6

2060 Kata
Ketika pertemuan kedua keluarga berlangsung semalam, Hana tidak dapat menyangka bahwa Adnan bisa tumbuh dewasa dan se-tampan itu. Tapi ia merasakan ada yang hilang dari diri Adnan yang sekarang dari Adnan yang dulu ketika mereka masih kecil dan selalu bermain bersama. Yah, yang kurang adalah sikap dingin Adnan yang seolah tidak mengharapkan kehadiran Hana di rumahnya. Bahkan ia menatap penampilannya layaknya menatap seseorang yang begitu hina. Dan tatapan itu berhasil melukai hati Hana saat itu. Padahal yang ia kenakan adalah baju yang dulu sangat disukai Adnan untuk dipakai Hana. Cuma bedanya, yang dipakai Hana semalam adalah versi dewasanya dan lebih besar daripada ketika mereka kecil dulu. Apakah Adnan hanya menyukai baju itu dipakai anak kecil daripada ketika ia dewasa? Itu artinya, Hana selama ini salah mengira tentang pujian Adnan dulu terhadapnya. Tapi sayangnya, sejak saat itu Hana sudah mulai nyaman dengan gaya berpakaian seperti ini. Menurutnya model ini tidak terlalu ketat atau berat, bahkan cenderung ringan. Daripada ia memakai gaun panjang yang selalu dipakainya tampil di restoran. Menurutnya, gaun itu terlalu menunjukkan lekuk tubuhnya dan membuat Hana sedikit risih. Tapi mau bagaimana lagi? Itu semua adalah tuntutan pekerjaan. Hana tidak bisa semena - mena menolak pakaian yang akan digunakannya untuk tampil. Hana tidak menyangka mendapat respon sedingin itu oleh Adnan. Padahal ia pikir, kekasih semasa kecilnya itu akan berseru kegirangan dengan binar penuh kebahagiaan. Tapi nyatanya? Semua itu hanya ada di angan - angan Hana saja, sedangkan Adnan sama sekali tidak pernah merasakan hal seperti itu ketika bertemu langsung dengan Hana. Dalam sekejap, Hana mulai berpikir bahwa Adnan telah melupakannya. Bahkan mengingat namanya pun mungkin tidak. Apa yang harus Hana lakukan? Ia tidak mungkin mengemis - ngemis ke Adnan hanya agar Adnan kembali mengingatnya. Itu hanya akan membuatnya seperti w************n! Ibunya tidak pernah mengajarkannya untuk merendahkan diri di depan seorang lelaki yang bukan suaminya ataupun ayahnya. Ketika mengingat pertemuan itu, Hana semakin dibuat pusing. Ia memilih untuk berjalan menuju taman kecil yang ada di belakang rumahnya. Walaupun rumahnya tidak terlalu besar, tapi halaman belakang rumahnya lumayan luas dan sering digunakan Hana untuk merenungkan kehidupannya, maupun merefleksikan lagi apa yang telah dilaluinya selama hidup di dunia. Sesampainya di belakang rumah, ia segera berjalan menuju kursi kayu yang nampak sedikit berlubang karena rayap. Namun, kursi itu masih terlihat kokoh dan kuat. Sama halnya dengan manusia, dari penampilannya terlihat rapuh dan mudah hancur. Tapi nyatanya, hatinya begitu kuat dan mentalnya sekeras baja. Mungkin bisa dibilang, kepribadian Hana seperti kursi kayu itu. Dari luar nampak lemah dan rapuh, tapi siapa sangka jika hatinya bisa sekuat ini. Dimulai dari saat kepindahannya dulu bersama keluarganya sewaktu ia masih kanak - kanak. Ia ingat bahwa alasan kepindahannya kerena ayahnya dipindah tugaskan. Tapi sayangnya, bukan itu alasan sebenernya. Yang terjadi ternyata berbeda dengan apa yang dikatakan ayahnya. Faktanya ayahnya itu di pecat, sehingga membuat keluarga Hana harus kembali ke kampung halaman, menetap bersama neneknya yang tinggal seorang diri. Dari sana lah dia mulai belajar untuk bekerja keras dan berusaha menghidupi keluarganya karena sang ayah sudah tidak bekerja lagi. Sampai akhirnya, Tn. Pranaja menghubungi ayah Hana dan memintanya menjadi salah satu pegawai di kantornya. Sontak hal itu membuat keluarga Hana bahagia dan senang. Mereka berencana untuk kembali ke ibukota dan tinggal disana. Namun, Tn. Arkarna melarang istri dan anaknya untuk ikut ke ibukota. Ia ingin berusaha bekerja dengan tekun hingga akhirnya bisa membawa keluarga kecilnya mengikuti jejaknya. Untuk sementara, Hana dan ibunya tinggal bersama neneknya. Hingga Hana lulus dari Sekolah Menengah Atas yang ada di kampungnya dengan nilai yang cukup tinggi. Ia kemudian mendapatkan beasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di ibukota, sehingga ia ikut pindah ke tempat sang ayah. Ketika Hana diterima di ibukota, tentu saja Ny. Arkarna tidak rela jika putrinya harus tinggal sendirian. Terlebih lagi suaminya akan sering bekerja dan tidak ada waktu menemani Hana di rumah nanti. Akhirnya Ny. Arkarna ikut pindah ke ibukota dan mereka memilih menyewa salah satu rumah yang tidak terlalu kecil untuk ditinggali bersama. Selama Hana menempuh gelar sarjananya, ia juga rajin mencari pekerjaan yang menurutnya tidak akan mengganggu kuliahnya. Dan di restoran itulah ia mendapatkan pekerjaan itu. Jika dihitung sejak Hana menempuh pendidikannya, mungkin sekita 3 tahunan Hana bekerja sebagai pengiring musik di restoran. Selain untuk uang jajannya, ia juga menggunakan gajinya untuk di tabung dan akhirnya mampu membeli sebuah rumah untuk keluarga kecilnya. Perjalanan hidup Hana yang penuh perjuangan, membuat Hana semakin menghargai hidupnya. Bahkan dia selalu bersyukur hingga hari ini, dirinya masih sanggup untuk melewati berbagai permasalahan yang ada. Hana sangat berterima kasih kepada kedua orang tuanya karena selama ini selalu mendukung apapun yang menjadi keinginannya. Jadi, untuk alasan apa Hana harus menolak permintaan kedua orang tuanya agar mau dijodohkan dengan Adnan? Terlebih lagi, Adnan adalah cinta pertamanya dan Hana berharap ia akan menjadi cinta terakhirnya nanti. Hana menghirup udara segar di taman dengan dalam - dalam. Ia tak menyangka bahwa kini dirinya telah kembali ke masa awal dimana ia bertemu dengan cinta pertamanya. Walaupun tak lagi menjadi tetangganya, tapi dalam waktu dekat ia akan berada di satu atap yang sama dengan Adnan. Bukan kah itu lebih baik? "Hana? Kamu ngapain sendirian di sini?" Tiba - tiba suara lembut Ny. Arkarna membuyarkan segala lamunan Hana tentang Adnan. Ia segera membalikkan pandangannya ke belakang untuk melihat sang ibunda. Hana memberikan senyum manisnya kepada Ny. Arkarna dan bola matanya mengikuti tubuh ibunya yang ingin mengambil tempat duduk di samping Hana. "Lagi nikmatin udara aja, Bu. Ibu gak istirahat?" Mengingat sekarang pukul 11 siang, biasanya ibunya itu akan tidur siang setelah menyiapkan makan siang tentunya. Maklum, usianya yang tak lagi muda membuat beliau sering kelelahan. Kadang Hana tidak tega setiap melihat ibunya yang selalu melakukan apapun yang menurutnya harus di lakukan. Seperti membersihkan rumah maupun memasak. Katanya jika ia hanya diam saja, rasanya seluruh badannya terasa sakit. "Gak bisa tidur. Mau ngobrol sama kamu saja." Ny. Arkarna menjawab pertanyaan Hana dengan mengatakan alasan mengapa tidak istirahat. Sebenarnya ada hal lain yang ingin dikatakan Ny. Arkarna kepada Hana, hanya saja ia tak tahu harus memulai dari mana. "Ngobrol apa, bu?" Hana sedikit bingung akan ucapan ibunya itu. Tidak biasanya Ny. Arkarna ingin mengobrol secara pribadi seperti ini. Biasanya ia akan mengajak Tn. Arkarna agar obrolan tidak terasa canggung seperti ini. Ny. Arkarna terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "bagaimana pertemuan kemarin menurutmu? Eumh... Maksud ibu, tanggapan kamu terhadap perjodohan ini." Ny. Arkarna sebenarnya tidak ingin tahu akan reaksi Hana tentang pertemuan semalam. Ia hanya tidak ingin bahwa keputusan Hana akan membawa penyesalan bagi dirinya sendiri. Apalagi semalam, Ny. Arkarna tahu jika Adnan sebenarnya tidak terlalu suka dengan Hana. Hingga akhirnya beliau memutuskan menanyakan sikap asing yang ditunjukan Adnan, kepada Ny. Pranaja. Disana lah ibu Adnan menjelaskan semuanya. "Ibu tidak usah khawatir. Jika Hana sudah mengatakan ingin menerima perjodohan itu, maka Hana akan melakukannya. Itu semua bukan hanya karena permintaan ibu dan ayah. Tapi juga rasa cinta Hana kepada Adnan yang timbul sejak kami masih kanak - kanak." Hana menjelaskan dengan jujur tentang perasaannya kepada Ny. Arkarna. Beliau tidak menyangka bahwa anaknya akan berterus terang tentang hal ini. Biasanya Hana selalu menutupi segala emosinya dengan baik dan bersikap seperti biasa. "Kamu? Kamu cinta Adnan?" Rasa terkejut Ny. Arkarna tidak dapat di sembunyikannya lagi. Mulutnya sedikit terbuka ketika mengatakan kalimat itu. Sehingga membuat sebelah tangannya secara refleks menutupi mulutnya. Sebelum mengangguk membenarkan, Hana terlebih dahulu melemparkan senyum manisnya kepada Ny. Arkarna. Cara itulah yang selalu Hana lakukan setiap kali menyembunyikan emosinya. Ia tak ingin orang lain tahu tentang apa yang sedang dirasakannya. "Hana. Ibu tidak menyangka bahwa ibu telah mempersatukan kamu dengan cintamu. Ibu berharap semoga Adnan bisa membalas perasaanmu." Seru Ny. Arkarna dengan gembira. Kebahagiaan yang paling besar baginya adalah ketika melihat anaknya yang telah menemukan cintanya. Karena selama ini, Ny. Arkarna tidak pernah melihat Hana jatuh cinta dengan lelaki mana pun. Bahkan berpuluh - puluh lelaki yang pernah menyatakan cinta kepada Hana, selalu di tolak olehnya. Entah itu alasan akademik maupun rasa tidak ingin berpacaran terhadap siapapun. Kecuali Adnan tentunya. "Iya, bu. Adnan membalas perasaan Hana. Tapi itu dulu... Untuk sekarang, Hana tidak terlalu yakin." Kali ini senyum yang ditampilkan Hana terlihat miris. Seolah senyuman ini melambangkan betapa hancurnya Hana ketika melihat Adnan yang seolah acuh tak acuh ketika berhadapan dengannya. Seketika raut wajah bahagia Ny. Arkarna lenyap, digantikan dengan raut wajah prihatin. Anaknya telah merasakan jatuh cinta pertamanya, tapi langsung ditolak cintanya mentah - mentah. Apalagi ketika Ny. Arkarna mengingat ucapan Ny. Pranaja tentang kesehatan Adnan dulu, sehingga membuatnya melupakan Hana. "Hana. Ibu ada sedikit cerita tentang masa kecil Adnan." Ketika keheningan menyapa keduanya, tiba - tiba Ny. Arkarna berinisiatif untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi terhadap Adnan. Hana yang tengah menunduk menikmati kepahitan kandasnya cinta pertamanya, langsung mendongak dan menoleh kearah sang ibu. Ia menunggu kelanjutan ucapan Ny. Arkarna. "Dia amnesia." Sebagai pembuka, Ny. Arkarna mengatakan alasan mengapa Adnan bisa melupakannya. Yang semuanya itu disebabkan oleh amnesia yang pernah dialami Adnan kecil. Hana terkejut ketika ibunya mengatakan hal itu. Ia semakin bertanya - tanya tentang penyebab Adnan hilang ingatan. Apakah dia pernah kecelakaan dulu? Atau kepalanya terbentur sesuatu? "Dia amnesia karena stres." Untuk alasan ini, Hana mulai tidak percaya. Anak sekecil Adnan dulu, tidak mungkin stres. Jelas - jelas Hana tahu jika keadaan Adnan sebelum ia tinggal, sangat baik - baik saja. Bahkan masih bisa tersenyum untuk dirinya. Lalu, ia stres karena apa? "Karena?" Hana tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Ia kemudian bertanya tentang penyebab Adnan stres kala itu. "Karena kamu." Gumam Ny. Arkarna sambil menatap serius kearah Hana. "Karena aku?" Hana semakin tidak percaya. Tidak mungkin hanya karena Hana meninggalkan Adnan, sehingga membuat pria itu menjadi stres. "Kamu tahu yang dikatakan mama Adnan ke ibu? Katanya, Adnan mengalami depresi karena ditinggal cinta pertamanya. Di kamarnya terpasang banyak foto kalian berdua. Tapi ketika keluarga kita memutuskan pindah, Adnan menjadi marah dan mencopot semua foto - foto itu. Ia mulai tidak percaya dengan apa yang dinamakan cinta. Walaupun saat itu umur Adnan masih sangat kecil. Tapi siapa sangka? Jika Adnan memiliki rasa cinta yang teramat dalam kepadamu Hana." Penjelasan kali ini, Ny. Arkarna mulai bersuara lirih. Ia tidak kuat menceritakan apa yang sudah terjadi kepada anak sahabatnya itu. Ny. Pranaja juga mengatakan bahwa Adnan mulai suka berbicara sendiri dan menganggap ada Hana di hadapannya. Hingga akhirnya teman - teman sepermainan Adnan, menganggap anak itu gila. Bahkan tak jarang para tetangga menyebut Adnan sebagai anak autis karena tidak dapat berinteraksi dengan anak - anak lain. Padahal bukannya tidak dapat berinteraksi, hanya saja teman - teman Adnan mulai menjauhinya sejak Adnan mulai bertingkah aneh. Hingga akhirnya Ny. Pranaja membawa anaknya ke psikiater. Psikolog menyarankan agar barang - barang yang berhubungan dengan sumber depresi Adnan segera dihilangkan. Yah, barang - barang yang berhubungan dengan Hana. Sejak saat itulah, Adnan mulai merasa hari - harinya terasa kosong. Ia tak tahu untuk berbuat apa lagi. Hingga akhirnya ia melupakan sosok Hana akibat kedatangan Talita yang pindah ke tempat tinggal Hana yang dulu. Tanpa sadar otak Adnan mulai merasa bahwa Talita adalah pengganti Hana dan semua tentang Hana benar - benar terlupakan dari kehidupannya. Di usia Adnan yang masih kecil sudah mulai bisa merasakan depresi. Dan tak jarang, penyakit itu sering kambuh jika dirinya sedang berada di masa - masa sulit. Maupun di dunia permainannya. Tapi sedikit demi sedikit semuanya telah terlewati, dan Adnan mulai menyukai cinta barunya yaitu Talita. Gadis ini lah yang selalu ada ketika ia melewati masa - masa kekosongannya akibat Hana. "Kalau kamu ingat. Bagaimana dulu Adnan memperlakukanmu. Mungkin dari sanalah kamu tahu, mengapa Adnan bisa se-depresi ini. Bahkan Ny. Pranaja pernah bilang, setiap malam Adnan selalu mengatakan 'Bukankah kita akan menikah. Kenapa kamu pergi?'. Lalu Adnan akan menangis ketika selesai mengatakan itu." Cerita Ny. Arkarna masih berlanjut, dan kali ini mampu membuat Hana menitikkan air matanya. Ia sangat ingat, bagaimana perlakuan Adnan dulu. Adnan-nya itu selalu memperlakukannya bak putri, Selalu melindunginya, selalu memberikan perhatian yang lebih kepadanya. Bahkan jika Adnan disuruh memilih antara bermain dengan teman - temannya atau bersama Hana. Ia akan menjawab dengan tegas bahwa dia tidak akan bermain dengan siapapun selain Hana. Dan hal itu membuat Hana menyalahkan dirinya sendiri. "Jadi, penyebab Adnan tidak mengenali Hana karena.... Aku?" Dengan suara serak bercampur isak tangis, Hana mulai menyalahkan dirinya sendiri. Andai dulu dirinya tidak pindah, pasti Adnan tidak akan melupakannya. Ny. Arkarna yang melihat anaknya terlihat sedih, berusaha menenangkannya dengan memegang kedua tangan Hana dan mengusapnya perlahan, seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik - baik saja. To Be Continued....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN