Irwan berdiri di tepi danau sambil mengelap keringat di wajahnya. Dia baru menyelesaikan proses syuting video klipnya. Matanya memandang ke sekeliling danau. Banyak orang yang menonton proses pembuatan video klipnya. Pandangannya berhenti pada tiga orang gadis yang berdiri di bawah pohon mangga. Matanya menyipit memperhatikan mereka.
‘EGA,’ gumam Irwan dalam hati. Tanpa sadar senyum tipis terukir di bibirnya.
“Lo lihatin siapa, Wan?” tanya Alfin, mengikuti arah pandang Irwan.
“Ah... Bukan siapa-siapa kok,” jawab Irwan, mengalihkan pandangannya. “Apa sudah selesai semua?” tanyanya kemudian.
Alfin mengangguk. “Iya, lo bisa istirahat sekarang,” ujarnya.
Irwan menghembuskan nafas lega. Dia sudah lelah dan kepanasan di sini. Hari ini cuaca cukup terik menyengat tubuh Irwan. Dan dia sudah melakukan syuting hampir tiga jam di tepi danau ini.
“Irwan, ayo kita kembali ke rumah,” ajak Intan, menghampiri Irwan dan Alfin yang masih berdiri di tepi danau.
“Iya,” sahut Irwan singkat.
Irwan mengikuti Intan berjalan ke rumah warga yang digunakan sebagai tempat istirahat mereka. Sekilas Irwan memandang Ega yang akan pergi dari tempat itu juga. Ingin rasanya dia menghampiri Ega dan menanyakan keadaannya, namun ego-nya menghalangi dirinya. Irwan tak ingin menimbulkan kehebohan jika tiba-tiba ia menghampiri gadis itu.
Saat akan menyeberang jalan, sebuah sepeda motor tiba-tiba melaju dengan kecepatan tinggi kearah Intan. Irwan yang melihat hal itu segera menarik tangan Intan.
“Intan, awas,” teriak Irwan.
Intan kaget. Tubuhnya oleng dan dengan sigap Irwan menangkapnya agar tak jatuh.
“Kamu nggak apa-apa, Tan?” tanya Irwan khawatir, memandang tubuh Intan dari atas hingga ke bawah, memastikan tak ada yang terluka.
Intan menggeleng. Dia hanya diam karena masih shock dengan apa yang baru saja terjadi.
Sementara pengendara motor itu semakin tak terkendali melajukan motornya. Orang-orang di sekitarnya berlarian menghindar hingga...
BRUUK...
Motor itu jatuh setelah menyerempet seseorang. Orang yang disrempet juga ikut terjatuh di pinggir jalan.
“EGA!”
Lesti dan Ayu berteriak kaget saat melihat siapa yang jatuh. Mereka langsung menghampiri Ega yang terduduk di aspal tak jauh dari pengendara motor ugal-ugalan itu.
Irwan yang mendengar nama Ega disebut menoleh. Dia melihat Ega dikelilingi orang-orang di pinggir jalan. Dia akan menghampirinya, namun Intan menahannya.
“Wan, kepala aku pusing,” kata Intan, memegang tangan Irwan.
Irwan bimbang. Dia harus menolong Intan, tapi dia juga khawatir dengan kondisi Ega. Irwan memandang Ega yang kini juga tengah memandangnya.
“Wan, sebaiknya dibawa ke rumah aja,” kata Alfin, yang telah berdiri di sebelah Irwan.
Irwan akhirnya mengangguk. Dia memapah Intan menuju rumah yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
oOo
Ega dibaringkan di sebuah kursi panjang di teras rumah warga terdekat. Dia meringis merasakan sakit di tangan kirinya. Tangan dan kakinya lecet karena terserempet motor dan jatuh di aspal. Sedangkan pengendara motor yang tadi menyerempetnya kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang yang menolongnya. Dia mengalami luka yang lebih parah dari Ega.
“Mana yang sakit, Ga?” tanya Lesti, memperhatikan tubuh Ega dengan teliti.
“Tangan Ega, Les,” jawab Ega, memegang tangannya yang terasa sakit.
“Sepertinya terkilir, Les,” kata Ayu ikut memandang tangan Ega.
“Ada yang bisa saya bantu, mbak?” seorang pria paruh baya datang menghampiri Ega, Lesti dan Ayu.
“Teman saya tangannya terkilir, Pak,” kata Lesti, memberi tahu.
“Oh... kebetulan di sini ada tukang pijit. Biar bapak panggilkan buat bantu teman mbak ya,” kata bapak itu.
“Iya, terima kasih, Pak,” sahut Lesti, tersenyum.
“Ega nggak mau dipijit, Les, kita pulang aja ya,” tolak Ega, memandang sahabatnya. Tubuhnya bergidik ngeri mendengar kata tukang pijit yang disebutkan bapak tadi.
“Jangan gitu dong, Ga, tangan kamu kan lagi sakit,” cegah Lesti, menahan tubuh Ega yang akan bangkit.
“Iya, Ga, sakitnya akan semakin parah kalau dibiarkan gitu aja,” timpal Ayu.
“Tapi aku...”
Ega tak melanjutkan kata-katanya karena bapak yang tadi telah datang bersama temannya.
“Ini mang Udin, mbak, dia biasa mijit di kampung ini,” kata sang bapak mengenalkan temannya.
“Terima kasih, Pak,” ujar Lesti, memandang sang bapak.
Bapak itu mengangguk kemudian pamit pergi meninggalkan mang Udin bersama mereka bertiga.
“Mana yang sakit, neng?” tanya mang Udin duduk di sebelah Ega dan menatapnya.
“Tangan yang kiri, mang,” sahut Ayu karena Ega hanya diam saja.
“Permisi ya, neng,” ijin mang Udin memegang tangan kiri Ega yang terkilir.
Ega meringis kesakitan ketika mang Udin menyentuh lengan tangannya.
“Tahan sebentar ya, neng,” ujar mang Udin, tersenyum menenangkan.
“Aaaa...... sakit, mang,” teriak Ega, saat mang Udin mulai memijit tangannya. Ega mencoba menarik tangannya, namun mang Udin memegangnya dengan erat.
“Tahan sebentar, Ga,” kata Ayu, berusaha menenangkan sahabtnya.
“Sakit, Yu,” rengek Ega. Matanya mulai berkaca-kaca menahan sakit di tangannya.
Lesti mengelus pundak Ega untuk membuat tubuhnya lebih rileks.
oOo
“Irwan, kamu mau ke mana?” tanya Intan, menahan tangan Irwan yang sudah bangkit berdiri. Intan sedang berbaring di sofa untuk mengistirahatkan tubuhnya.
“Aku mau keluar sebentar, Tan. Kamu istirahat aja,” kata Irwan, melepaskan tangan Intan.
Sejak tadi hati Irwan tak tenang. Dia belum mendengar kabar tentang pengendara motor ugal-ugalan dan orang yang ditabraknya. Irwan mengkhawatirkan keadaan Ega dan ingin memastikan kondisinya.
“Tapi, Wan...” Intan akan menahan Irwan lagi, namun Irwan keburu keluar rumah. Dia memandang kepergian Irwan dengan kesal. Intan ingin diperhatikan Irwan, tapi Irwan malah meninggalkannya sendirian di sini.
Di luar rumah Irwan menyapa beberapa penggemarnya yang sengaja datang untuk menonton pembuatan video klip terbarunya dan bertemu dengan dirinya. Irwan menyapa mereka kemudian berfoto dan menandatangani buku atau kaos yang diminta oleh mereka.
“Aaaa....”
Suara teriakan seseorang mengagetkan Irwan. Dia menoleh ke sekitarnya. Disitu cukup banyak orang hingga Irwan tak tahu dari mana asal teriakan itu.
“Itu suara siapa, Pak?” tanya Irwan pada pria paruh baya yang lewat di depannya.
“Oh... itu suara orang yang tadi terserempet motor, mas, tangannya terkilir dan sekarang sedang diurut,” jawab bapak itu, menatap Irwan.
Irwan tersentak kaget.
‘EGA,’ ucapnya dalam hati. Pikiran Irwan langsung tertuju pada Ega yang tadi terserempet motor. Dia mengucapkan terima kasih pada bapak itu dan pamit pada penggemarnya. Irwan bergegas pergi ke tempat Ega untuk melihat keadaannya.
oOo