Jebakan yang dibuat kakek dan mbak jamu rese itu berhasil membuat tubuhku meriang bagian atas bawah, kepala sakit tidak tertahankan karena bagian 'itu' ngaceng mulu kayak tiang bendera. Berbagai cara aku lakukan agar si 'itu' tidur tapi gagal total.
Efek samping air menjijikkan itu benar-benar merusak jiwa ragaku, aku nggak tau lagi bagaimana caranya agar bisa kembali normal seperti semula.
Di siram air dingin sudah, bukannya tidur si 'itu' malah makin ngaceng karena kedinginan.
Di elus lembut eh semakin ngaceng.
"Mas Ariel ada mas Reza datang cariin mas," suara bik Minah dari balik pintu membuatku mendesis pelan.
Aku tidak mungkin menerima tamu dalam kondisi seperti ini, bisa-bisa Reza nyebarin gosip kalau seorang Ariel ngaceng tanpa sebab akibat dan akhirnya gosip tentang orientasiku pasti akan bangkit dari kubur lagi.
"Bilang saja saya lagi nggak enak badan," teriakku agar Bik Minah mengusir Reza secara halus.
"Baik, Mas Ariel," balas Bik Minah dengan sopan.
Tidak lama setelah mendengar jawaban Bik Minah tiba-tiba pintu kamarku terbuka lebar, reflek aku menarik selimut agar menutupi si 'anu' yang masih berdiri tegap dan lurus.
"Bro Ariel!" Seru Reza dengan santai dan tanpa dosa saat masuk ke dalam kamar tanpa izin.
Aku mendengus dan sengaja mengambil bantal guling untuk menambah perlindungan agar 'itu' yang masih tegak tidak terlihat di mata jeli Reza.
"Ngapain lo masuk kamar gue tanpa izin? Gue lagi nggak enak badan dan malas terima tamu kayak lo, datang-datang nggak bawa apa-apa, dasar pelit lo!" Sindirku saat tangannya terlihat kosong.
Reza menggaruk kepalanya dan tersenyum lebar.
"Lo tau sendiri duit gue dijatah Farah sejak gue ketahuan selingkuh, nggak bisa foya-foya kayak dulu lagi, bro," balasnya dengan helaan napas berat.
Aku langsung melepaskan tawaku dengan terpingkal-pingkal mendengar kisah tragis paska ketahuan selingkuh oleh Farah dua tahun yang lalu. Reza yang hobi menghambur-hamburkan uang terpaksa hidup hemat dengan uang seadanya setelah Farah menyita seluruh kartu kredit, uang gaji dan hanya menyisakan uang untuk makan sehari-hari saja.
Itu konsekuensi yang harus Reza tanggung sebagai syarat agar Farah menbatalkan gugatan cerainya.
"Puas! Ngakak aja terus! Nanti juga lo akan ngerasaan apa yang gue rasakan saat lo jatuh cinta sampai mati ke bini lo," balas Reza mengutukku.
Aku langsung menggeleng dengan cepat dan reflek mendekati Reza, aku meletakkan tanganku di bahunya.
"Nggaklah, gue nggak akan kayak lo. Lagipula gue udah bilang beribu kali kalau gue nggak akan pernah menikah sampai kapan pun, sudah cukup gue lihat disekeliling gue kisah-kisah tragis pernikahan dan jangan sampai gue mengalami hal yang sama kayak lo," balasku dengan senyum sumringah.
Reza mendengus dan aku melihat arah matanya yang melihatku kesal beralih ke arah 'itu'
Wajah kesal Reza langsung berubah menjadi wajah penuh kemenangan karena akan mendapat bahan untuk mengejekku.
"Lo ngaceng, bro? Jadi lo lagi c**i makanya nggak mau nemuin gue tadi? Huwahahahahaha, seorang Ariel ngaceng! Ariel ternyata laki-laki sejati oyyyyyyy, Ariel bisa ngacenggg oyyyyyy!" Teriaknya.
Sial!
Aku kembali ke kasur dan melempar Reza dengan bantal guling.
"Puas lo!"
"Hahahaha, iya puas banget gue!" Reza mendekati aku.
"Lo ngaceng karena udah saatnya punya istri, bro. Nah, kebetulan besok ada acara reuni dan gue ke sini mau ajak lo datang ke acara itu siapa tau ada cewek cantik dan mau jadi pacar lo," ujar Reza.
"Bukan! Ini gara-gara kakek gue yang ngejebak gue minum air menjijikkan yang katanya bikin s****a kental agar bisa kasih dia cicit, haduhhhh merana banget gue bro." Aku menggaruk kepalaku yang kembali berdenyut sakit saat 'itu' masih saja ngaceng.
"Jamu? Huwahahahaha pantasan, jangan-jangan jamu sehat pria yang bikin 'itu' lo berdiri seharian," balas Reza.
Au dah, pokoknya aku trauma minum air menjijikkan itu. Aku nggak akan pernah mau meminum apapun bentuk air menjijikkan itu.
"Jam berapa acaranya? Gue nggak janji bisa datang kalau 'itu' gue masih ngaceng kayak gini," ujarku.
Reza membuat gerakan siap dengan tangannya.
****
Untungnya si 'itu' akhirnya nggak ngaceng lagi setelah aku berendam di air panas selama dua jam. Sesuai janji dengan Reza aku akhirnya mengiyakan ajakannya untuk datang ke acara reuni, aku terpaksa membatalkan beberapa pasien agar bisa hadir di acara yang sudah sangat jarang aku hadiri karena malas berbasa basi dengan kenalan lama.
"Si kunyuk lama banget di dalam," gerutuku sambil melirik beberapa kali jam yang terpasang di tangan kiri.
Sudah dua batang rokok aku hisap tapi Reza si kunyuk itu tidak kunjung keluar dari rumahnya.
Andai aku membatalkan janji menghadiri reuni dengan Reza mungkin aku akan memilih menerima pasien di klinik daripada menunggu si kunyuk itu di jalan seperti ini. Aku mulai bosan dan mencoba menghubungi Reza beberapa kali tapi jawabannya selalu sama.
"Sabar, bro."
Tapi kali ini aku mulai tidak sabar, aku mencoba menghubunginya melalui telepon.
"Waktu gue sangat berharga buat nungguin lo di jalan seperti ini," ocehku dengan kesal.
"Yang suruh lo nunggu di jalan siapa? Di suruh masuk nggak mau, bentar gue minta izin nyonya besar dulu."
"Makanya, kalau masih hidup di bawah ketiak istri jangan suka kelayapan."
"Sial, lo! Ya sudah, tunggu 15 menit lagi. Oh iya, di depan rumah gue ada kedai jamu mending lo tunggu di sana sekalian minum jamu agar benih lo kualitasnya baik dan ngaceng lagi kayak kemarin hahahahaha."
"Sial!"
Aku mematikan ponsel dan mengutuk sahabat baikku itu, mataku tertuju ke arah kedai jamu yang terlihat mencolok dibandingkan kedai-kedai lain. Semua warna interior kedai jamunya pink dengan motif mickey mouse dan pooh, aroma memuakkan itu membuat perutku mual bahkan sebelum menginjakkan kakiku di kedai itu.
"Semua tukang jamu memang menyebalkan, sejak kapan mickey mouse dan pooh warna pink? Selera yang aneh," gumamku dalam hati.
Aku memutuskan menunggu Reza di jalan daripada harus menginjakkan kaki ke kedai aneh itu.
"Mas ganteng," suara cempreng berlogat jawa terdengar di telingaku.
Aku acuh.
"Mas ganteng berbaju coklat bercelana jeans dan bertubuh aduhai," panggilnya lagi.
Reflek aku melihat ke arah baju dan ternyata bajuku warnanya coklat, celana jeans dan tubuhku memang aduhai. Aku melirik ke arah datangnya suara tadi dan melihat seorang wanita berbaju daster pink bermotif hello kitty, sendal pun ada kepala hello kitty, rambut diikat ala kadarnya, berdiri sambil tersenyum ke arahku seakan mengenalku dengan sangat dekat.
"Saya?" Tanyaku kepadanya.
"Iya, siapa lagi? Di sini cuma ada mas ganteng, jam segini Mas kunto belum nongol," balasnya.
Aku mengernyitkan keningku.
"Mas Kunto?"
"Kunti habis operasi kelamin, mas," jawabnya dengan senyum lebar, selebar telapak tanganku.
"Ada apa?"
"Mas, singgah dulu ke kedai saya. Saya ada ramuan baru dan teruji jitu bisa membuat mas mendapatkan wanita idaman yang mas inginkan," ujarnya.
Heh.
Mataku melirik ke arah kedai jamu tadi.
Jangan bilang wanita aneh ini pemiliknya?
"Maaf, saya nggak minum jamu." Aku mengarahkan wajahku ke arah lain agar tidak berlama-lama menghadapi wanita penjual jamu itu.
"Jangan salah, jamu saya tiada duanya mas. Dibuat dengan rapalan cinta dan teruji klinis dan saya jamin saat mas minum jamu saya. Mas akan klepek-klepek ke saya ... Eh ke wanita idaman mas."
Aku mendengus.
"Maaf ya, mbak. Saya nggak mau," tolakku sehalus mungkin.
Aku mengeluarkan rokok dari saku celanaku lagi dan menghisapnya.
Reza sialan, gara-gara dia aku bertemu wanita aneh seperti mbak mbak itu.
"Mas, singgah dulu."
Tangannya menarikku dengan kuat menuju arah kedainya.
"Eh apa-apaan ini!"
"Sudah, jangan ngelawan. Saya jamin mas akan suka jamu saya." Tarikannya kuat walau tubuhnya termasuk mungil dan kecil.
Aku kembali mencoba melepaskan tarikannya tapi tenaganya ternyata kuat juga.
"Saya nggak minum jamu!" Tolakku.
"Coba dulu," balasnya.
Belum masuk saja aroma menjijikkan itu tercium di hidungku.
"Sri, kita kedatangan tamu," teriaknya bagai toa.
Tidak lama wanita bernama Sri muncul dari ruangan satunya.
"Mbak Joe (Ju), ada tamu? Mau jamu apa? Beras kencur? Kunyit asam? Pegel linu? Sehat lelaki?" Tanya Sri dengan membabi buta.
Mendengar jenis minuman terakhir yang disebutnya membuat buku kudukku kembali bergedik, mengingat kembali efek gila yang aku alami setelah dijebak kakek.
"Nggak! Saya dipaksa! Saya bukan tamu!" Ujarku menolak.
"Mbak Joe." Sri melihat ke arah wanita bernama Ju Ju itu.
"Udah, buatkan racikan terbaru ciptaan mbak. Ayo mas, cicipi dulu jamunya dijamin mas akan panas dingin kayak dispenser," ujarnya dengan memaksaku duduk di meja.
"Nggak!"
"Coba dulu!" Matanya membesar seakan ingin menerkamku.
Tuhan! Dua hari ini aku dijebak mbak mbak jamu, kenapa nasibku jelek sekali dalam dua hari ini.
Kemarin mbak Mark sekarang Mbak Joe.
Tunggu!
"Joe, bibik pul ... eh ada cucunya mas kakek," aku menoleh ke arah suara itu dan melihat mbak Mark sedang merangkul tangan kakek masuk ke dalam toko jamu.
"Kek ..." Aku melihat kakek.
"Loh kamu di sini, Riel?" Tanya kakek.
Mbak Mark semakin erat menggenggam tangan kakek.
Jangan bilang ...
****