Beberapa hari setelah pembicaraan mengenai anak kemarin, Bina masih terlihat pendiam. Perlahan dia mulai menyadari bahwa yang sebenarnya membutuhkan waktu bukanlah Miko melainkan dirinya. Banyak hal yang membuat Bina Ragu. Apakah pernikahan yang dia anggap palsu ini akan bisa melindungi anaknya kelak? Apakah memiliki anak dengan seseorang yang bahkan dia belum yakin perasaanya itu akan baik-baik saja? Apakah anaknya akan Bahagia kelak? Apakah keluarga yang kelihatannya baik ini suatu saat akan berubah menjadi seperti keluarganya? Bukan Miko yang butuh berpikir, karena Miko hidup dengan Bahagia selama ini. Tapi justru Bina yang hidup dalam ketakutan sepanjang hidupnyalah yang harus berpikir puluhan kali untuk menerima tanggungjawab anak yang tidak mudah itu. Karena sepenuhnya Bina menyadar