Aku terbangun perlahan, kepalaku masih terasa berat dan pandanganku kabur. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tapi hanya rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhku. Dengan susah payah, aku mencoba kembali membuka mataku dan menyadari bahwa aku berada di sebuah kamar rumah sakit. Mataku membulat sempurna melihat Radit duduk dengan wajah penuh kekhawatiran. Matanya memerah menunjukkan betapa sedihnya dia saat ini. Radit langsung menyadari bahwa aku telah sadar dan menggenggam tanganku erat. “Vanya, kamu sudah sadar. Syukurlah...,” ucap Radit dengan suara bergetar, matanya memancarkan kelegaan yang mendalam. Dengan cepat aku menarik tanganku. Kini pandanganku tertuju pada Edo yang tertidur pulas di tempat yang disediakan untuk wali pasien. Tidur Edo tampak sangat nyenyak, seakan meng

