Charles dan Emma tentu saja terkejut dengan apa yang dilakukan Eliza yang ternyata memilih pergi dari rumah.
"Sayang, apa yang kau lakukan. Kembali ke kamarmu." Ucap Emma yang panik karena Eliza malah menantang ayahnya dan akan pergi dari sini.
"Papa sudah mengusirku, dan aku tidak bisa di kekang seperti ini, hanya dunia luar yang bisa membuatku melupakan kesedihanku karena tidak ada kasih sayang yang kalian berikan padaku, jadi aku memilih keluar dari pada harus di dalam rumah." Ucap Eliza.
Charles terkejut namun mengepalkan tangannya.
"Kalau begitu pergilah," usir Charles yang membuat Emma semakin terkejut.
"Apa yang kau bicarakan, Charles."
Eliza menatap ayahnya dengan tatapan tidak percaya, namun akhirnya dia keluar dari sana.
"Jangan mencegahnya." Charles mencegah istrinya ketika ingin menyusul putrinya.
"Kau keterlaluan, hanya dia putri yang kita punya, tapi kau membiarkan dia pergi." Emma jelas saja marah dengan suaminya karena bagaimanapun dia sangat menyayangi Eliza meskipun mereka memang jarang bertemu.
"Kita lihat seberapa dia kuat di luaran sana tanpa uang, aku yakin jika dia akan kembali dengan sendirinya." Ucap Charles yakin namun membuat Emma malah menangis, dia tidak bisa melakukan apapun karena pada dasarnya watak suaminya juga keras dan tidak akan mencabut perkataannya.
Sedangkan Eliza langsung pergi ke bandara dengan di jemput temannya.
"Kau yakin akan melakukan ini, El? Kau bisa tinggal di apartemenku, jangan seperti ini, ayahmu hanya marah denganmu dan sebenarnya tidak serius mengusirmu." Ucap Tania. Sahabat dari Eliza.
"Aku sudah muak dengan semua ini, mereka sudah terbiasa hidup tanpaku, dan mungkin aku juga." Ucap Eliza menghela nafas panjangnya.
Dia memang memberikan semua kartunya beserta mobilnya kepada ayahnya, tapi tidak dengan asetnya, dia menghamburkan uang melainkan bukan hanya unruk membeli barang brandid saja, tapi juga banyak aset, dan sekarang dia terpaksa menjualnya untuk kehidupannya yang berencana akan tinggal ke negara lain.
"Aku pasti akan merindukanmu, El." Tentu saja Tania sangat sedih dan bahkan sudah membujuk Eliza untuk tidak meninggalkan negara ini, tapi dia tidak mau mengubah keputusannya dan tetap akan pergi ke negara lain dan mencari pekerjaan dan menjalani kehidupannya yang baru di sana.
"Jangan pernah membocorkan kepada siapapun di mana aku pergi, Tan." Ucap Eliza yang dimengerti oleh Tania.
Mereka berpelukan sebelum Eliza benar-benar pergi.
Tania menghela nafas panjangnya, sebenarnya dia memang cukup kasihan dengan Eliza, bahkan aelama dua lima tahun ini, kehidupannya benar-benar sendirian, dia memiliki orang tua lengkap dan bergelimang harta, namun harta saja tidak cukup jika orang tuanya bahkan tidak pernah ada waktu untuknya bahkan saat setiap hari ulang tahunnya.
Mereka lebihbmementingkan pekerjaan, dan sama sekali tidak pernah meluangkan waktu untuk Eliza.
Sedangkan Eliza kini sudah berada di pesawat, perjalanan hidupnya akan benar-benar dia awali dari nol dan tanpa orang tua.
Sesampainya di negara tujuan, Eliza sebelumnya sudah meminta paman Tania yang kebetulan memiliki kenalan orang di negara ini untuk mencarikan dia apartemen yang sederhana, dan beruntungnya pamannya sangat baik dan langsung mendapatkannya, untuk itu Eliza langaung menuju tempat tinggalnya.
Dia masuk dan langsung melihat tempat tinggalnya,
"No bad. Ini bahkan cukup luas." Gumamnya dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Eliza membaringkan tubuhnya dan mengepalkan tangannya.
"Jalanmu sudah benar, Eliza. Tidak perlu bersedih jika semua ini bahkan keinginan ayahmu sendiri." Ucapnya lalu menghapus air matanya yang jatuh, dia memilih untuk iatirahat terlebih dahulu karena hari ini memang dia cukup lelah,
*****
Keesokkan paginya, dia sudah bersiap untuk melamar pekerjaan yang di rekomendasikan oleh paman Tania, di sana adalah perusahaan yang besar dan kebetulan memang sedang mencari karyawan.
Karena Eliza tidak memiliki mobil, dia pergi ke sana naik taksi, namun dia mampir ke restoran terlebih dahulu untuk sarapan.
Dia hanya sebentar dan langsung pergi dari sana, namun saat dia ingin mencari taksi, dia meihat ada seorang pria yang sedang berbicara dengan ornag melalui telefon dan tidak melihat sekitar.
"Hei— awas..
Eliza terkejut dan langaung menarik orang itu bahkan sampai keduanya terjatuh.
Begitupun dengan pria itu yang terkejut karena tiba-tiba ada yang menariknya hingga terjatuh, namun saat dia tau kalau niatnya menariknya karena ada mobil yang hampir menabraknya.
"Kau tidak apa?" Tanya pria itu kepada Eliza.
"Kau ini bagaimana, kenapa kau sampai tidak melihat ada orang yang ingin menabrakmu." Bukannya menjawab perkataan pria itu namun Eliza malah mengomelinya.
"Aku sedang menerima telefon, maafkan aku dan terima kasih, karena menolongku kau menjadi terluka. Namaku Lorenzo." Ucap pria itu yang bernama Lorenzo.
"Aku tidak bertanya namamu, tapi karena menyelamatkanmu berkas lamaranku menjadi kotor dan berserakan." Eliza benar-benar kesal, berkas lamarannya berserakan.
"Hei, aku sudah meminta maaf dan berterima kasih, kenapa kau masih mengomel." Ucap Lorenzo.
"Jelas saja, dasar pria aneh, mana ada orang yang berbicara lewat telefon tapi melupakan semuanya sampai tidak tau jika ada mobil melaju kencang ke arahmu." Omelnya.
"Aku menerima telefon penting, aku mana tau jika ada mobil mengarah kepadaku." Lorenzo tentu saja membela dirinya karena dia memang tidak tau jika ada mobil yang menuju ke arahnya.
Eliza menghela nafas panjangnya dan akhirnya berdiri.
"Lain kali, akan lebih baik kau menerima telefon di tengah jalan saja sekalian bunuh diri." Ucap Eliza lalu mengambil berkasnya dan tetap mencegah taksi dan pergi ke tujuan utamanya.
Sedangkan Lorenzo hanya diam saja dan melihat wanita itu sambil tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan dengan perkataan gadis itu padanya.
Ini pertama kalinya ada yang berani mengomelinya bahkan tidak mencari perhatian dengannya.
"Tuan! Kenapa dengan baju anda?" Tanya Rexi terkejut karena baju bosnya terlihat kotor.
"Rex. Cek cctv di sekitar sini, ada yang berusaha sengaja ingin menabrakku tadi, cari tau siapa yang ada di dalamnya." Ucap Lorenzo yang dimengerti oleh asistennya.
Dari kecepatan mobilnya, Lorenzo bisa mengira jika semua itu karena di sengaja, dan dia pasti salah satu musuhnya di dunia bisnis.
Rexi mengantar bosnya ke kantor namun dia pergi ke kamar pribadinya terlebih dahulu untuk mengganti bajunya. Saat keluar di ruangannya sudah ada calon sekretaris yang melamar di sana.
Namun yang membuat Lorenzo terkejut, salah satu dari mereka ada wanita yang tadi menyelamatkannya dan bahkan mengomelinya sekaligus.
Sama seperti Eliza, dia juga terkejut ketika saat ada yang keluar dari sana ternyata pria yang tadi di selamatkan olehnya.
"Oh astaga! Matilah aku." Gumam Eliza yang merasa dia akan sia-sia datang ke sini, karena sudah pasti dia tidak di terima karena tadi dia mengomelinya dan bahkan mengatainya.