“Mas, boleh aku ke makam kedua orang tuaku?” tanya Nayara lirih, matanya menatap manik hitam legam milik Adiraja—mata yang selama ini dianggapnya hanya memantulkan kegelapan, namun belakangan justru menjadi tempatnya mencari kehangatan dan perlindungan. Sisi lain Adiraja yang Nayara tau. Jari-jari besar Adiraja tak berhenti menyusuri surai lembut istrinya yang tergerai di d**a telanjangnya. Gerakan itu lembut… membiarkan istrinya terbuai akan sentuhan lembut darinya. Hanya darinya. “Kapan kamu mau ke sana?” tanyanya pelan, suaranya dalam dan berat, tapi tanpa tekanan. “Besok… boleh?” Adiraja mengangguk ringan. “Boleh,” ucapnya seraya menarik helaan napas panjang. “Tapi setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, ya.” Nayara sontak bangkit dari rebahannya, menyangga tubuhnya dengan kedua l
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari


