Merry dengan langkah tergesa memasuki halaman mansion besar Alex. Wajah penuh air mata dan amarah yang nyata, terlihat meletup-letup membingkai wajahnya. Bukan tampa alasan, dia menjejakkan kakinya di sana. Ke tidak adilan yang di dapatkan putrinya, harus dia tuntut sebagai hak nya. Dia tidak akan membiarkan, kerja keras nya sia-sia begitu saja. Dia akan membuktikan, jika karena kecerdikan nya, dia akan membuat yang mustahil menjadi nyata.
Tap!
Langkah kakinya, berhenti begitu melihat Alex dan Maxime yang bermain catur bersama anak laki-laki yang usianya sekitar 6 tahun. Merry mengernyit bingung. Kira-kira siapa anak kecil yang berada di sana? Baru kali ini, dia melihatnya.
“Merry?”
Panggilan lembut yang berasal dari rival nya sejak dulu, membuat Merry menoleh. Rose di sana. Melang
