"Adikmu? Ide gila apa yang kamu tawarkan padaku? Apakah kamu mau bersikap sok pahlawan di depanku setelah apa yang kamu lakukan selama ini? Apa popularitas yang kamu cari? Atau kamu bermaksud menebus kesalahanmu? Tidak! Aku tidak mau! Jangan harap dengan ini aku akan bersimpatik padamu juga memaafkan kesalahanmu!" Nada suara Libra penuh tekanan dan tatapan mengintimidasi dari balik kacamata hitam yang belum dilepasnya.
Dia sungguh tak ingin bertemu dengan makhluk paling menyebalkan di muka bumi ini yang sudah mengguncang hidupnya. Tapi pria busuk itu datang lagi dengan senyum manis dan tawaran tak jelasnya yang menurut Libra itu sebuah modus belaka. Entah apa yang diinginkan Virgo padanya saat ini. Yang jelas dia tak mau terlibat urusan sekecil apapun dengan dia.
"Bagaimana bisa kamu masuk ke studio foto melewati banyak reporter itu dengan aman?" tuding Virgo.
Libra menatap kerumunan reporter yang ada di depan sana. Entah berapa jumlah mereka, yang jelas mereka terlihat seperti sedang antre beras sembako. Dia mereguk saliva dengan berat. Tidak mudah untuk menyelip di tengah kerumunan seperti itu. Tapi, ia tak mau di tolong Virgo.
"Aku akan cari cara sendiri masuk ke sana tanpa melibatkan dirimu," sengap Libra.
Virgo terdiam setelahnya bingung bagaimana cara membujuk wanita ini agar mau masuk bersamanya ke sana. Dia paham betul tidak mudah mendapatkan maaf dari Libra atas kesalahan besar yang diperbuatnya. Dia berpikir keras mencari cara untuk membujuk Libra.
Terdengar suara dering ponsel dari dalam tas Libra yang memecah ketegangan di antara mereka berdua.
Libra menyahut cepat ponsel dari dalam tas. Setelah diperiksa rupanya telepon dari kamerawan. "Ya, halo. Ada apa?"
"Kamu ada dimana sekarang? Jadwal fotomu akan dimulai empat menit lagi. Bila kamu terlambat datang maka aku akan mulai memotret yang lain karena jadwalnya padat hari ini."
"Aku sudah berada di depan studio hanya saja aku kesulitan masuk ke sana karena banyaknya reporter di sini. Apa mungkin kamu punya solusi untuk membantuku masuk?"
"Maaf, aku sibuk. Banyak hal di sini yang harus diurus. Kamu pikirkan jalan keluar sendiri untuk masuk ke sini."
Panggilan berakhir setelahnya tanpa Libra bisa berkata lagi. Dalam hati dia merutuk kamerawan hari ini yang tak mau membantunya kala kesulitan. Lantas bagaimana sekarang dia bisa masuk? Apakah langsung terobos saja barikade reporter itu? Tapi jelas itu berisiko tinggi. Pastinya dia tak akan bisa masuk ke studio dan malah disandera reporter dengan serentetan pertanyaan. Ini menyeramkan sekali di saat dia belum mempersiapkan apapun.
Bagaimana ini?
Libra bingung sekarang. Virgo yang mendengar percakapan barusan kembali mendesak Libra. Mungkin saja Libra berubah pikiran.
"Waktumu tak banyak atau mungkin memang kamu mau oper jadwal foto dengan yang lain?"
Perkataan Virgo membuat Libra bimbang. Tentu akan lebih ribet lagi urusannya bila dia reschedule jadwal pemotretan. Bisa jadi mundur sampai lebih dari seminggu, tak bisa ditentukan waktunya mengingat banyak model lain yang juga diambil fotonya bukan hanya dirinya saja. Bila dia reschedule jadwal foto mungkin itu akan bentrok dengan jadwal lain sehingga kacau jadwalnya.
"Sekarang sudah berlalu satu menit. Bila kamu terus diam menunggu seperti ini maka waktu akan terus berlalu dan entah bagaimana dengan sesi pemotretanmu? Sebaiknya kamu percaya padaku bila tak mau reschedule pemotretan."
Libra kembali dilanda rasa bimbang hebat. Dia benar-benar tak ingin reschedule pemotretan. Itu akan mengacaukan jadwalnya. Tapi, ia juga tak ingin masuk ke studio sana bersama Virgo yang sangat dibencinya. Tapi waktu benar-benar terus berlalu. Bagaimana ini?
"Lib, aku bisa atasi reporter itu. Percaya padaku," tegas Virgo lagi.
Libra menatap acuh Virgo. Sepertinya memang tak ada jalan lain baginya. "Baik, kamu boleh membawaku ke dalam sana tapi ingat bila kamu gagal maka kamu akan menerima kompensasinya."
"Itu tak akan terjadi. Baik, dalam hitungan ketiga kita jalan bersama menerobos kerumunan para reporter."
Setelah mereka berdua turun dari motor, Virgo menghitung sampai hitungan ketiga. Setelahnya dia memegang tangan Libra, menggenggamnya erat.
"Apa lagi maksudmu ini?" geram Libra menatap tangannya.
"Biar kamu tidak terlepas saja atau terseret reporter nanti. Kamu siap sekarang?" Virgo tak lagi menatap Libra kemudian segera melangkah maju.
Mereka jalan dengan cepat menyibak keramaian yang ada. "Permisi, aku ada kepentingan di dalam. Tolong berikan jalan. Adikku ini ada urusan di dalam sana," ujar Virgo.
"Produser Virgo." Reporter yang ada di sana segera membukakan jalan untuk mereka berdua.
"Produser, kenapa Anda membawa saudara datang kemari? Apa Anda akan menjadikan adik Anda ini sebagai artis?"
"Masalah itu bisa kita bicarakan lain waktu. Maaf, aku sedang terburu-buru kali ini."
Virgo terus berjalan hingga masuk ke dalam studio. Libra benar-benar beruntung kali ini masuk tepat waktu sebelum batas waktu yang ditentukan berakhir.
Di dalam sana kamerawan yang terpaku menatap jam di pergelangan tangan, menggulir pandangan kala mendengar suara derap langkah kaki yang berhenti di depannya dan ternyata itu adalah Virgo dan Libra.
"Kukira kamu tak bisa masuk ke sini Lib, rupanya kamu dibantu produser Virgo. Beruntung kamu ada dia. Coba tak ada dia."
Libra diam tak merespons perkataan kamerawan. Dia hanya melempar tatapan sinis saja pada Virgo setelah menyentak tangannya lepas dari genggaman Virgo. Bila yang lain sampai melihat bisa ada salah paham nanti. Atau jangan berharap Virgo menunggu ucapan terima kasih darinya, itu tak akan pernah terlontar dari bibir merahnya! Virgo tak patut mendapatkan rasa terima kasih itu.
Di dalam sana juga ada beberapa model lain yang antre untuk melakukan sesi pemotretan. Mata mereka bergantian menyapu Libra dan Virgo bergantian.
Bagaimana Libra bisa pergi bersama produser? Apa ada sesuatu di antara mereka?
Sorot tajam itu ditangkap oleh Libra yang membuatnya sedikit merengut.
Kenapa mereka menatapku seperti ini? Memang apa yang kulakukan pada mereka?
Libra segera memutus kontak dengan model lainnya dan menatap kamerawan. "Apakah kita bisa mulai pemotretannya sekarang?"
"Ya, tentu saja."
Karena tugas Virgo sudah selesai, maka dia berpamitan. "Semuanya saja, aku balik sekarang karena mungkin aku juga akan terlambat datang ke lokasi syuting."
"Ya, produser. Kapan-kapan bila ada waktu luang boleh kami ke lokasi syuting untuk melihat pengambilan adegan?" Para model yang sejak tadi diam angkat bicara. Sebenarnya sosok Virgo menempati ruang hati beberapa model yang mengaguminya.
"Ya, boleh saja jika kalian senggang mampir lah ke lokasi syuting sebentar. Semua crew yang ada di sana terbuka menyambut kalian.
Sebelum pergi, Virgo kembali menatap Libra. Namun dia tak bicara karena tahu Libra tak mungkin mau bicara dengannya. Ia pun buru-buru pergi setelahnya. Yang penting tugasnya mengamankan Libra selesai sudah cukup baginya, meski tak ada ucapan terima kasih yang terucap dari wanita itu.
Libra mulai melakukan pengambilan foto. Baru satu kali jepretan foto kembali ponselnya berdering melengking. "Permisi, sebentar."
Libra minta izin kepada kamerawan lalu ngambil ponsel dari balik tas yang ada di meja kecil dalam ruangan itu. Setelah diperiksa rupanya telepon dan Cindy.
"Lib, Kamu di mana sekarang? Aku sudah tiba di lokasimu tapi tak menemukan keberadaanmu bisa kirim sherlock lagi padaku?"
"Aku sudah tiba di studio foto kamu sendiri kemana? Aku sudah menunggumu sejak tadi."
"Aku terjebak oleh reporter tadi di ruas jalan masuk dan baru bisa keluar ini. Tapi siapa yang mengantarmu ke studio foto?"
Ada jeda lama sebelum Libra menjawab. Terus terang saja, dia masih sebal dengan Virgo. "Ada, orang yang tidak penting dan kamu tak perlu tahu itu, yang penting aku sudah sampai sekarang. Aku mau lanjut pemotretan bila begitu."
Libra mematikan panggilan kemudian kembali melanjutkan sesi foto sampai berakhir.
***
Di MX Group.
"Sandi, ada apa di luar sana sepertinya ramai sekali sekarang?" Damar mendengar suara berisik jauh di luar sana.
Suara itu mirip sekali dengan suara demonstran yang sedang berdemo atau sejenisnya. Pernah dulu terjadi aksi seperti itu di kantor ini. Beberapa staf melakukan demo untuk menuntut kenaikan gaji, sudah lama sekali hal itu terjadi tepat di saat pergeseran kepemimpinan dari Hadiguna ke Damar. Saat itu Damar yang baru menduduki jabatan sebagai CEO muda mendapati gaji di beberapa bagian staf terlalu berlebihan tidak sesuai dengan standar gaji yang ditetapkan dan menurutnya ini pemborosan bagi perusahaan yang artinya menekan laba perusahaan ini. Untuk menyiasatinya dia memangkas beberapa gaji staf berjabatan tinggi mulai dari kepala divisi ke atas, namun menuai kecaman keras dari staf lain di sini.
"Suara keramaian di luar sana merupakan kebisingan yang diciptakan para reporter, Pak," jelas asisten Damar yang juga membeberkan bila reporter sudah berada di sana sejak dua jam yang lalu.
"Reporter? Ada apa mereka datang kemari, ada masalah yang tidak aku ketahui?"
"Tidak, Pak. Di kantor ini tidak ada masalah yang ada reporter datang mencari Anda untuk mengusut perihal berita pernikahan Anda."
"Mencariku? Bagus sekali mereka bahkan datang tanpa ku undang, maka aku akan turun menemui mereka setelah ini. Ini kebetulan sekali. Aku harus menyelesaikan semuanya. Beritahu mereka aku akan datang menyapa."