Bab 2. Dua Iblis

1258 Kata
“Apa yang kalian lakukan!” Suara pria tua yang sangat matang di sertai lampu ruang tengah yang tiba-tiba menyala membuat Axel dan Siena kaget. Menyadari posisinya sedang sangat tidak menguntungkan, Siena segera mendorong tubuh Axel dari hadapannya. Dia tidak peduli saat Axel hampir terjatuh saat dia mendorongnya dengan kuat. “Ada apa ini. Kenapa kalian belum tidur? Apa kalian berantem lagi?” tanya Irwan, papa Axel sekaligus suami palsu Siena. Ya, Siena terpaksa melakukan pernikahan palsu dengan Irwan, untuk menarik perhatian Axel. Sebagai pria tua penyakitan, Irwan melakukan segala cara untuk menyuruh Axel kembali ke perusahaan agar mau menggantikannya. Siena yang terpojok karena membutuhkan biaya besar untuk operasi ibunya, terpaksa menandatangani tawaran tidak jelas ini. Sialnya, sehari setelah dia menandatangani perjanjian itu, Siena baru tahu kalau dia akan masuk lagi ke dalam kehidupan pria yang paling dia benci. “Di-dia. Dia masukin perempuan lagi ke rumah,” jawab Siena sedikit gugup sambil menunjuk ke arah Axel. Irwan melihat ke arah putranya. “Jangan melanggar aturan di rumah ini. Ato kau tidak akan mendapatkan apapun!” ancam Irwan. “Cih! Kau pikir aku bertahan di sini karena uang? Papa salah! Axel di sini karena mau menghancurkan Papa. Menghancurkan orang yang telah menghancurkan hati mama!” jawab Axel tidak gentar. Axel menoleh ke arah Siena dengan tatapan tajamnya. “Termasuk dia. Istri mudamu yang tidak tau malu!” Mendapat tatapan setajam itu dari Axel, membuat tubuh Siena sedikit bergetar. “Kalo emang itu tujuanmu, lakukan. Jaga kesehatanmu, karena Papa semakin hari semakin merasa sehat. Jangan bawa perempuan gak jelas ke rumah. Kalo kamu kena penyakit kelamin, itu akan memalukan!” “Heh, jag—“ “Siena, masuk kamar!” Irwan tidak ingin berdebat lagi dengan putranya. Dia segera berbalik dan pergi ke kamarnya lagi. Tentu saja ini adalah kesempatan baik bagi Siena untuk menjauh dari Axel. Siena langsung menyusul langkah kaki Irwan, masuk ke dalam kamar. Irwan meletakkan tongkatnya di samping tempat tidur. Dia duduk di tepi ranjang, menunggu Siena membantunya tidur. Sejak setahun lalu jantung Irwan keadaannya semakin memburuk. Dia yang bisa merasakan kalau usianya tidak akan lama lagi, melakukan segala cara untuk membawa Axel kembali. Dia tidak mau mati tanpa ada yang menjaga perusahaan yang dia bangun sejak lama. “Aku menyuruhmu untuk membawa Axel kembali ke perusahaan, bukan untuk menggodanya, Siena!” ucap Irwan memberi peringatan. Siena yang sedang merapikan selimut di atas tubuh Irwan yang sudah berbaring, segera melihat ke arah pria tua jompo itu. “Aku tidak pernah merayunya, pak tua!” bantah Siena. “Kamu pikir aku buta? Kamu pikir aku gak bisa liat apa yang kalian lakukan.” Siena berdiri sambil tetap melihat ke arah Irwan. “Anakmu itu yang kurang ajar. Kenapa kamu gak bilang kalo pria b******k itu yang jadi anakmu. Kalo aku tau, aku gak akan menerima bantuan gilamu itu, pak tua!” geram Siena. “Kurang ajar! Kamu semakin hari semakin gak bisa diatur, Siena! Kamu semakin liar!” protes Irwan karena mendapatkan Siena kini jadi wanita pemberontak, bahkan berani membantahnya. “Siena yang itu udah mati. Kalian telah munculkan Siena yang baru. Cepat tidur!” Siena mematikan lampu kamar tidur Irwan. “Perempuan sialan! Cepat selesaikan tugasmu!” bentak Irwan sebelum Siena keluar dari kamarnya. Tentu saja Siena tidak peduli. Kalau bukan karena perjanjian itu, saat ini pasti dia sudah akan kabur sejauh mungkin dari keluarga toxic ini. Sejak pura-pura menikah, Siena memang tidak pernah tidur satu ranjang dengan Irwan. Dulu saat pertama datang ke rumah Wijaya, Siena masih tidur di kamar yang sama dengan Irwan di atas tempat tidur lainnya. Tapi karena tidak tahan mendengar dengkuran Irwan yang sudah seperti suara kereta api, membuat Siena tidak bisa tidur. Dia pun meminta untuk pindah kamar, agar bisa tidur nyenyak. Siena menutup pintu kamar Irwan. “Seenaknya aja bilang aku goda anaknya. Liat mukanya aja aku muak!” gerutu Siena di depan pintu. Siena melihat ke sekitar. Dia tidak lagi menemukan sosok Axel di sana. Siena menoleh ke kamar Axel. Pintu kamar itu juga sudah tertutup rapat. Kini saatnya Siena mematikan lampu dan istirahat. Besok dia akan bekerja, jadi dia harus fresh. *** “Katanya tadi malam kamu ribut lagi sama Axel ya?” tanya Leo, asisten pribadi Irwan. “Ya gitu lah. Emang ngadu apa lagi tua bangka itu ke kamu?” tanya Siena balik sambil menjatuhkan bobot tubuhnya ke kursi kerjanya. “Ya gitu deh. Katanya kamu ngerayu Axel. Aku sampe disuruh ngawasin dan memperingatkan kamu.” “Ngerayu. Liat mukanya aja aku males. Kalo gak karena perjanjian busuk itu, aku gak bakalan mau kerja ginian!” umpat Siena kesal setiap dia ingat kesengsaraan yang dia masuki sekarang. Siena mendekatkan badannya ke meja kerja. Dia menatap serius ke arah Leo. “Leo, ada gak sih cara biar aku bisa lepas dari perjanjian ini? Lagian kan ibu aku juga udah meninggal. Duit yang dia keluarkan buat ibu aku kan juga gak banyak. Jadi bisa gak sih dibatalin? Aku ganti deh kalo perlu. Tapi nyicil,” tanya Siena. Leo tersenyum. “Gak ada. Sesuai dengan pasal yang ada di sana, kalo kamu batalkan secara sepihak, maka kamu harus mengganti 100 kali lipat ditambah dengan tuntutan perdata lainnya.” “b******k! Sengaja banget bikin perjanjian yang gak bisa aku batalin,” sungut Siena semakin kesal. Leo tersenyum. “Lagian apa sesusah itu ya suruh Axel balik ke perusahaan? Kamu udah bisa bawa dia balik ke sini, berarti kan tinggal selangkah lagi.” Siena melirik sinis ke Leo. “Kamu pikir gampang ngadepin anak setan kayak gitu. Bapak sama anak sama aja!” Brak! “Siena!” Pintu ruang kerja Siena terbuka tiba-tiba. Seorang wanita muda dengan pakaian rapi masuk ke dalam ruang kerja Siena dengan wajah masam. Siena dan Leo melihat ke arah Chelsea yang datang pastinya tidak dengan niat baik. Anak haram Irwan dengan mantan sekretarisnya yang memaksakan diri bekerja di perusahaan keluarga meski tidak punya keahlian apa-apa selain belanja dan menghamburkan uang. “Ngapain lagi ni anak ke sini,” sungut Siena pelan. “Siena! Apa-apaan kamu pake blokir kartu kreditku segala! Apa hak kamu, Siena!” tanya Chelsea yang lebih mirip dengan bentakan. “Justru aku yang mau tanya, kenapa kamu pake kartu kredit perusahaan untuk urusan pribadi. Kamu juga menarik uang dalam jumlah yang tidak wajar dalam beberapa bulan ini. Apa kamu mau bikin perusahaan ini bangkrut, hah?” tegas Siena yang tidak boleh terlihat lemah di depan keluarga Wijaya. “Itu urusanku! Lagian ngapain kamu ikut campur sama urusanku!” “Tentu saja aku harus ikut campur. Karena itu adalah uang perusahaan. Lagian kan kamu juga udah punya gaji, pake aja gaji kamu.” “Gaji? Kamu udah berani potong gaji aku dua bulan ini. Mana cukup aku hidup dengan uang segitu!” “Ya itu resikomu.” Siena menyeringai sedikit mengejek Chelsea. “Jangan kurang ajar kamu, Siena! Kamu cuma w************n yang merayu papaku!” “Chelsea! Jaga ucapanmu. Dia ibumu!” tegur Leo yang sedari tadi ada di sana. “Cih! Dia bukan ibuku. Dia cuma gundik!” Siena tidak membalas hinaan Chelsea. Bukannya sedih dengan hinaan itu, tapi karena dia sudah terbiasa dan hafal dengan karakter Chelsea. Chelsea kembali melihat ke arah Siena dengan tatapan tajam. “Pokoknya balikin kartu kreditku siang ini. Ada yang mau aku beli!” titah Chelsea. “Wah, hebat banget sekarang Siena. Selain berkuasa di rumah, dia juga berkuasa di kantor,” sahut Axel yang tiba-tiba datang. “Axel,” panggil Siena pelan. Axel menatap tajam ke arah Siena. “Setelah ini apa lagi yang mau kamu kuasai Siena?!” tanya Axel penuh penekanan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN