Saat Shania membuka matanya ia langsung di hantam rasa sakit di kepala nya. Membuat Shania melenguh pelan. Tangan nya langsung menyentuh kepalanya sendiri. Ia memejamkan kedua mata dengan kuat, dengan memijit pelan kepalanya. Berharap rasa sakit itu hilang.
Setelah di rasa lumayan, baru lah ia benar - benar membuka matanya. Dan, mulai mengerutkan dahi nya saat melihat kamar asing yang ia tempati sekarang. Ia mulai menebak di mana ia sekarang, menatap bedcover yang ia rasa bukan lah milik nya. Dan ruang kamar, mulai dari lemari, meja kerja.
Sejak kapan di kamar ku ada meja kerja ? Batin nya sendiri.
Shania berdeham pelan, merasa kerongkongan nya kering. Mengabaikan keheranan nya. Mungkin karena efek alkohol yang berlebihan membuat nya pusing dan belum sepenuh nya sadar dari hoyong nya.
Cklek
Shania membuka pintu dan melangkah keluar dengan masih meringis sambil terus memijiti kepalanya.
Assalammualaikum warahmatullah
Assalammualaiku warrahmatullah
Suara yang sangat pelan itu menghentikan langkah Shania. Ia menelan ludah nya sendiri. Matanya menatap tepat pada sebuah ruangan kecil yang ada tepat di hadapan kamar.
Sosok laki - laki tengah duduk bersimpuh dan mulai menadahkan kedua tangan nya. 
Deg
Jantung nya langsung berdetak lebih cepat, ia bisa melihat wajah samping laki - laki itu. Laki - laki yang siang kemarin bertemu dengan nya. Shania mundur selangkah. Dan memandangi pria itu dengan lekat dan penuh tanya. Sampai ia tidak sadar kalau kini Khalif berjalan menghampiri nya.
"Pusing ?" 
Shania reflek mundur kembali, ia mengangkat kepalanya untuk menatap Khalif. Kembali ia menelan ludah nya, dan menunduk lagi. Khalif menatap nya tajam dan juga dingin.
Hahhh  
Khalif mendesah lelah. "Aku tidak tau kenapa orang - orang lebih suka membutuhkan pada minuman haram itu di banding datang dan mengadu pada sang pencipta " ujar Khalif, sambil berjalan menuju pantry.
Duhg
Shania sedikit terperanjat ketika Khalif menghentakkan sebotol minuman di atas meja.
"Apa dunia artis, membuat mu menjadi lupa segala nya? " tanya Khalif dengan nada dingin.
Shania diam, ia tidak tau harus mejawab apa. Lidah nya kelu, ia hanya mampu menatap pria itu dengan penuh kerinduan tanpa berani mengatakan apalagi berlari dan memeluk nya. "Ya, hahahaha.. aku rasa itu lah surga kalian, may be. Lelah bekerja seharian, bersandiwara sana sini. Dan.. bumm!!..  ini lah sebenarnya kalian. "
Khalif menatap Shania lagi, lalu menggeleng sambil tersenyum sedih. Ia mengambil botol minuman keras itu dan berbalik menuju bak cuci piring. Di tuangkan semua air itu hingga tandas. Dan membuang botol ke tong sampah.
"Banyak yang bilang, aku katrok dan juga kampungan. Hanya karena, saat aku datang ketempat itu dan membawa air putih dari luar. " ujar Khalif sendiri. Kembali ia menatap Shania sekilas. Lalu berbalik untuk mengambil gelas dan mulai membuat teh hangat.
"Aku hanya bergidik ngeri dan membiarkan saja saat teman - teman kuliah dan kerja ku melakukan itu. Minum - minuman itu, berpesta gila - gilaan. Tapi, saat aku melihat kamu juga sama dengan mereka. Membuat ku.... entah lah.. " lanjut nya. Ia kembali menghampiri Shania yang masih berdiri di depan kamar. Matanya mulai berkaca menatap Khalif berdiri di depan nya. "Minum lah, biar sakit kepala mu reda " ujarnya memberikan segelas teh hangat.
Shania diam, ia menatap gelas di tangan Khalif, lalu kembali menatap Khalif yang mengenakan baju koko, sarung sebagai bawahan. Dan juga, peci hitam. Ia menatap wajah pria itu dengan lekat dan penuh kesesakkan.
"Ka... loe yang bawa gue kesini ?!"  Shania langsung merutuki nada dingin dan datar dalam ucapan nya.
Khalif diam, menatap nya lebih lekat lagi. Lalu ia menunduk melihat ke arah dua tangan Shania. Dan saat itu kah Shania menyadari sinar tatapan Khalif meredup. Membuat Shania ikut melihat pada apa yang di lihat Khalif.
Shania kembali merutuki dirinya sendiri, gelang yang selama ini ia pakai tidak ada di sana. Ia lupa memakai nya kembali saat ia ke kamar mandi kemarin malam.
"Aku terlambat " ucap Khalif, menatap nanar pada dua pergelangan Shania. Reflek Shania langsung menyembunyikan tangan nya ke belakang. Khalif tersenyum perih. Membuat Shania menggigit bibir bawah nya sendiri. 
Lalu ia melihat dan mengangkat sedikit tangan kirinya. 
"Salah ku kan yang terlalu lama, gak apa, aku juga akan melepaskan nya " ucap Khalif sambil membuka gelang nya. Membuat Shania langsung kaget dan gelagapan. 
Khalif berbalik, ia meletakkan gelas di atas meja bar. Lalu mulai membuka gelangnya. 
Sret
"Aku lupa memakai nya lagi, setelah dari kamar mandi, kemarin. " ucap Shania begitu lugas.
Khalif menatap lekat pada Shania, lalu tersenyum tipis.
"Jadi.... " Khalif dengan sengaja menggantung ucapan nya. 
Shania diam, muka nya memerah. Apalagi dengan tatapan menggoda dari senyuman Khalif. "Gue harus balik, " lanjut nya lagi. Dan kemudian berbalik akan pergi. Tapi Khalif menahan nya dan langsung memeluk gadis itu. Gadis yang gengsi untuk memulai lebih dulu.
"I miss you "  ucap Khalif, memeluk leher Shania dari belakang.
Shania menahan napas nya, ia tidak berani bergerak. Jantung nya bedebar hebat. Getaran dan desiran aneh yang terlalu di sukai jya sejak dulu. Kini kembali. Dan dengan orang yang sama.
Air mata Shania jatuh membasahi pipi nya.
Dan mulai mengeluarkan suara isakkan. "Hiks... hiks... " 
Shania berbalik, dan meruntuhkan gengsi nya sendiri. Memilih untuk memeluk Khalif kini dengan erat.
"Hiks... kenapa kamu jahat banget.. hiks.. gak ada kabar.. hiks... kenapa kamu jahat banget, Lif " ujar Shania, terisak hebat. Sambil terus memukuli d**a cowok itu.
Khalif mengeratkan pelukkan nya, dan menenggelamkan batang hidung nya di bahu Shania. Menghirup dalam - dalam gadis yang hampir mati di rindukan nya.
"Maaf, aku ingin menjadi pantas untuk bisa kembali pada mu " 
***
Hari ini Shania akan ada pemotretan hingga siang. Dan akan lanjut syuting hingga malam hari. Dan, hari ini juga Winda dan para kru di buat heran dengan sikap Shania Agatha Dwiki.
Gadis yang sangat pelit senyum dan selalu menampilkan wajah dingin dan datarnya. Mendadak sejak pagi Winda menjemput dirinya. Shania terus mengurai senyum lebar, bahkan untuk pertama kali nya Winda di sapa oleh Shania pagi tadi.
Dan membuat para kru bekerja dengan lebih rileks juga. Hingga semua lancar tanpa hambatan. Mood, sang aktris papan atas itu ternyata sangat berpengaruh.
"Win, besok gue free kan ? " tanya Shania. Winda langsung mengechek jadwal Shania. Dan mengangguk.
"Iya " Shania tersenyum lebar. 
Ia membuka tas nya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. "Buat loe, " ujar Shania, Winda menatap heran, ia menerima kertas yang di berikan Shania.
"Singapore ? Serius nih ?" Saat ia menerima tiket pesawat tujuang pulang pergi. Bahkan bukan hanya satu. Tapi, empat.
Shania tersenyum begitu manis dan mengangguk. "Hm.. gue tau loe pasti capek kemarin di omelin abis - abisan sana sini gara - gara gue. Jadi, anggap aja itu sebagai permintaan maaf dari gue. Dan, bonus loe juga udah gue transfer. Loe boleh ambil cuti selama tiga hari. "
"Tapi.  Gi..."
"Tenang aja, gue bisa handle semuanya. Loe liburan aja dulu sama keluarga loe. " 
"Shan, ini..."
"Loe mau ambil atau gaji loe gue potong!" Shania tanpa ekspresi kembali. Membuat Winda langsung begidik ngeri. Ia dengan cepat memasukkan tiket itu kedalam tas nya.
"Well.  Gue gak tau loe habis kesambet apa semalam. Sehingga tiba - tiba saja hari ini loe terus senyum. Entah apapun yang ngebuat loe senang, gue senang lihat nya. But, Thanks ya.. " ujar Winda dengan tulus.
Shania tersenyum senang, ia mengangguk.
Bunyi ponsel nya mengalihkan Shania dari jalanan. Dan, dengan segera ia mengambil ponsel nya dan mengernyit saat melihat Mamanya menelfon.
"Hallo ma.. "
"Hallo sayang, kamu bisa pulang sekarang. Ini urgent " ucap Veranda, di seberang. Shania mengernyit heran.
"Ada apa ?"
"Nanti aja, kamu harus pulang kerumah sekarang. Cepat. Sebelum kamu menyesal kedepan. " 
"Hallo.. Ma.. mama.. " sambungan langsung terputus. Membuat Shania menatap heran. Lalu ia menoleh pada Winda yang sedang menatap nya dengan penuh tanda tanya.
"Kenapa ?"
"Nyokap minta gue pulang sekarang "
"Oh.. pulang aja. Nanti biar gue ngomong ke Rando " ujar winda mengerti. Shania mengangguk, dan kemudian ia langsung pamit pada Winda. Untuk bergegas pulang.
***
Mobil Shania tiba di rumah nya bersamaan dengan sebuah mobil pajero putih juga berhenti di depan gerbang rumah nya. Membuat Shania semakin heran dan bingung. Apalagi saat ia keluar dan mendapati satu mobil asing di pekarangan rumah nya.
"Kak Kinal " sapa nya dengan ragu, pada seorang wanita yang baru turun dari pajero putih itu. Wanita yang kini mengenakan hijab terlihat lebih cantik dan muslimah. Lalu di susul oleh seorang pria dari pintu kemudi. "Kak Dika " ucap nya lagi.
"Hai Shania.. " sapa Kinal, lebih dulu. Ia langsung memeluk Shania dan mulai bercepika cepiki.
"Hallo, Bunda artis " sapa Rezky, yang baru turun dari dalam mobil. Membuat Shania menoleh.
"Hai, abang Rezky. "Sapa Shania, dengan mencubit gemas pipi Rezky. "Kamu udah gede aja, haha "
"Kok di sini? Ada apa ?" Tanya Shania heran dan penasaran.
"Lho, kamu....."
"Kak Shania!, kok malah di luar ayo masuk. Udah di tungguin juga dari tadi "seru Cio, menyela ucapan Dika. "Eh, ada tamu. Aduhhhh... dedek bayi nya lucu banget... " ujar Cio yang baru menyadari Dika dan Kinal. Dan ia langsung berbinar saat melihat bayi perempuan dalam gendongan Dika. "Namanya siapa, Kak ?" Tanya Cio gemas sendiri.
"Cut Azzara Bilqis "  jawab Dika, dengan ramah.
"Duh.. cantik kayak orang nya " ujar Cio. Dika tersenyum mendengar nya. "Ayo, masuk " ajak Cio dengan sopan.
Dika dan Kinal mengangguk, mereka semua pun masuk.
Shania kaget melihat di ruang tamu sudah ada Khalif dan dua orang tua nya. Juga Papa dan Mama nya.
"Assalammualaikum " salam Rezky dengan semangat. Di susul Kinal dan Dika juga Cio Shania. Rezky langsung melangkah masuk. Dan berlari menuju seorang pria yang duduk di samping Khalif. "Achikk.. "  seru nya dan langsung naik kepangkuan sang pria paruh baya yang memiliki kumis tipis. *note. Sebenar nya bukan achik, tapi Yah syik. Hampir rata - rata sih, Itu panggilan Kakek di Daerah aceh. *
Ve dan Keynal yang melihat nya hanya tertawa gemas melihat nya. "Ini Rezky, cucu saya. " ujar Pak Wahed, Ayah nya Khalif.
"Cucu pertama ,?" Tanya Keynal dengan sopan.
"Ke empat. Dari lima " jawab Pak Wahed. Keynal dan Ve mengangguk.  "Ini Anak ketiga kami yang menetap di jakarta. Dan itu menantu saya. " ucap Pak Wahed memperkenalkan Dika dan Kinal yang baru tiba.
Mereka semua berkenalan, sedangkan Shania dengan masih bingun dan sedikit linglung hanya melirik Khalif dengan penuh tanya. Dan cowok itu hanya tersenyum misterius.
"Shania, ayo duduk " ujar Ve, menyadarkan anak gadis nya yang hanya berdirir sejak tadi.
"Hah ?. I.ya ma " ucap Shania. Ia melangkah dan menyempatkan diri untuk menyapa dan menyalami kedua orang tua Khalif. Dan kemudian duduk di samping sang Papa.
"Pa... "
"Jadi, gini. Khalif dan ke.... " ucapan Keynal terhenti karena lengan baju nya di tarik - tarik anak bungsu nya yang berdiri di samping nya. Membuat Keynal dan semua juga ikut menoleh. "Ada apa Devin ?" Tanya Keynal, lembut.
Devin menatap Papa nya, lalu melirik pada bayi perempuan yang duduk di pankuan Dika sedang mengemut sebuah biskuit. Keynal dan Ve ikut melihat lirikkan anak nya.
"Oh, kamu mau biskuit nya ?" Ujar Kinal, dengan kekehan geli sekaligus gemas.
Devin menggeleng, ia menunjuk si bayi lalu beralih pada Mamanya. "Gendong, Ma. Lucu " ucap nya. Yang langsung membuat semuanya tertawa.
"Gak boleh " sentak Rezky, anak itu langsung turun dari pangkuan Kakek nya dan langsung berdiri di depan Dika sambil merentangkan tangan nya.
"Abang " tegur Kinal dengan sabar. Rezky menoleh pada sang Mama.
Devin ikut menoleh dengan muka sedih menahan tangis. Membuat Cio menahan tawa melihat muka adik nya.
"Gak boleh, nanti adek, nangis " ujar Rezky, pelan.
"Biasanya juga dia hobby nangisin adik nya " gumam Khalif, yang langsung di plotot oleh Rezky. 
"Gak boleh, Bilqis adik, abang " ujar Rezky lagi.
"Abang, sebentar aja. Adik nya di pinjam. Nanti di balikkin lagi, ya. Ya. Ya " ujar Cio, mendekati Rezky.
Anak kecil itu tampak menimang layak nya orang dewasa. Membuat Dika, Papa nya memijit kening nya sendiri. Sambil berbisik di telinga Kinal, istrinya. "Aku bilang juga apa, jangan terlalu sering menitipkan Rezky sama Radit. Jadi, gini kan anak kamu. Sok dewasa gak jelas " 
Yang langsung mendapat plototan dari Kinal, dan juga cubitan di pinggang nya membuat Dika, mengaduh tanpas suara. Dan, Khalif hampir meledak kan tawa nya. Menyadari pertengkaran diam - diam abang nya dan sang Kakak ipar.
Setelah merayu Rezky dan mengiming - ngimingi es krim. Akhir nya, Rezky mengizinkan Adik nya untuk di gendong Cio dan di lihat Devin. Bahkan, Cio mengajak keduanya untuk bermain di teras.
Keynal bernapas lega, lalu ia kembali pada Shania. "Shan, ini kedua orang tua Khalif. Datang ke sini malam ini. Ingin meminang kamu untuk anak nya, Khalif. " 
Shania menelan ludah nya, lalu menatap Khalif. Ia kembali menatap Papa dan Mamanya secara bergantian.
"Emm... Pa, Ma.. Om, Tante. Boleh Shania bicara berdua sama Khalif dulu " ujar Shania hati - hati.
Kedua orang tua Khalif saling lirik, lalu mengangguk. "Iya, silah kan. Mungkin ada yang mau kamu bicarakan sama Khalif " ujar Pak Wahed.
Shania mengangguk, ia langsung berdiri dan mengajak Khalif untuk keluar. Setelah berpamitan pada semuanya.
Shania mengajak Khalif menuju dapur. Persaan campur aduk sekarang.
"Ini maksud nya apa ?" Tanya Shania langsung.
Khalif menaikkan satu alis nya." Papa kamu udah bilang tadi. Aku datang bersama kedua orang tua ku untuk melamar kamu "
"Kamu bercanda ?"
"Bercanda ? Kenapa kamu bisa bilang begitu ?"
"Khalif.... ck.. " Shania menyibak rambut panjang nya dengan frustasi. Tidak mengerti dengan jalan fikiran pria di depan nya. "Khalif, kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan ?"
Khalif mengangguk. "Gimana dengan Opa ?"
"Aku sudah menemui nya tadi pagi. "
"Maksud kamu ?".