Mobil itu berhenti. Kaca depan yang terbuka, menampakkan seorang pria. “Kalian mau ke mana?” Pria yang berada di kursi kemudi itu bertanya. “Mau balik ke pondok, Ustaz,” jawab Nizam. “Kenapa jalan kaki? Ayo masuk, barengan.” Nizam melihatku, mungkin sedang meminta pendapat. Aku mengangguk. Tidak apalah menumpang. Lagi pula, rasa nyerinya sudah tidak tertahan lagi. Nizam membuka pintu depan, aku pintu belakang. Mobil melaju. Aku menyenderkan kepala di kursi, lantas terpejam. Dadaku bekas jahitan terasa makin berdenyut sakit. “Ustaz dari mana tadi?” tanya Nizam. “Servis mobil abah. Kebetulan pas mau balik ke pondok. Kamu dari mana mau ke mana?” “Dari kos-kosan mau ke pesantren.” “Oh.” Inilah yang kusuka dari Ustaz Sauqi. Dia tidak terlalu kepo. Bertanya pun hanya sekadar. Dua pri

