"Bos Dirga ... gimana? Nikah, enak?" "Yang KATANYA, katanya nih, ya. Enggak mau BERKOMITMEN, akhirnya ...." Suara-suara gaduh berbaur dengan dentuman musik yang kencang. Nyaris tak terdengar. Dirga tak peduli. Lelaki itu masih acuh tak acuh mendengar ocehan teman-temannya. Tangannya sibuk menyulut sebatang nikotin. Menyelipkan benda kecil memanjang berwana putih itu di antara kedua jari tangannya. "MAHADIRGA!" Salah satu dari ketiga teman Dirga menyenggol lengan Dirga. Keempatnya duduk bersisian di ruangan khusus sebuah klub malam. Elite Class yang biasa menyediakan fasilitas VIP itu ialah ruangan dengan kaca buram sebagai pemisah. Meskipun terpisah dengan arena dugem, tetapi tetap saja bising. Dirga paham, mengapa namanya disebutkan dengan sangat lantang. Itu karena ia tak menanggapi