Lolita berhenti meronta ketika dirinya dihadapkan langsung dengan keadaan korban. Anak itu terlihat sangat kasihan. Dibeberapa bagian tubuhnya terbalut perban, begitu juga dengan kepala kecilnya. Tatapan matanya yang kosong sungguh berbanding terbalik dengan masa kecilnya. Di usia anak itu, ia tumbuh dengan dipenuhi cinta keluarganya. Ia juga tak pernah menderita sakit yang membuat sinar dimatanya menghilang, seolah keinginan untuk bertahan hidup tak ada di dalamnya. Sebenarnya, seberapa dalam luka yang ia derita sampai-sampai ia tak meringis kesakitan walau dipenuhi dengan luka-luka ditubuhnya?! “Hi, Adek..” sapa Lolita, melambaikan tangannya. Ia menyembunyikan rasa takutnya, mencoba terlihat seramah mungkin agar tak menakuti anak yang Adnan tolong. “Dokter, itu Mamanya aku?” “Hiya!