“Orangnya sopan-sopan, sih, Mbak. Mereka tanya apa benar orang yang fotonya ada di ponselnya itu benar tinggal di sekitar sini. Aku lihat itu foto Mbak Niha dan aku jawab iya. Lalu mereka pergi setelah ngucapin terima kasih.” Perasaanku mulai tidak enak. Keberadaanku di sini sepertinya sudah tidak lagi aman. Bisa jadi itu orang suruhan Mas Aqsal atau suruhan Dinda, atau bahkan Arjuna yang berniat buruk kepadaku. “Oh, ya, sudah. Makasih, ya, Bu, informasinya. Saya permisi dulu mau lanjutin jalan-jalan,” pamitku. Ibu itu mengangguk. Aku pun berjalan tergesa untuk kembali ke kos-kosan. Setelah Nizam pulang nanti, akan kuajak segera pindah dari sini. “Niha, tunggu!” teriak seseorang dari belakang sebelum aku sampai. Kukencangkan lari. Namun, suara sepatu yang beradu dengan aspal terdengar

