Astaga, aku tadi sempat membuka masker ketika berbincang-bincang dengan mamang ketika di kontrakan. Jangan-jangan? Ah, semoga tidak. Sesekali aku menoleh belakang. Mobil putih yang menurutku dari tadi kurasa mengikuti, masih ada. “Pak, saya berhenti di perempatan depan saja!” teriakku pada pengemudi ojek. Sengaja aku mengeraskan suara sebab suaraku beradu dengan angin. “Baik, Neng.” Aku tidak mau mengambil risiko. Jika benar mobil itu orang suruhan Mas Aqsal, aku takut dia akan membuntutiku sampai di pesantren. Aku khawatir dia akan membuat rusuh di sana. Perempatan yang kumaksud, masih jauh dari pesantren. Aku bisa turun dan berhenti sebentar, lalu akan sembunyi. Setelah mobil itu tidak ada, baru aku akan kembali ke pesantren dengan ojek lain. Sekalian nanti mengambil ponsel. Mobil

