“Ayo semangat! Slamet saja semangat walau punggungnya bussuk!” Krystal mencoba menyemangati Machel. “Punggung Slamet, ... busuk?” Marchel yang tak lagi mengenakan bantuan ventilator dalam bernapasnya, mengernyit tak percaya menatap Krystal. Krystal mengangguk-angguk. “Iya. Dia harus menjalani operasi beberapa kali lagi.” Setelah tahu Marchel merupakan cinta sejatinya, dunia Krystal seolah dipenuhi kebahagiaan tak ubahnya musim semi yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran. Sangat indahnya. “Aku ingin berbicara dengannya. Kapan aku bisa menemuinya? Biar bagaimanapun, punggungnya terluka gara-gara aku,” balas Marchel tak bersemangat. Dua puluh hari. Waktuku tinggal dua puluh hari lagi, sedangkan sekarang, sekadar menggerakkan tangan saja aku masih belum bisa. Mendengar itu, Krystal menjadi b