Aku kesal. Gara-gara tikus sialan itu, aku menjadi kehilangan timing untuk mengikuti Ibu. Aku menjadi sebal sendiri karena saat aku hendak menyusul ibuku, wanita yang sudah melahirkanku itu sudah kembali dengan wajah cemberut. Aku segera mendekatinya tanpa mengatakan apapun. Khawatir, dia cemberut karena aku. Aku tidak mau menjadi pelampiasan. Nanti, bisa-bisa aku diubahnya menjadi batu seperti cerita anak durhaka si Malin kundang yang pernah aku baca di buku saat masih anak-anak dulu. Meskipun tidak sekolah, aku dan kedua adikku, bisa membaca dan menulis. Kami tidak buta huruf. Ibu dan ayah selalu bergantian mengajari kami di kala senggang sehingga kami bisa menulis dan membaca dengan fasih. Meskipun, Bagas adalah yang paling cerdas. Dia yang bisa membaca dengan lancar lebih dulu. Khusus

