Rangga belum bisa tidur, sudah lima hari dia menjalani pernikahan sah tapi palsu ini, selama lima hari juga dia fokus untuk menyelesaikan ini dan itu di kampusnya. Rangga mengakui, semenjak Naima menjadi penasehat akademiknya, semua menjadi lebih mudah, tidak ada urusan yang tidak selesai bagi wanita itu.
Sekarang skripsinya sudah bab dua, dosen pembimbing tidak bertanya lebih lanjut ketika Rangga menyampaikan bahwa dia sudah konsul dengan Naima. Membawa Naima saja di setiap urusan, maka urusan langsung beres.
Begitu mengagumkan memiliki kecerdasan di atas rata-rata, nama Naima dikenal di kampus karena dosen muda yang cerdas. Naima adalah Dosen berprestasi kebanggaan Universitas, dia terlibat dalam penelitian-penelitian besar yang didanai pemerintah. Dia juga memiliki jabatan penting yang tidak bisa diremehkan.
Rangga sangat kenal dengan nama Naima, tapi tidak tahu bahwa dosen terkenal itu masih muda, hanya beberapa tahun di atasnya. Kebetulan dia tak pernah diajar oleh Naima selama ini.
Dunia memang aneh, sekarang Naima malah berstatus sebagai istrinya. Walaupun bukan istri sungguhan. Namun secara agama dan hukum negara pernikahan mereka sah.
Sejatinya Rangga merasa berdosa sudah mempermainkan pernikahan, apapun alasannya pernikahan adalah ikatan sakral yang tak boleh dipermainkan, karena, suami wajib memberi nafkah lahir dan batin kepada istri.
Untuk nafkah lahir, mungkin bisa dilakukannya, penghasilan sebagai driver ojek online lumayan untuk makan sehari-hari, walaupun akhir- akhir ini dia sering off karena fokus ke pendidikannya. Naima pun bukan tipe wanita yang banyak menuntut, dia dengan suka rela membagi apa yang dia miliki dengan Rangga. Untuk urusan yang, Naima tak pernah perhitungan.
Yang kedua yang sangat mustahil dilakukannya dan tak mungkin di lakukan-nya. Nafkah batin ... dia tahu nafkah batin itu melingkupi rasa cinta kasih kepada istri dan hubungan intim di tempat tidur. Jelas, kedua jenis ini takkan bisa diberikannya dalam pernikahan mereka. Mereka pun sudah sepakat tentang itu.
Sebagai laki-laki dewasa berumur dua puluh tujuh tahun dan memiliki kemampuan menilai yang tinggi, Rangga memberi nilai kepada Naima dengan label cukup cantik.
Naima memang cantik, matanya bulat dan berbulu lentik, hidungnya kecil dan bangir, bibirnya mungil tapi padat, kulitnya kuning langsat dipadukan dengan rambut lurus hitam legam, tubuhnya langsing tapi berisi di bagian yang diperlukan. Naima memiliki semua kecantikan wanita Asia.
Hanya saja penampilan yang tidak begitu memperhatikan fashion dan sifat kakunya itu membuatnya menjadi tidak begitu menarik, dia terlalu serius dalam berbagai hal, tidak suka bercanda dan hidupnya berjalan monoton.
Untuk tipikal istri idaman, Naima memiliki semuanya, cantik, tubuhnya bagus, pintar mengurus rumah dan memasak, pintar mencari uang dan mengatur keuangan, tapi dia bukanlah wanita yang mudah.
Rangga menghela nafas, lima hari tinggal serumah, dia sudah mengenal Naima dengan baik.
Baru saja Rangga berniat mematikan lampu kamar, ketukan pintu menghentikan gerakannya. Rangga bergegas, Naima berdiri di sana, masih sama, kaca mata berbingkai hitam dan rambut di-kuncir kuda, sebagian poni menutup alisnya, piyama bergambar kartun itu malah membuatnya seperti anak SMA, kalau Rangga tidak ingat yang di depan ini adalah si dosen galak, dia akan mencubit pipi itu karena gemas.
"Boleh aku masuk?"
Naima melirik kamar Rangga, matanya terlihat tidak senang, Rangga tau, Naima tidak suka dengan sesuatu yang berantakan.
"Silahkan."
Rangga bergegas lebih dulu, memungut pakaian yang teronggok di lantai, buku komik yang bertebaran, serta kaleng bekas minuman yang tergeletak tak berdaya di beberapa tempat.
Naima diam saja, tapi tangannya bergerak lincah merapikan kamar Rangga. Rangga nyengir tak enak.
"Apa kau bisa tidur dengan kamar yang mirip kandang kuda ini?"
Akhirnya mulut mungil itu berbicara juga. Rangga tak menjawab, dia hanya senyum -senyum tak jelas.
"Ya Tuhan, apa ini?" Naima mengangkat celana dalam warna Maroon Rangga yang tercecer di bawah kasur, Rangga terkesiap... Lalu merampas barang pribadi itu dari tangan Naima, dia sangat malu.
"Kenapa barang itu bisa tercecer sembarangan?"
"Bukan tercecer, saya lupa memakainya setelah melepaskannya tadi sebelum berwudhu."
Naima awalnya diam, tapi ketika dia mencerna ucapan Rangga satu persatu, mukanya menjadi memerah, itu artinya Rangga saat ini tidak memakainya? Dia penasaran, Rangga mengikuti kemana mata Naima, dengan senyum tololnya dia mengatupkan kedua paha dan menutupinya dengan telapak tangan, dia memakai bokser longgar.
Naima mendecakkan lidah.
"Kau ini." Naima menggeleng, kenapa dia bertingkah sembrono saat ini, sangat memalukan.
"Besok kita ke perpustakaan lagi, aku ingin bab dua-mu di ACC besok." Naima berlalu menutup kamar Rangga. Padahal banyak yang mau di sampaikan kepada laki-laki itu, tapi otaknya jadi kosong gara gara kejadian barusan.
"Aku sudah gila."
Naima tak pernah tau, ada sisi nakal dalam dirinya saat ini.
***
Rangga mengumpat pelan, kemana pun dia berjalan dia menjadi bahan ejekan karena setia mengekor Naima kemana pergi. Naima bersikap tak peduli, tapi Rangga semakin salah tingkah setiap menangkap bisik-bisik miring para juniornya itu.
Sekarang Naima menyuruhnya menunggu, ada buku yang harus diambilnya terlebih dahulu.
"Hai, Bro."
Tepukan halus di bahunya membuat Rangga menoleh. Alex, dua tahun di bawahnya, tapi pria itu tak menghormatinya sedikit pun.
"Kau jadi artis di kampus kita, jadi trending topik."
"Kenapa?" Rangga menangkap ada yang mau dikatakan Alex, Alex sangat suka ikut campur.
"Habisnya kau menghinggapinya seperti lalat."
"Apa ngak ada perumpamaan yang lebih baik dari itu? kau tidak sopan." Rangga mendecak-kan lidahnya, dia tidak suka dengan orang yang tidak sopan.
"Aku heran, apa keuntungan yang di dapat dari dosen cantik itu?" Alex semakin penasaran.
"Aku cepat lulus, itu saja."
"Itu keuntungan biasa, selain itu?"
"Keuntungan apa lagi?" Rangga tidak paham ke mana arah pembicaraan pemuda urakan itu.
"Setidaknya kau dapat kehangatan darinya, atau lebih tepatnya hubungan satu malam."
Rangga marah, kemudian memukul kepala Alex, mulut itu benar-benar kurang ajar. Alex malah tertawa.
"Kau kira aku sepertimu."
"Ayolah, kau kolot sekali, dua puluh tahun masih perjaka? Kau merusak citra orang ganteng abad ini."
"Terserah kau saja." Rangga tidak tertarik membahas masalah itu.
"Ckckck ... kasihan dia, wajah kakunya itu karena tidak pernah mendapatkan sentuhan laki-laki."
Belum selesai Alex bicara, sebuah pukulan yang sangat keras mendarat di wajahnya, Alex meringis, bangkit dari duduknya, mengusap bibirnya yang pecah. Wanita yang berada di sana menjerit saat Alex bangkit membalas pukulan Rangga, dua manusia itu saling bangku hantam tanpa berniat mengakhiri.
Alex sudah babak belur, Rangga menunjuk wajah lebam itu dengan geram, secara fisik dan kemampuan bela diri, dia jauh lebih unggul dari Alex.
"Jaga mulutmu! jangan bicara kurang ajar."
"Ha ha ha." Alex tertawa. "Apa kau impoten? Karena aku mendapati pacarmu masih dalam keadaan perawan, pacarmu luar biasa...."
Rangga mengamuk, sekali terjang akhirnya Alex tak sadarkan diri. Dia sangat marah dengan apa yang dikatakan Alex. Apa yang baru saja Alex katakan? Mendapati pacarnya yang masih....
Di sudut sana, seorang wanita berkerudung biru menyimak semua kejadian itu dengan bibir bergetar. Dia adalah Naima, dia tak menyangka sedikit pun, begitu rendah Alex menilainya.
Tak ada yang berani membantu Alex, dan belum ada satu pun keamanan yang datang di lokasi itu, karena mereka agak jauh dari gedung pusat.
Rangga mengusap darah yang mengalir di bibirnya secara kasar, ketika dia berpaling, matanya menangkap wajah Naima, matanya berkaca-kaca, dan pandangannya sulit di artikan.
Naima berlari, sejauh yang dia bisa, Rangga mengejarnya, dia tak peduli dengan bisik bisik penasaran mahasiswa lain.
Rangga berhasil menangkap lengan Naima, walaupun dihempaskan secara kasar.
"Bu, sejak kapan ibu berada di situ?"
"Itu bukan urusanmu." Naima berjalan ke parkiran, membuka kunci mobilnya, dengan sigap Rangga masuk lebih dulu.
"Turun!" perintah Naima ketus.
"Saya tidak mau."
"Aku bilang turun!" jeritnya.
"Tidak." Rangga menjawab dengan suara meninggi.
"Ini mobilku."
"Kau istriku." Rangga tidak mau mengalah. Naima putus asa, kalimat penghinaan yang dilontarkan Alex terus terngiang di kepalanya.
Dia menundukkan wajah ke stir mobil. Bahunya bergetar, tapi suara tangis itu tidak keluar.
"Tinggalkan aku sendiri!"
"Aku tidak mau, kau harus mendengar langsung dariku."
"Sejak kapan kau menjadi tidak sopan kepadaku." Naima mendelik dengan mata basahnya.
"Kita harus bicara! aku tak ingin kau memiliki kesimpulan sendiri."
"Jangan mendikte-ku! kau hanya... hmphhtf."
Ucapan Naima tenggelam di tenggorokan saat Rangga membungkamnya. Naima memukul mukul d**a Rangga, berniat melepaskan diri.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Rangga. Rangga tersenyum masam, meraba pipinya, tidak hanya Naima yang terluka hatinya saat ini, dia lebih jauh terluka mengetahui fakta tentang kekasihnya, dia tidak menduga sama sekali akan mendapatkan pengkhianatan separah ini.
"Jangan kurang ajar padaku!" Naima menghapus sisa perbuatan Rangga yang tertinggal di bibirnya.
"Keluar dari mobilku!"
Naima kembali berteriak. Rangga menatap nanar, akhirnya dia mengalah.
"Kita akan bicara di rumah," jawab Rangga kemudian.
Rangga menutup pintu mobil Naima dan menyalakan motornya, kemudian dia pergi dengan kecepatan tinggi. Wanita itu adalah tujuannya, orang yang sangat dicintainya, dia harus mendengarnya sendiri, dia berharap apa yang dikatakan Alex hanya sekedar bualan.
Naima terisak, dia sangat terhina, kenapa laki-laki memandang rendah dirinya hanya karena dia perawan tua. Ucapan Alex sangat menyakiti hatinya, apa salahnya pada Alex selama ini.