Bab 2 | Pantas Ditampar

2005 Kata
“Malam, Pak Rayyan.” Sapaan itu membuat pria yang disapa Rayyan langsung tersenyum pada security yang menyapanya. Langkahnya terlihat ringan, hatinya dipenuhi letupan kembang api kebahagiaan memikirkan wanita pujaannya. Begitu memasuki lift, dia merogoh kotak cincin di saku celananya. Membukanya dan melihat kembali cincin yang didesain dan dipesan khusus olehnya pada desain ternama di New York bulan lalu. Dia baru saja menyelesaikan acara pesta pernikahan adiknya, dan rencananya malam ini dia ingin melamar kekasihnya, yang sudah dia kencani dua tahunan ini. Rayyan bertemu dengan kekasihnya di New York tiga tahun yang lalu, saat itu, Karin baru saja meniti karirnya sebagai seorang desainer, hingga setahun setelah saling mengenal, Rayyan mengajaknya berkencan. Dia ingin melamar wanitanya dalam waktu dekat ini, hatinya telah mantap dan yakin akan menjadikan Karin sebagai ratu di hatinya yang akan melahirkan anak-anaknya. Sejak Karin kembali ke Indonesia satu tahun yang lalu, mereka menjalani hubungan jarak jauh, dan Rayyan memberikan akses sebebas-bebasnya pada wanita itu untuk menggunakan unit apartemennya. Rayyan tidak mengatakan kepulangannya kali ini pada Karin, dia ingin memberikan kejutan, melamar wanita itu lalu mengenalkan Karin pada keluarga besarnya, dan setelahnya mereka akan menentukan tanggal pernikahan. Begitu dia menekan handle pintu setelah mengetik kombinasi angka, keningnya mengernyit bingung melihat apartemennya dalam keadaan berantakan. Semakin dia melangkah masuk, Rayyan menelan ludahnya kelat melihat ada underwear pria yang menggantung di sandaran sofa, juga celana jeans dan kaos pria yang berceceran di lantai. Jantung Rayyan langsung berdegup keras yang perlahan mendenyutkan rasa sakit saat dia melangkah semakin mendekat ke kamar utama. Tangannya sudah mengepal kuat mendengar suara menjijikan yang membuatnya langsung mual. “Agghh … Lebih keras, Dio.. Aghhh … Ya … di sana… Lebih dalam.” Suara erangan itu membuat hati Rayyan hancur seketika. Dadanya kembang kempis menahan gejolak emosi yang telah membakar hatinya begitu cepat melihat pengkhianatan paling menjijikan dan menyakitkan yang dilakukan oleh wanita yang dia kira adalah wanita baik yang bisa dijadikan seorang istri. Pintunya tidak tertutup rapat, dan saat Rayyan memantapkan langkahnya sambil menggebrak pintu dengan keras, Rayyan melihat Karin berada di bawah kungkungan pria yang tidak dikenal. Keduanya telanjang bulat dengan peluh yang membasahi wajah mereka. Dia bisa melihat Karin yang langsung mendorong partner s*x-nya itu dengan wajah yang pucat pasi. “Rayy … Rayyan …” Nada suara Karin langsung bergetar, dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Sedang pria itu langsung tergesa memakai celana boxer-nya. “I…ni … Ini ….” Karin tergagap, sudah tertangkap basah rasanya tidak mungkin untuk menjelaskan tidak terjadi apa-apa. “Pela-cur! Keluar dari apartemenku sekarang!” Teriakan Rayyan menggelegar dengan amarah yang dimuntahkan. Tatapannya yang biasa penuh kelembutan kini berubah menjadi penuh kebencian dan merendahkan. “Wanita menjijikan, murahann!” Desis Rayyan lagi dengan tatapan yang menyalang-nyalang. Pria asing itu langsung berlari kabur dan mendorong Rayyan begitu saja, namun Rayyan langsung meraih lengan pria itu dan menghantam wajahnya sekuat tenaga. “Siapa yang mengijinkanmu masuk ke apartemenku, hah?!” Lagi, bogem mentah itu kembali Rayyan layangkan padanya. Namun, Rayyan memilih melepaskan setelahnya, dia hanya ingin segera mengakhiri urusan dengan orang-orang toxic seperti mereka. Saat dia kembali melihat ke arah kamar. Dilihatnya Karin yang sudah berpakaian, dan berjalan pelan ke arahnya. “Ray … Aku …” “Keluar! Keluar dari apartemenku sekarang! Kita putus dan aku tidak ingin melihat wajah kamu lagi! Aku tidak mengencani pela-cur seperti kamu!” “Rayyan!” Karin memekik dengan kedua tangan yang mengepal di sisi tubuhnya. “Dia … dia … hanya partner mencari kesenangan denganku, aku … aku tidak memiliki perasaaan padanya, hanya kamu yang kucintai, Rayyan.” Mendengar ucapan kotor dari mulut wanita itu membuat Rayyan tertawa hambar lalu mendecih setelahnya sambil memberikan tatapan merendahkan. “Kamu terlihat semakin menjijikan. Kamu pikir aku mau dicintai oleh pela-cur seperti kamu? Seberapa sering kamu menggunakan apartemenku sebagai sarang p*****r-an?! Seberapa sering?!” Rayyan kembali menyentak dengan mata yang menyalang-nyalang, membuat Karin refleks mundur dan memejamkan matanya. Dia merasa sangat rendah dengan panggilan yang disematkan oleh pria yang masih dia cintai itu. Rayyan mengusap wajahnya kasar, dia menghela napasnya kuat dan mendecak dengan d**a yang masih berdenyut ngilu atas hatinya yang dipatahkan oleh wanita yang nyatanya tidak ada bedanya dengan pela-cur di luar sana. “Keluar selagi aku masih bicara baik-baik! Atau mau aku telepon satpam untuk menyeretmu?!” Nada suara Rayyan tetap tajam, dan itu membuat Karin langsung menunduk dalam. “Aku … aku pergi … Tapi … setelah ini … kita perlu bicara, kamu masih emosi. Aku … akan menunggu sampai emosi kamu mereda, sayang.” Bisik Karin sambil mendongak dengan wajah yang sudah berlinang air mata. Namun, Rayyan hanya mendengus dan tidak menunjukkan raut ibanya sama sekali. “Keluar sekarang!” Teriaknya lagi membuat Karin langsung tersentak dan memejamkan matanya, lalu tergesa keluar dari apartemen pria yang telah memberikan banyak kemewahan padanya selama ini. Setelah kepergian wanita itu, Rayyan melirik ke sekeliling apartemennya, dan tiba-tiba saja dia merasa mual membayangkan di setiap sudutnya telah digunakan oleh wanita itu untuk bercinta dengan partner seksnya. Rayyan melangkah dengan gontai menuju ke mobilnya. Tangannya terulur untuk kembali merogoh cincin yang ada di sakunya, dia pandangi cincin itu dengan tatapan yang nanar. Dadanya terus mendenyutkan rasa sakit yang familiar, karena dia pernah mengalami putus beberapa kali saat menjalin hubungan dengan wanita. Namun kali ini, Rayyan merasa rasa sakitnya lebih hebat, karena dia ditahap akan mempersunting wanita itu, karena dia melihat betapa sempurnanya Karin sebagai seorang wanita yang memiliki sifat perhatian dan penuh kasih sayang. Wanita itu bahkan memilih melepas semua karirnya di New York demi bisa menjadi anak yang berbakti dengan mengurus ibunya yang sakit. Bagaimana Rayyan tidak semakin jatuh cinta dengan segala sifat yang ditunjukkan wanita itu selama ini? Tapi kenyataannya, semua itu hanyalah kamuflase mengerikan yang membuatnya hampir terjebak dengan w************n yang bahkan begitu mudah menyerahkan kehormatannya demi sebuah napsu. Rayyan menekan dadanya dan menarik napasnya dalam sekali lagi, dia memukul-mukul dadanya dengan kuat untuk meredam sesak yang semakin menggerogoti hatinya. Meski dia merasa beruntung, karena mendapati kenyataan ini sebelum melangkah lebih jauh bersama Karin, hanya saja, prosesnya tetap terasa menyakitkan seolah dia ditenggelamkan sambil dicekik oleh rasa sakit yang tidak ada obatnya kecuali waktu yang akan menyembuhkan. Dia lalu menghubungi asistennya setelah memikirkan sesuatu. -Malam, Pak.- Suara Devin menyapa sopan. -Tolong kamu urus penjualan apartemen saya yang sering dipakai oleh Karin. Saya sudah tidak ingin memakai apartemen itu lagi.- -Oh, baik, Pak. Nanti saya urus.- -Saya sudah putus dengan Karin, dan jika besok atau hari-hari setelah ini dia datang ke kantor, katakan pada security untuk langsung menyeretnya keluar. Jangan biarkan dia menginjak lobby sekali pun.- -Baik, Pak. Dimengerti.- Setelahnya, Rayyan langsung mematikan sambungan telepon itu. Lalu melajukan mobilnya dan memilih kembali pulang ke rumah dengan hati yang sudah sangat kacau. Namun, karena pikirannya yang kacau, Rayyan tidak memperhatikan dengan baik jalannya, entah bagaimana caranya dia justru masuk ke jalan kecil yang berada di belakang gedung-gedung pencakar langit ibu kota, jalan yang tidak familiar untuknya. Hingga dia merasakan mobilnya oleng dan merasakan jika salah satu bannya kempes. Dia mendesah untuk kesialan yang kesekian kalinya hari ini. Rayyan lalu keluar, dan benar saja, bagian ban belakangnya sudah kempes. Dia menendangnya dengan sekuat tenaga untuk melampiaskan emosinya. Rayyan menyugar rambutnya kasar dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Dia kembali untuk menghubungi Devin supaya mengurus mobilnya dan mengirim jemputan untuknya. Namun kali ini, panggilannya tidak langsung dijawab oleh Devin. Rayyan masih mencoba untuk terus menghubungi sambil memperhatikan keadaan sekitar. Saat itu dia melihat dari jauh seorang wanita yang berlari menuju ke arahnya, larinya sangat cepat dan melewatinya begitu saja. -Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?- Akhirnya panggilan Rayyan dijawab. Dan di tempatnya Rayyan masih memperhatikan wanita itu yang menengok ke belakang. Lebih mengejutkan, wanita itu tiba-tiba saja melepas kerudungnya dan melemparnya dengan begitu kuat. Kening Rayyan mengernyit sempurna. Apa yang dilakukan wanita itu malam-malam begini dengan berlari kencang seperti dikejar anjing dan melakukan hal yang aneh? Rayyan memilih masa bodoh setelahnya, dia lalu kembali membalikkan badannya dan menjawab tanya Devin. -Mobil saya mogok. Bannya kempes. Tolong kamu jemput saya dan urus mobilnya. Saya share lokasinya sekarang.- -Baik, Pak.- Begitu panggilan berakhir dan Rayyan ingin kembali masuk ke dalam mobil sambil menunggu jemputan, tiba-tiba saja tangannya ditarik dengan sangat kuat. Dia yang sangat terkejut akhirnya tidak memiliki waktu untuk memberontak. Saat dia mengetahui siapa yang menariknya, matanya langsung membulat sempurna. Si gadis aneh yang tadi dia perhatikan. Rayyan ditarik menuju ke salah satu jalan setapak yang terpisahkan oleh tembok pagar dari masing-masing gedung itu. Jalan setapak yang hanya muat oleh motor itu terlihat temaram persis seperti jalanan kampung yang kurang pencahayaan. Belum selesai dengan keterkejutannya, tau-tau tubuh Rayyan didorong dengan begitu kuat hingga membentur dinding. “Kamu ….” Rayyan mendesis lirih dan tangannya refleks terangkat ke atas saat tubuhnya tiba-tiba didekap begitu erat, sangat erat dan dia bisa merasakan jika tubuh gadis itu gemetaran. “Abang …” Panggilan itu membuat Rayyan mengernyit semakin dalam. "Sebentar saja, Rayya butuh pelukan Abang." Apa-apaan wanita itu! Berani-beraninya wanita itu sok akrab dengan memanggilnya Abang, dan kata yang Rayyan dengar setelahnya adalah wanita itu memanggil dirinya dengan namanya sendiri. Rayyan yang mendengar itu merasa geli, rasanya menggelikan saat mendengar seseorang memanggil dirinya sendiri menggunakan nama. Kenapa, sok, imut, sekali, sih? Rayyan hanya bisa membatin, dia berusaha untuk mendorong wanita itu, namun suara orang-orang yang berhenti di dekat mereka membuat Rayyan berhenti. Fix, wanita itu sedang dikejar-kejar oleh para preman tadi. Setelah wanita itu melepaskan pelukannya, Rayyan bisa melihat wajah wanita itu yang terlihat gugup dan berkeringat di bawah temaram lampu jalanan. Dan Rayyan terganggu dengan panggilan yang disematkan oleh wanita itu. Hingga dia langsung menyentak wanita yang belum mengenalkan dirinya itu dalam satu tarikan napas. Padahal biasanya adiknya juga memanggilnya seperti itu, namun kenapa kupingnya pengang saat mendengar wanita asing memanggilnya seperti itu? Sok akrab sekali, sih? Saat Rayyan mengeluarkan emosinya, dia justru melihat senyum tipis di bibir wanita itu, dan itu membuat Rayyan semakin naik pitam. Apa kemarahannya menjadi lelucon untuk wanita itu? Namun, baru juga Rayyan akan menyemprot kembali wanita yang sudah dengan kurang ajar memeluknya dan menariknya itu, tau-tau, tangan wanita itu kembali menariknya. Mengubah posisi mereka secepat kilat, dan dengan gerakan lincahnya, wanita itu meraih wajah Rayyan, menangkupnya dan menariknya sambil menekannya kuat supaya Rayyan mau menunduk sedikit. Detik berikutnya, Rayyan dibuat ternganga saat bibir wanita itu menyapu bibirnya, kini bahkan tangan wanita itu sudah merangkul erat lehernya dan sedikit menekan di sana supaya Rayyan tidak bisa lepas begitu saja. Rayyan yang dipaksa untuk sedikit membungkuk dengan leher yang rasanya dikekang membuatnya hampir hilang keseimbangan jika tangannya tidak cepat-cepat menumpu pada dinding di depannya. Namun, jika orang awam melihatnya, posisinya kini justru seolah dia memang sedang mengungkung wanita itu dan menikmati ciuman mereka. Hingga saat Rayyan mendengar langkah kaki, yang dia dengar selanjutnya adalah wanita itu melenguh, bukannya terdengar seperti desahan yang menggairahkan, lenguhannya justru terdengar menggelikan seperti kucing yang buntutnya terjepit pintu. Dalam keadaan itu, Rayyan justru ingin tertawa menyadari betapa tidak pengalamannya wanita yang kini memaksa untuk tetap bisa menciumnya, bahkan menekan leher Rayyan seperti hendak mencekiknya hingga Rayyan kesulitan untuk bergerak. Rayyan yang tersadar dengan pikirannya yang justru mengejek wanita itu langsung dengan cepat melepaskan diri, dilihatnya napas wanita itu yang memburu sama sepertinya. Rayyan langsung menggosok bibirnya dengan kasar dan memberikan tatapan nyalangnya seolah siap menerkam gadis itu. Namun, kelakuan gila selanjutnya yang dilakukan wanita itu kembali membuat Rayyan kehilangan kata-katanya. Rasanya, baru kali ini dalam hidupnya Rayyan menemui wanita sinting sepertinya. Wanita yang memanggil dirinya dengan nama Rayya itu tiba-tiba saja menampar dirinya sendiri. Menampar dirinya sendiri! Catat itu! “Maaf, Abang. Rayya emang pantes ditampar. Maaf, ya? Udah cium-cium Abang, tadi keadaannya darurat.” Bukan hanya sekali, wanita itu kembali menampar kuat pipi kirinya setelah menampar pipi kanannya. Rayyan yang melihat itu dibuat ternganga tidak percaya, pasalnya tamparannya terdengar sangat keras, yang menunjukkan jika wanita itu benar-benar menampar dirinya sendiri, bukan hanya sebuah kepura-puraan dengan tamparan yang pelan untuk menarik simpati Rayyan. Astaga! Rasanya ini adalah malam ter-absurd bagi Rayyan, setelah melihat kekasihnya berkhianat dia justru bertemu dengan perempuan gila, yang tiba-tiba memeluknya, lalu menciumnya dan kini menampar diri sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN