Duel antara Virgo dan Damar pun berakhir. Tak ada yang menang di sini. Baik Damar maupun Virgo keduanya sama-sama terluka kena jotos. Dua pria itu terengah setelah kehabisan napas. Bahkan mereka terduduk namun saling tatap dengan tatapan tajam.
"Aku harap ini terakhir kalinya kamu merecoki urusanku. Setelah ini bila kamu mengulang kejadian yang sama seperti kali ini, maka tunggu saja kamu akan habis!" geram Damar mengancam, masih dengan tetapan sinisnya.
Pria itu kemudian berdiri, memberikan tatapan tajam terakhir pada Virgo, meninggalkan adiknya ini sendiri di sana.
Sekepergian Damar, Virgo berdiri menatap ratusan atap rumah lainnya dari sini. Lampu redup dari tiap rumah yang terlihat, sedikit melegakan sesak yang masih menghimpit d**a. Sakit dan nyerinya tubuh yang dirasakan kini tak sesakit hatinya. Entah bagaimana setelah ini dia akan berhadaban dengan Libra. Wanita itu pasti akan membencinya karena perbuatannya yang tak bisa dimaafkan. Seandainya saja Libra tahu, dirinya selalu menjaga wanita itu dari kejauhan. Menjaga kristal berharga yang mudah rapuh agar tidak pecah, tapi sudah pecah di tangannya sendiri karena kurang kuat menjaganya. Dia kembali merasakan hatinya sakit, sakit yang tak berdarah.
"Libra ... i will always love you ..."
Virgo mengepalkan tangan erat, lalu memukul sendiri dadanya yang masih terasa sesak untuk memberikan ruang napas. Berat baginya melakukan ini, tapi bila tak begini, dia tak akan bisa menjaga Libra lagi. Dia sendiri sudah lama menaruh hati pada wanita itu. Sayangnya, dia terlambat. Di saat dia akan menyatakan perasaannya, Damar sudah lebih dulu mendapatkan hati Libra.
***
"Lib, kamu sudah selesai mandi belum? Kenapa lama sekali di dalam kamar mandi?" tanya ibunya Libra di depan kamar mandi.
Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda dengan sedikit kerutan di wajah ini melihat Libra masuk kamar mandi dari dua jam yang lalu tapi belum keluar sampai sekarang. Ini meresahkan, takutnya Libra melakukan sesuatu di dalam sana terlebih setelah mendengar cerita kejadian buruk yang menimpanya.
Tak ada respons.
"Libra, buka pintunya."
Sang ibu mengetuk pintu lebih keras dari sebelumnya. Karena tetap tak ada respons juga dia berniat untuk mendobrak pintu itu.
"Sayang, jawab Ibu. Bila kamu tak mau menjawab Ibu akan panggil saya mau kembali untuk membuka pintu ini dari luar."
Detik itu juga terdengar suara dari dalam, suara shower mengalir deras, ada suara Libra di selanya. "Ibu ... aku tidak kenapa-napa, aku hanya butuh waktu untuk membersihkan diri. Tolong jangan panggil Ayah."
"Baik, bila begitu cepat keluar. Ibu hanya mengingatkan saja hari ini kamu ada jadwal pemotretan." Ibunya Libra berbalik pergi setelah selesai bicara.
Di dalam kamar mandi, Libra bukannya mandi, tapi dia duduk meringkuk di bawah guyuran deras shower. Dia merasa tubuhnya kotor, kotor sekali setelah disentuh oleh Virgo. Ia berharap guyuran shower bisa membersihkan kotoran nista tersebut. Tak peduli meski tubuhnya menggigil kedinginan tetap saja rasanya kotoran itu masih mengerak pada tubuhnya. Entah, bagaimana lagi dia harus membersihkannya.
Seandainya saja ada cara untuk mengembalikan sesuatu yang sudah rusak, ada cara untuk mengembalikan segel yang telah dibuka, maka sakit itu akan perlahan lenyap. Untuk saat ini sakit itu masih terasa nyata, perih!
Libra menunduk dengan mata merah. Sejak tadi dia melampiaskan kesedihannya dengan isak tangis yang lesap di antara suara shower. Pikirannya sekarang jatuh pada bagaimana dia menata hidup kedepannya dengan sesuatu yang sudah tidak utuh lagi? Bagaimana dia menjalani kehidupan setiap harinya dalam sesak yang menyakitkan.
Akalnya tidak waras setelah kejadian semalam, namun dia tetap menjaga kewarasannya saat ini demi ibunya. Dia tak mau membuat ibunya larut dalam kesedihan yang tak berdasar.
Libra mengakhiri sesi mandi pagi ini. Dia menatap pantulan wajahnya sendiri pada cermin yang ada di kamar mandi. Matanya bengkak, wajahnya kusut, matanya redup, tak ada sorot kehidupan di sana. Namun ia paksa juga keluar dari kamar mandi ini untuk bersiap berangkat kerja.
"Libra ... hari ini kamu terlihat berbeda dari biasanya? Apa ada masalah yang terjadi padamu?" cecar manajer Libra, Cindy.
Libra baru saja datang dengan memakai kacamata hitam untuk menutup bengkak serta lingkaran pada bawah mata. Tapi sisa itu masih terlihat oleh manajajer kala kacamatanya terlepas.
"Tidak. Aku hanya kurang tidur saja semalam. Itu saja. Mungkin juga terlalu banyak kafein yang ku konsumsi kala bergadang." Terpaksa Libra mengarang cerita. Dia belum siap saja bila ada yang mengetahui masalahnya.
"Baik, kamu masuk ke ruang makan sekarang biar segera di rias."
Libra berusaha untuk tetap bersikap seperti biasanya masuk ke ruang make up. Dia mencoba terlihat tak ada masalah meski itu berat dilakukan. Yang terpenting masalah itu jangan sampai memengaruhi performanya.
Di dalam sana sudah ada make up artist yang sudah menunggu. Kala Libra duduk, wajahnya segera dipoles.
"Hari ini kamu terlihat berbeda. Apa kamu ada masalah?" tanya make up artist melihat mata bengkak Libra. Tentu ini tugasnya memoles sempurna dan membuatnya terlihat tanpa minus sedikit pun.
"Tidak ada. Aku hanya kurang tidur saja semalam," lirih Libra berusaha untuk tegar kala berbohong dan teringat kejadian semalam.
Beruntung make up artist profesional ini bisa menutupi bengkak dan garis hitam di bawah mata Libra. Wanita ini kembali tampil memukau seperti biasanya tanpa cela.
Selesai di make up, Libra menuju ke ruang pemotretan. Hari ini dia ada jadwal dengan sebuah majalah fashion. Mungkin hanya beberapa kali foto dan setelahnya selesai bila tak ada jadwal tambahan untuknya.
Di tengah jalan, ada beberapa reporter yang datang ke tempat ini. Sudah hal biasa bagi reporter mencari berita kemari. Banyak model di sini juga tak luput dari pemberitaan mereka.
"Nona Libra, bagaimana pernikahan Anda semalam? Apakah pernikahan itu berjalan lancar tak ada masalah?" cecar reporter berhasil menghampiri Libra meski sudah dicegah sekuriti di depan tadi.
"Nona, bukankah seharusnya setelah menikah Anda cuti dulu untuk menikmati honeymoon ke suatu tempat yang indah? Kenapa tetap bekerja saat ini?"
Belumlah Libra memberikan konfirmasi pada pertanyaan mereka, muncul lagi banyak pertanyaan setelahnya.
"Kenapa Pak Damar yang merupakan CEO membiarkan Anda tetap kerja setelah menjadi istrinya? Harusnya Anda duduk manis di rumah tak perlu bekerja keras seperti ini."
Libra mencoba memberikan klarifikasi singkat sebelum pergi daripada terus mendapatkan cecaran dari wartawan.
"Itu karena aku ..." Di saat Libra akan memberikan klarifikasi sebuah mobil tiba.
Matanya terbelalak kala melihat siapa yang keluar dari dalamnya. Ada Virgo dan crew nya yang akan melakukan syuting, entah dimana. Pria itu menurunkan beberapa peralatan bersama yang lain. Virgo adalah seorang produser. Mereka satu agensi meski beda profesi. Libra tak menyangka saja kali ini harus bertemu lagi dengannya. Tapi sebisa mungkin dia tetap bersikap tenang meski hatinya bergemuruh hebat.
"Pernikahan kami berjalan dengan lancar dan Damar adalah figur suami yang baik, dia memberikan kendali penuh padaku untuk mengatur semua ini. Sekian." Libra segera berjalan kembali meninggalkan para reporter yang masih haus berita.
Namun seseorang dari arah belakang berlari cepat ke arahnya, seorang pria yang merupakan asisten Damar datang. "Nona, ini berkas perceraian dari Pak Damar yang harus anda tandatangani."