Bab 2

1047 Kata
Setelah percintaan panas dan penuh gairah yang Benny lakukan bersama Ariana di siang hari ini tuntas, mereka yang kelelahan tidur telentang untuk sejenak beristiahat. Baru saja hendak memejamkan mata, mereka sama-sama terkejut saat mendengar bunyi benda jatuh. Benny langsung bangun dan mencari boxer-nya. Sedangkan Ariana memilih tidak peduli karena rasa lelah seakan memaksanya untuk memejamkan mata. "Aku rasa tikus jatuhin sesuatu, Ben." Suara Ariana terdengar melemah. Sementara Benny yang masih telanjang bagian atasnya, tapi sudah memakai boxer berkata, "Biar aku cek sebentar." Tak bisa dimungkiri, perasannya jadi tidak enak. Saat melihat pigura sudah pecah, Benny menyadari sesuatu. Ya, piguranya tidak mungkin seperti itu jika tidak ada yang membantingnya. Kalau sekadar jatuh tidak mungkin sampai berjarak sejauh itu. Benny hafal betul posisi awal piguranya di mana. Ini jelas dibanting. Kebenaran dugaannya semakin kuat saat melihat ada dua paperbag tergeletak di lantai. Tanpa ragu, ia langsung memeriksa isi paperbag itu. Setelah memeriksanya, Benny segera kembali ke kamar. "Ariana, bangun." "Hmm." Ariana hanya menggeliat. "Sepertinya kita ketahuan, Ariana. Bangun." "Aku ngantuk banget, Ben," balas Ariana seraya perlahan membuka matanya. Namun, detik berikutnya ia tersadar akan sesuatu. "Wait, tadi kamu bilang apa? Ketahuan? Aku salah dengar, kan?" "Kita ketahuan. Gimana ini?" Benny kini berusaha menghubungi Clara, tapi nomor wanita itu tidak aktif. Rasa kantuk yang semula Ariana rasakan seketika lenyap. Tanpa menutupi tubuh telanjangnya, ia duduk, memperhatikan Benny yang sudah gelisah. "Jangan bilang kamu lagi nelepon Clara, Ben." "Sial!" Benny membanting ponselnya ke tempat tidur, membuat Ariana spontan menghindar agar ponsel itu tidak mengenai tubuhnya. "Sepertinya barusan Clara masuk dan melihat apa yang kita lakukan." "Tunggu, kenapa kamu seyakin itu, Ben?" "Kamu tahu suara tadi? Itu suara pigura yang dibanting. Aku yakin Clara yang banting soalnya jaraknya cukup jauh sama posisi semula," jelas Benny. "Selain itu, besok aku ulang tahun. Dia pasti ke sini buat menyiapkan segalanya. Bodoh banget, kenapa aku nggak kepikiran sampai ke situ?" "Tuh kan, aku bilang juga apa? Jangan pernah pakai tanggal lahir buat password. Jadi begini, kan, akhirnya. Aku udah berkali-kali nyuruh kamu supaya ganti lagi." "Pertama, aku mudah lupa ... jadi password terbaik adalah sesuatu yang mudah aku ingat. Kedua, sumpah demi apa pun aku sama sekali nggak kepikiran kalau Clara bakal ke sini. Dia udah lama banget nggak ke sini, Ar." "Buktinya ... dia ke sini, kan?" balas Ariana. "Terus kita harus gimana, Ben? Dia bukan tipe penyebar gosip, kan?" "Sebenarnya bukan, tapi kalau dia lagi marah atau kecewa, aku nggak tahu lagi," Benny tampak frustrasi. "Masalahnya adalah ... aku nggak bisa nebak apa yang bakalan dia lakuin. Dia bahkan nggak aktifin ponselnya." "Dia nggak mungkin ngasih tahu wartawan atau akun gosip, kan? Lagian semua orang tahunya dia itu udah jadi mantan kamu, Ben. Dia nggak mungkin melakukan sesuatu yang konyol, betul?" Benny makin gelisah. "Clara memang jarang marah. Tapi sekalinya marah ... very creepy!" "Telepon Revan," saran Ariana. "Kamu gila?! Atau mau mati?!" "Cuma Revan yang bisa beresin ini, Ben. Kamu nggak lupa, kan, kalau dia itu CEO paling bertanggung jawab? Dia bahkan nggak akan membiarkan satu artisnya pun terkena masalah." "Ariana dengar ... aku aja belum tahu apa yang akan Clara lakuin. Apalagi Revan?! Dia nggak tahu apa-apa. Sekarang yang terpenting adalah bicara sama Clara. Kami harus menyelesaikan ini baik-baik. Selain itu, aku nggak mau Clara kenapa-kenapa. Aku tahu, semuanya nggak akan berakhir baik-baik aja bagi Clara kalau Revan yang urus." Ariana tersenyum miris. "Kamu sebenarnya mengkhawatirkan karier kamu atau Clara dan hubungan kalian, sih? Padahal ini waktu yang tepat buat putus dan terlepas dari wanita bodoh itu." "Bodoh kamu bilang?" "Memang bodoh, bukan? Bisa-bisanya nggak mencium aroma perselingkuhan. Kebersamaan kita juga nggak bisa dibilang sebentar, Ben." "Ariana...." "Kenapa? Tenang aja, awalnya mungkin aku sempat ragu dan bertanya-tanya, tapi sekarang aku mulai yakin kalau dia nggak mungkin kasih tahu media. Lagian dia nggak punya bukti. Orang-orang justru bakal makin hate dia dan menganggap dia penyebar hoaks sekaligus wanita yang gagal move-on. Jangan lupa, di mata dunia dia itu cuma mantan kamu, bukan pacar." Benny terdiam. Ia rasa Ariana ada benarnya juga. Semarah apa pun Clara, atau jika wanita itu mengancam akan menyebarkan kabar tentang perselingkuhan ini ... ia tidak perlu takut. Orang-orang akan lebih memercayainya, bukan? "Sekarang kamu tenang, Ben." Ariana memeluk Benny seraya menyandarkan kepalanya pada tubuh bagian atas pria itu. "Nanti, kalau masalah ini nggak terkendali ... kamu harus mendengarkan saranku, jangan ragu buat minta bantuan Revan, ya. Dia pasti nggak akan membiarkan artisnya yang lagi naik daun ini dilanda kekacauan." Belum sempat Benny menjawab, suara ponsel terdengar menandakan ada pesan masuk. Dengan sigap ia langsung mengambil benda pipih yang tergeletak di tempat tidur itu. Matanya membelalak saat nama Clara terpampang nyata di sana. Ariana yang menyadari ketegangan Benny, segera mendekat. Ia juga turut membaca pesan yang dikirimkan Clara pada Benny. "Oh, jadi dia berencana kasih tahu media tentang perselingkuhan kita?" ujar Ariana seraya mengepalkan tangannya. "Dia pikir ... orang-orang bakal percaya kalau dia itu masih jadi pacar kamu?" "Sial!" umpat Benny. "Jangan terintimidasi, Ben. Ini bisa dilaporkan atas pencemaran nama baik. Ingat, Revan bisa mengurus semua sampai ke akar-akarnya." "Lalu, kalau Revan nanya aku selingkuh sama siapa, gimana? Aku nggak mungkin jawab kalau aku selingkuh sama Ariana Fransisca, kan? Artis sekaligus pacar dari Revan. CEO kita!" Kali ini Ariana yang terdiam. Ia sejenak memikirkan berbagai kemungkinan. Sampai pada akhirnya ia berkata, "Dia nggak akan ada waktu buat nanya kamu selingkuh sama siapa, Ben. Dia pasti bakal sibuk membereskan semuanya." "Aku harap juga begitu." "Oh ya, kira-kira tadi Clara lihat aku juga nggak, ya? Kalau dia lihat ... habislah kita berdua. Bukan cuma karier kamu yang hancur, tapi karierku juga." "Baguslah, kalau begitu aku nggak hancur sendirian." "Ben!" Benny tertawa. "Aku bercanda, Sayang. Lagian kamu sendiri yang barusan bilang, kalau pacarmu itu bisa mengurus semuanya." Sebelum Ariana menjawab, Benny sudah mencium bibir wanita itu dengan cepat dan menggebu-gebu, membuat Ariana spontan membalas ciuman itu. "Sebaiknya kita mandi, setelah itu aku akan ke kantor. Menemui Revan," ucap Benny usai ciuman mereka. "Aku juga harus pulang sebelum Rima sadar kalau aku nggak ada di rumah," balas Ariana. Rima adalah manajernya. Ariana sengaja menyuruh Rima melakukan banyak hal agar tidak terus-terusan membuntutinya ke mana pun. Sekarang yang Rima tahu, Ariana sedang tidur di kamar. Setelah itu, Benny menggendong Ariana ke kamar mandi. "Baiklah, mari mandi berdua sebelum berpisah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN