Ara, nama wanita itu. Wanita yang harus Marchel tangani. Entah bagaimana keadaannya, tapi Krystal yang telanjur cemburu juga takut sesuatu yang buruk sampai menimpa Marchel. Bersama Liam sang arwah yang meminta bantuan, mereka masih berjalan kaki melewati sepetak jalan menanjak menuju puncak di atas sana. “Aku baru tahu kalau di atas ada puncak,” sesal Krystal pelan sekaligus lirih. Bibir mungil bergincu merahnya mengerucut. “Ya memang ada. Memangnya kenapa? Memangnya kamu mau ngapain di puncak?” balas Marchel tak kalah lirih tapi sarat kesabaran meski Marchel juga terbilang cuek. “Kencan lah. Puncak kan pasti lebih indah.” Krystal mengamati suasana sekitar sambil bersedekap. “Kencan terus. Mau sama siapa lagi?” Marchel yang melangkah di sebelah Krystal mendadak sewot. “Ya sama kamu,