Author’s POV
Giandra dan Keyra duduk saling berhadapan dengan suasana canggung. Atmosfer terasa begitu membingungkan. Setelah semalam dua insan itu bergumul begitu panas, pagi ini seolah seperti dua orang asing yang tak saling kenal.
Keyra menelisik wajah suaminya yang terlihat tenang. Dia menyantap menu sarapannya tanpa berkomentar apapun tentang rasa masakannya. Keyra berpikir kenapa laki-laki ini begitu dingin? Apa dia hanya baru bisa bersikap hangat saat tengah bersamanya di ranjang? Keyra masih bisa mengingat setiap sentuhan Giandra di titik-titik tubuhnya yang begitu sensitif. Ciuman yang begitu memabukkan di bibirnya, lehernya, dadanya dan setiap jengkal tubuhnya telah meninggalkan banyak tanda merah di mana-mana. Keyra menikmati setiap sentuhan Giandra dan mendengar desahan napasnya yang membuat telinganya meremang. Meski di puncak pencapaian tertingginya sebagai milik Giandra membuatnya merasakan sakit luar biasa, namun Keyra begitu bahagia karena dia telah menjadi milik Giandra seutuhnya.
Keyra bertanya, apa semalam itu juga meninggalkan kesan berarti di hati Giandra? Apa Giandra merasa bahagia sepertinya? Atau Giandra menjadikan malam itu hanya sebagai pelepasan hasratnya? Bagi Keyra menyerahkan kesuciannya pada suami adalah moment yang begitu krusial dan sakral. 25 tahun dia menjaganya dengan baik dan semalam dia menyerahkan semuanya untuk Giandra. Tanpa ia duga, malam itu juga menjadi pengalaman pertama Giandra. Sekuat apapun usaha Giandra untuk terlihat profesional di mata Keyra, semua itu semua tak bisa menutupi rasa canggungnya dan bahkan wajahnya sedikit pucat dan cemas kala dia begitu sulit mengoyak dinding keperawanannya. Itulah moment yang paling absurd untuk Keyra. Mata mereka saling beradu, napas memburu, namun masing-masing merasakan sesuatu yang aneh dan menggetarkan seluruh bagian tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki.
Di saat yang sama Giandra tak berani menatap istrinya begitu intens. Tentu dia sangat menyukai moment semalam. Untuk pertama kalinya Giandra berhubungan dengan perempuan dan rasanya memang benar-benar luar biasa menakjubkan. Ia bisa memaklumi kenapa Steven selalu uring-uringan jika sudah lama tak ada yang menemaninya tidur. Giandra seakan tak bisa melepaskan pikirannya dari ciuman Keyra yang semakin panas dan liukan tubuhnya yang selalu bisa membuatnya menegang. Keyra begitu memukau dengan sentuhan-sentuhan lembutnya dan suara seksinya saat memanggil namanya setiap kali istrinya mendesah kala menikmati perlakuannya. Ia menyukai sikap aktif Keyra yang pada akhirnya mendorong Giandra untuk bersikap agresif menyalurkan hasratnya yang menggebu-gebu. Membayangkan moment semalam saja sudah bisa membuat pikiran Giandra cenut-cenut tak menentu. Rasanya ia ingin mengulang kembali namun pagi ini bukanlah waktu yang tepat.
Masing-masing tak ada yang bersuara. Hanya suara singgungan sendok pada piring yang terdengar melengking. Mereka saling menatap.
“Ehm.. kamu udah nanya ke Raynald soal kemarin?” Giandra memberanikan diri mengawali percakapan.
Keyra mengangguk, “udah. Oya kemarin dia berkelahi dengan temannya. Dia kena skorsing tiga hari.”
“Apa? Berkelahi?” Giandra menggeleng, “entahlah bandelnya nggak ilang-ilang. Dia kurang perhatian dari orangtua. Pergaulannya juga tidak terawasi, dia banyak berteman dengan teman-temannya yang bandel.”
“Kak Rizki dan istrinya sering ke luar negeri ya? Dulu Raynald sering cerita orangtuanya punya bisnis di luar negeri makanya dia sering ditinggal.” Keyra meneguk segelas air putih dan mengakhiri sarapannya.
“Iya kak Rizki punya restaurant di London. Sebenarnya aku kasihan ama Ray. Kadang kak Rizki dan kak Reva nggak tahu-menahu gimana kelakuan Raynald di sini. Sedari kecil kami memang dibesarkan di keluarga yang super sibuk. Kalau aku lihat, pola asuh ayah dan ibu kayak menurun gitu, kakak-kakakku menerapkan pola asuh yang sama untuk anak-anak mereka. Ini semacam rantai yang mesti diputus. Aku nggak mau saat nanti kita punya anak, dia bernasib sama seperti Raynald.”
Ada sesuatu yang berdesir di hati Keyra kala mendengar Giandra membahas soal anak.
“Kamu udah siap untuk punya anak?”
Pertanyaan Keyra membuat Giandra sedikit tersentak.
“Harusnya aku yang bertanya padamu kan? Karena kamu yang akan mengandung dan melahirkan. Perjuanganmu lebih berat dibanding perjuanganku yang bertugas mencari nafkah dan menjadi ayah yang baik untuknya. Melahirkan itu seperti bertaruh nyawa Key.”
Keyra tercenung. Tentu dia sudah paham resiko berhubungan badan, itu artinya dia juga siap hamil.
“Key, apa kamu belum siap? Kalau memang kamu belum siap, harusnya dari semalam kamu bilang. Aku nggak akan mengeluarkan di dalam.” Tukas Giandra.
Keyra segera menggeleng, “bukan aku nggak siap Gi. Insya Allah aku siap. Hanya saja aku suka dengan pemikiranmu saat tadi kamu membahas soal anak. Itu artinya kamu sudah siap menjadi seorang ayah yang baik.”
“Dan untuk menjadi ayah yang baik, aku butuh bantuanmu Key.”
“Kita saling membutuhkan Gi.” Keyra mengulas senyum.
“Oya Key, rumah sudah selesai direnovasi. Kita bisa segera pindah ke sana.” Giandra mencoba tersenyum. Senyum pertama yang ia ulas selama perbincangannya dengan Keyra.
“Alhamdulillah kalau gitu.”
Giandra meminum segelas air putih sebelum akhirnya beranjak dan mengambil tas kerjanya.
“Aku berangkat Key. Seperti biasa, aku minta pak Tatang untuk menjemputmu. Aku buru-buru, ada rapat pagi.” Giandra berlalu begitu saja melewati Keyra tanpa melakukan pamitan dengan cara lain.
Keyra terpaku. Dia menghela napas dan sepertinya dia harus terbiasa menghadapi sikap suami yang tak serta merta langsung berubah menjadi lebih hangat kendati semalam mereka sudah menghabiskan malam yang begitu romantis dan indah.
Keyra mengecek kembali isi tasnya. Smartphone yang tengah terhubung dengan charger ia lepaskan dan ia masukkan ke dalam tas. Saat dia hendak keluar dari ruangan, matanya terbelalak mendapati Giandra mematung di hadapannya.
“Ada yang ketinggalan.” Ucap Giandra dan menatap Keyra dengan tajam.
“Tasmu? Bukannya tadi kamu udah membawanya?”
Tanpa basa-basi, Giandra menangkup kedua pipi Keyra dan menciumnya lembut. Keyra terkesiap. Ia tak menduga Giandra berbalik kembali hanya untuk memberi ciuman untuknya. Giandra menciumnya sekali lagi, kali ini ciumannya lebih dalam dan membuat debaran jantung Keyra seakan berdegup lebih cepat.
Mata mereka beradu setelah masing-masing melepaskan ciuman yang sama menggebunya dengan ciuman semalam. Kedua sejoli itu saling melempar senyum. Giandra berbisik lirih, “terimakasih untuk semalam Key. Itu pengalaman pertamaku juga dan semalam kamu begitu menakjubkan.”
Keyra tersipu dan ia menundukkan wajahnya, tak berani menatap Giandra karena ia tengah menyembunyikan wajahnya yang mungkin sudah memerah.
“Khimarmu berantakan Key.. Kalau besok-besok jadwalku nggak begitu padat, aku akan mengantarmu.”
Giandra mengecup Keyra sekali lagi. ia hendak memperdalam ciumannya namun Keyra tak begitu merespon dan menjauhkan wajahnya sedikit.
“Udah Gi, nanti kita telat. Apa yang semalam belum cukup?” Keyra tersenyum menggoda.
Giandra tertawa kecil, “iya Key. Ciumanmu benar-benar sudah menjadi candu untukku. Ya udah kita turun ke bawah bareng ya. Tadi aku lihat pak Tatang sudah menunggumu.”
Keyra mengangguk. Hatinya berbunga-bunga, seperti taman yang dipenuhi bunga berwarna-warni. Dan ia yakin bukan hanya ciumannya saja yang akan menjadi candu untuk Giandra, tapi cintanya juga.
******
Begitu tiba di kantor, Danar sudah bersiap menyambut kedatangan atasannya dan ikut masuk ke dalam ruangannya. Dia membacakan agenda rapat hari ini yang ditunda setelah jam makan siang. Salah satu perwakilan dari perusahaan Nusantara berhalangan hadir di jam yang sudah ditentukan. Setelah Danar menghubungi semua perwakilan dari perusahaan lain yang akan mengikuti rapat, diperoleh kesepakatan untuk melaksanakan rapat setelah jam makan siang.
“Tahu gini tadi saya antar Keyra dulu ke sekolah.” Gumam Giandra pelan.
“Sepertinya bapak sudah mulai berbaikan dengan bu Keyra.” Danar mengulas senyum. Dia memang begitu dekat dengan atasannya ini sehingga dia tak sungkan untuk mengomentari sesuatu terkait dengan kehidupan pribadi sang atasan.
“Dia sekarang udah jadi istriku. Sudah seharusnya kami menjalin hubungan yang baik kan?” Giandra mengulas senyum tipis.
Suara ketukan pintu membuat Giandra sedekat tersentak. Dari balik pintu Steve memasuki ruangan. Danar undur diri dari ruangan. Steve duduk tanpa dipersilakan terlebih dahulu.
“Aku nggak mengerti kamu bisa tahan dengan asisten pribadi seorang laki-laki. Ayolah Gi, banyak wanita cantik dan kompeten yang bisa kamu pekerjakan. Itu kenapa aku selalu memilih perempuan yang cantik dan cerdas untuk menjadi sekretaris pribadiku. Rasanya aku jadi punya semangat lebih tiap berangkat ke kantor.”
Giandra terkekeh mendengar bualan sahabatnya.
“Orientasi kita beda Steve. Kamu punya niatan lain sedang aku butuh seseorang yang benar-benar cakap bekerja. Apalagi sekarang aku udah nikah Steve. Lebih baik aku mempekerjakan asisten laki-laki kan? Menghindari perempuan non mahram itu lebih baik. Maksudku bukan berarti kita antipati untuk berkerja dengan perempuan, karena hal itu nggak bisa dihindari juga kan? Sekarang ini banyak perempuan memegang jabatan strategis dalam perusahaan. Hanya saja untuk sekretaris pribadi itu kan benar-benar dekat dengan kita, setiap kita rapat di di luar, dia selalu ikut, itu yang membuatku memilih Danar untuk melakukan tugas itu.”
Steve menggeleng mendengar penjelasan temannya, “ckckck....kamu memang CEO yang langka Gi.”
“Jangan kebanyakan nonton film tentang CEO yang playboy, m***m , doyan mempermainkan perempuan dan menabur benih dimana-mana Steve. Aku tersinggung lho kalau banyak yang menggambarkan CEO seperti itu. Aku pengecualian. Apalagi sekarang aku udah punya istri. Fokusku tentu hanya ke istriku saja, bukan malah memerhatikan perempuan lain.” Giandra membuka-buka notulen tapat yang sudah dibuat oleh Danar.
“Kayaknya ada perkembangan yang pesat dari hubunganmu dan Keyra. Apa kamu sudah jatuh cinta padanya?” Steven menaikkan alisnya.
Giandra mendongakkan wajahnya dan menatap Steven tajam. Jatuh cinta? Bahkan tak sedikitpun kata itu terlintas di benaknya. Giandra tak tahu apa dia sudah benar-benar jatuh cinta pada Keyra atau belum. Tapi yang pasti Giandra sudah mulai merindukannya dan selalu ada semangat lebih setiap kali pulang dari kantor.
******
Sebelum pulang ke apartemen, Steven mengajak Giandra untuk mampir sejenak di coffee shop langganannya. Sebelumnya dia mengirim WA untuk Keyra.
Key, Steve mengajakku mampir ke coffee shop sebentar. Aku pulang agak telat.
Satu perubahan yang lebih baik dari Giandra karena biasanya dia tak memberitahu Keyra setiap pulang telat.
Jangan lama-lama ya. I’m waiting..
Keyra tak hanya mengirim sebuah pesan tapi foto selfienya yang sengaja ia potret dengan menonjolkan belahan dadanya yang terlihat begitu jelas dia balik gaun tidurnya yang seksi. Giandra menelan ludah dan rasa-rasanya dia ingin segera tiba di rumah. Tapi dia sudah berjanji untuk menemani Steve.
Setiba di coffee shop, mereka memilih duduk di pojok paling kanan, dimana tempat duduknya menghimpit kaca etalase hingga memungkinkan pengunjung untuk bisa leluasa mengamati laju kendaraan di jalanan dari balik kaca. Datanglah seorang pelayan perempuan berhijab membawa buka nota untuk mencatat pesanan. Giandra terkejut bukan main kala dia merasa mengenal sosok perempuan itu. Perempuan yang dulu sempat menorehkan luka yang teramat menyakitkan dan membuatnya trauma untuk jatuh cinta... Vania Armetta...