“Mas, nggak lucu ya kalau sampai lanjut lagi, tadi sudah,” protesku dan Zein mengeratkan pelukannya pada pinggangku. “Candu, Yang,” rengeknya membuat aku menggeleng melihat tingkah manjanya. “Sambung besok lagi kalau begitu. Sekarang mandi dan segera turun sarapan. Malu banget nanti Ibu udah duluan, Mas ….” Kini giliran aku yang merengek karena tangannya sudah meraba nakal dan dia malah terkekeh geli. *** Aku berdiri diam bagai patung sementara Zein memakaikan pakaian tebal kepadaku. Salju semakin lebat di luar, dan kami harus segera berangkat menuju Shinjuku untuk bertemu Mama dan Papa Zein. Zein tampak tenang dan terampil, memastikan setiap lipatan jaketku rapi dan semua resleting tertutup dengan baik. Sesekali ia tersenyum, saat mencuri kecupan di bibirku. “Mas, ini berangkatnya ka

