Ayu tengah memegangi pakai Kai, karena takut jatuh dari motor gede yang sedang dikendarai oleh pemuda itu. Hujan sudah reda, langit berubah menjadi oranye. Di mana matahari sebentar lagi akan kembali ke peraduan nya.
Ayu sedikit mengigil karena pakaiannya basah, dan kini justru diterpa oleh angin. Pikirannya tertuju pada Lucas, apakah lelaki itu sekarang sedang mencari dirinya, karena tak kunjung kembali? Ayu belum membuka ponselnya, entah kenapa kalau dia membuka ponsel nanti hatinya akan kembali terasa perih.
Meski beberapa kali dia merasa ada getaran dari dalam tasnya yang menandakan ada pesan, tapi Ayu sendiri tak tau itu pesan dari Lucas atau justru dari editornya yang sedang meneror dirinya.
"Yu," panggil Kai.
"Hem, kenapa?" sahut Ayu sambil menoleh ke arah Kai melalui kaca spion.
"Lo dingin?" tanyanya.
"Dingin, lha!" katanya sambil ngegas.
Kai terkekeh, ah Ayu memang selalu seperti itu, kan? Ngegas terus, tapi anehnya alih-alih marah Kai justru senang. Kenapa, ya? Ah, apakah karena dia sudah menyukai Ayu?
"Kalau dingin, peluk, dong," ucap Kai sambil tersenyum.
"Apa?" tanya Ayu karena takut dia salah dengar.
"Kalau dingin, peluk gue aja, Yu. Kebetulan gue juga kedinginan, nih," ulangnya sambil terkekeh.
Kai sudah bisa menebak reaksi yang akan Ayu berikan. Detik berikutnya Kai mendapatkan cubitan di pinggang, sampai-sampai membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
"Minta di jotos emang bocah satu ini!" kata Ayu kesal.
Kai hanya terkekeh, reaksi yang Ayu berikan sesuai dengan apa yang dia harapkan. Tidak apa-apa, bagi Kai bisa membuat Ayu tersenyum dan tertawa saja sudah lebih dari cukup.
Benarkah?
Kaisar Hinata Wiraatmadja, sudah merasa cukup dengan hubungan di antara keduanya yang seperti ini? Tentu saja tidak. Kai, tidak merasa puas. Dia ingin lebih, hubungan antara dirinya dengan Ayu. Tapi, sekali lagi otaknya mengingatkan bahwa hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Tapi, hatinya kembali menggoda. Kita tidak tau kalau belum mencobanya, kan? Dari sanalah Kai mendapat keputusan, kalau dia akan mencoba untuk mendekati Ayu dan meluluhkan hatinya. Untuk urusan kedepannya, gimana nanti. Iya, Kai hanyalah anak SMA yang tak berpikir panjang.
Motor milik Kai berhenti di depan rumah Ayu, wanita itu turun dan hendak masuk ke dalam rumah tapi lengannya justru ditahan oleh Kai.
"Apa lagi?" tanya gadis itu heran. Padahal dia udah cape lahir batin, udah pengen mandi air anget, terus rebahan. Tapi Kai justru menahannya lagi.
"Udah gue jemput, ditraktir makan mie, dianterin pulang."
"Terus?" Ayu tak mengerti.
"Ya setidaknya Lo bilang makasih, kek," ucap Kai sambil memelas.
"Oh, iya, gue lupa, Kai." Ayu nyengir.
Ah! Ingin sekali Kai mengigit pipi wanita itu. Menggemaskan! Bagaimana bisa ada manusia yang begitu menggemaskan? Pengen Kai culik, tapi nanti takut dimarahin sama bunda.
"Parah Lo mah," kata Kai sambil mengalihkan pandangannya, karena tak ingin Ayu melihat wajahnya yang sedang merona.
"Makasih, ya, Kai," kata Ayu tulus. "Kalau nggak ada Lo, mungkin gue masih di sana karena nggak ada tumpangan pulang."
"Iya, sama-sama."
"Sebagai tanda rasa terimakasih gue. Nanti gue traktir jajan seblak deh, ya," katanya sambil tersenyum.
"Oke, gue tunggu, ya," sahut Kai sambil tersenyum.
"Iya." Ayu mengangguk. "Kalo gitu, gue masuk dulu, ya. Sekali lagi makasih," ucap Ayu.
Ayu berjalan masuk menuju rumah, sedangkan Kai masih duduk manis di atas motor gede miliknya. Sambil memastikan kalau Ayu-nya masuk ke dalam rumah dengan selamat.
Setelah memastikan Ayu masuk ke dalam rumah, Kai menghampiri sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari sana. Mengetuk kaca jendelanya, lalu detik berikutnya kaca pun terbuka.
"Ikuti gue!" titah Kai sambil kembali menaiki motornya.
Kai melajukan motornya menuju sebuah tempat, di mana tak ada seorang pun kecuali mereka berdua. Kai sudah menunggu lelaki itu, dengan perasaan yang menggebu-gebu.
"Ada apa?" tanya lelaki itu sambil menghampiri Kai.
"Lo nanya ada apa? Hah?" teriak Kai sambil melayangkan tinjunya di wajah Lucas.
Tubuh Lucas terhuyung dan hampir saja terjatuh kalau saja dia memiliki keseimbangan tubuh yang jelekk.
"Kenapa Lo lakuin hal itu ke Ayu?" tanya Kai sambil mencengkram kerah baju Lucas.
"Lakuin apa? Hah?" Alih-alih menjawab, Lucas justru balik bertanya.
"Jangan pura-pura bodohh!" sentak Kai, yang sudah liputi oleh amarah.
"Gue juga sebenernya nggak mau nyakitin Ayu!" balas Lucas sambil menepis tangan Kai.
"Nggak usah banyak alasan!" kata Kai dengan tatapan penuh amarah.
"Demi Tuhan, aku nggak bohong!" kata Lucas sambil membalas tatapan mata Kai dengan penuh amarah. Pemuda itu yang biasanya bersikap ramah, dan sopan. Kini sikapnya bertolak belakang, tidak seperti biasanya.
Kai menatap Lucas, dia tau kalau saat ini Lucas sedang tidak berbohong. Dan Kai berharap kalau Lucas akan memberi tau alasannya, kenapa Lucas bersikap begitu.
"Aku nggak bisa kasih tau kamu. Aku pengen, Ayu menjadi orang pertama yang tau, alasan kenapa aku kayak gini," katanya sambil mengalihkan pandangannya.
"Lo parah banget, ya!" Kai kesal setengah mati.
"Makasih, udah ngikutin mobil aku. Karena itu, aku bisa sedikit tenang Ayu tidak pulang sendirian, dalam keadaan yang tidak baik-baik saja," ucap Lucas sambil kembali ke dalam mobilnya dan pulang.
Kai menatap mobil milik Lucas yang sudah hilang dari jarak pandangnya. Saat ini Kai sedang ingin menikmati angin sepoi-sepoi setelah hujan. Dia lupa, kalau bajunya masih basah karena tadi kehujanan. Harusnya Kai juga langsung pulang dan mandi air hangat, rasanya sangat menjengkelkan kalau sampai dia berpura-pura tidak tau tentang Lucas yang membuntuti dirinya sejak tadi.
****
Ayu tengah merebahkan tubuhnya di atas kasur, matang menatap langit-langit kamar. Ponselnya sudah keluar dari dalam tas, tapi masih belum ia buka ponselnya. Rasanya hatinya belum siap, untuk membaca pesan dari Lucas.
Saat sedang terdiam, Ayu dikagetkan dengan ponselnya yang tiba-tiba saja berdering. Nama Lucas tertera di sana. Panik? Oh tentu saja!
Ayu panik setengah mati! Gugup dan kebingungan, antara harus diangkat atau tidak. Tapi pada akhirnya Ayu mengangkat telepon dari Lucas juga.
"Yu?" panggil Lucas lembut, seperti biasanya.
"Hem, kenapa A?"
"Besok bisa ketemu nggak?" tanya lelaki itu. "Soalnya ada hal yang ingin aku sampaikan, kalau lewat telepon rasanya nggak etis."
"Iya." Ayu menyetujui aja kan Lucas untuk bertemu.
"Oke, nanti lokasinya aku kirim lewat chat, ya."
"He'em."
Panggilan telepon mereka berakhir, dan hal ini membuat perasaan Ayu tak karuan. Rasanya seperti ada yang hilang, dan firasatnya mengatakan kalau setelah ini semuanya akan berubah.
****
Ayu sudah tiba di kafe di mana tempat dia dan Lucas akan bertemu nanti. Ayu memilih meja yang berada di taman, karena Ayu yakin kalau pembicaraan mereka akan panjang. Tak lama kemudian Lucas pun tiba, dan langsung duduk di hadapan Ayu.
"Udah nunggu lama?" tanyanya.
"Nggak, baru juga sampe, kok." Ayu menjawab seadanya.
"Udah pesen?"
"Belum, A."
Keduanya memilih untuk memesan terlebih dahulu, lalu setelah itu Lucas pun mulai menceritakan semuanya. Alasannya yang tiba-tiba saja mengenalkan tunangannya pada Ayu.
"Kamu pasti kaget, karena kemarin aku tiba-tiba aja ngenalin Erina sebagai tunangan aku." Lucas tersenyum kecut.
"Ya aku kaget banget lha, A." Ayu terkekeh, meski kenyataannya hatinya ambyar.
"Aku, dijodohin, Yu," tutur Lucas.
"Apa?" pekik Ayu tak percaya.
"Aku, dijodohin sama papa. Tepat satu hari setelah aku ngungkapin perasaan aku ke kamu." Lucas menghentikan ucapannya. "Rencananya besoknya aku mau ngajak kamu pacaran, tapi tiba-tiba aja papa bilang mau jodohin aku sama anak temennya."
Ayu tercengang mendengar cerita Lucas. Perjodohan? Di zaman sekarang? Memangnya masih ada?
"Aku nggak bisa nolak, karena aku yakin kamu juga tau gimana papa aku, kan?"
"Iya, aku tau, A." Ayu mengangguk, karena Pak RT memang orangnya paling nggak suka dibantah, dan itu sudah menjadi rahasia umum.
"Iya." Lucas mengangguk. "Aku merasa lega dan sesak di saat yang bersamaan. Aku merasa lega, karena perjodohan dilakukan di saat kita belum terikat oleh sebuah hubungan. Coba kalau udah? Mungkin semuanya akan rumit, dan yang ada kita berdua juga akan merasa tersiksa."
"Terus, kenapa Aa juga merasa sesak?" tanya Ayu penasaran.
"Karena, aku yang terlambat mengungkapkan perasaan aku?" ucapnya sambil tersenyum kecut. "Kalau saja aku ungkapin perasaan aku dari dulu, mungkin kita nggak akan kayak gini, ya? Kita bisa saling memiliki, menjadi sepasang kekasih seperti yang lain."
"A - apa?" Ayu tercengang mendengar perkataan Lucas.
"Iya, aku udah suka sama kamu dari lama, Yu. Sejak dulu, hingga detik ini." Lucas tersenyum. "Ayu yang berbeda dari kebanyakan wanita, mampu membuat aku merasa takjub, lalu kagum, dan berakhir menyukai. Tapi, sepertinya sekarang sudah waktunya untukku mengakhiri perasaan ini."
Ayu menatap Lucas yang sudah berkaca-kaca. Seketika perasan Ayu menjadi campur aduk, mendengar pengakuan Lucas untuk yang kedua kalinya.
"Terimakasih, sudah memberikan kenangan terindah selama satu bulan ini, Ayunda Melawati," ucap Lucas sambil tersenyum dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.