GARIS DUA

2519 Kata

Rumah di Natayu Residence itu selalu lebih dulu terbangun dibanding kebanyakan tetangganya. Bukan karena penghuninya insomnia, melainkan karena musholla kecil yang posisinya persis di seberang jalan. Lantunan dzikir dan sholawat sayup-sayup terdengar sejak setengah jam sebelum subuh, memanggil siapa pun yang mendengarnya untuk membuka mata. Ben berguling, menggeliat, lalu memaksa tubuhnya untuk duduk. Surainya berantakan, matanya masih berat—setengah tertutup, namun tubuh besarnya sudah bersiap beranjak. Ia mengulurkan tangan, mengusap lembut kepala Anne. “Baby, aku mau ke musholla. Udah shalawatan tuh,” gumamnya dengan suara parau. Anne ikut terbangun, namun masih meringkuk di balik selimut. Ia menatap suaminya yang perlahan meninggalkan ranjang. “Ben,” panggilnya pelan. Ben menoleh.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN