. Isu sang putra memiliki istri lain telah mereka saksikan sendiri di hari pertama Jonathan kritis di ICU. Kedua mertuanya bahkan mendengar secara langsung pengakuan brutal wanita bernama Emma, akan tetapi baik Henry maupun Lily sama sekali tak mengindahkan pengakuan sepihak itu. "Mungkin dia adalah mantan Jonathan yang tak terima diputuskan, Bi. Kita tunggu sampai suamimu siuman dan menjelaskan kebenarannya, ok?" jelas Henry saat itu. Henry pun lebih memilih fokus pada kesembuhan putranya dan juga mencoba menenangkan Bianca dengan bercerita bahwa sebelum menikah dengan Bianca, Jonathan memang memiliki mantan kekasih. Akan tetapi, Henry dapat memastikan bahwa hubungan tersebut telah selesai, dan hati Jonathan hanya untuk Bianca seorang. Bukti itu diperkuat dengan kehadiran buah cinta mereka, Ariana. Meski begitu, Bianca masih dilema karena pengakuan Henry tidak sinkron dengan pengakuan serta bukti yang Emma berikan tadi. Terlebih, pesan Jonathan di ponsel Emma mengatakan bahwa menikahi Bianca adalah sekadar pernikahan bisnis. Bianca semakin terpuruk dalam kebingungan. "Ayah, boleh kah aku bertanya?" tanya Bianca. "Tentu saja." "Apa kau dan ayahku terlibat bisnis bersama?" "Tentu saja, Aku dan Giano sudah menjadi partner bisnis cukup lama," jawab Henry merepresentasikan ayah Bianca bernama Giano Miller adalah partner bisnis. "Benarkah? Tapi, mengapa kalian baru melakukan merger dua tahun yang lalu saat pernikahan aku dan Jonathan terjadi? DEG! Pertanyaan kritis Bianca yang di luar dugaan, cukup membuat Henry terkesiap disertai tubuh yang membeku di tempat. *** Glosarium : Merger adalah penggabungan dua perusahaan dalam rangka bekerjasama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN