Dari balik pintu ruang kerja Tuan Reymon, Faiza berdiri kaku. Wajahnya pucat, tangannya gemetar menggenggam mukena yang baru saja selesai ia lipat untuk sholat. Suara percakapan keras itu begitu jelas terdengar di telinganya. Air matanya jatuh satu per satu tanpa bisa ia tahan. “Jadi benar… saat aku menunggu dengan hati polos, dia malah memilih bersama Angel.” batinnya pedih, d**a terasa sesak. Di dalam ruangan, Reinaldi menatap ayahnya dengan sorot mata mantap meski suaranya terdengar serak. “Papa, aku… aku tidak akan bohong lagi. Aku memang mencintai Angel saat itu. Tapi sekarang—” ia menarik napas dalam, matanya memejam sejenak, lalu menatap lurus ke arah Tuan Reymon, “sekarang aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa Faiza.” Ratih langsung menyeringai penuh ejekan. “Ah, dasar lel