Pagi ini, aku berdiri di dekat dinding kaca kamar kami, memandang ke luar. Semalam hujan lebat mengguyur, tetapi pagi ini pemandangan yang aku saksikan begitu menakjubkan. Matahari terbit perlahan di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang memantul di permukaan laut. Langit yang semula kelabu kini berubah menjadi palet warna-warni, menciptakan panorama indah yang menyejukkan hati. Aku terkejut saat merasakan pelukan hangat Zein dari belakang. "Indah sekali, sama seperti istriku," bisiknya lembut di telingaku, kemudian membalikkan tubuhku—menangkup kedua pipiku. “Istriku indah,” lirihnya. "Sebentar, nama istrinya Indah?" tanyaku memicingkan mata, sementara Zein terkekeh geli. Dia kembali membalikkan badanku melihat matahari yang masih malu-malu. “Kamu ini, ya, menggemaskan. Jangan b

