Matahari terbit di ufuk timur, tetapi bagiku, dunia tampak suram dan tak berwarna. Setiap detik terasa seperti selamanya sejak berita pesawat yang ditumpangi Zein, hilang kontak. Aku mengelus rambut Edo, yang terlelap di pangkuanku, sementara pikiranku melayang jauh ke udara, memikirkan Zein. Sejak seminggu yang lalu, aku masih berada di Surabaya, berharap kabar baik datang dari pencarian pesawat yang hilang. Malam-malamku pun dipenuhi doa dan tangisan, memohon keselamatan bagi suamiku. “Mbak, makan, yuk,” ajak Rendi seraya mengetuk pintu kamarku. “Papa …! Papa, jangan tinggalin Mamas, Pa,” teriak Edo menangis dalam tidurnya. Air mataku mengalir, Edo selalu memimpikan Zein. Aku tahu, dia juga sangat merindukan papanya. Rendi membuka paksa pintu begitu mendengar teriakan Edo, mengambil

