Chapter 4

1116 Kata
Sedan itu berhenti tepat di depan rumah Athanasia. Setelah di sepanjang jalan, keduanya hanya saling terdiam. Pria itu juga tidak mencoba menanyakan apapun kepada Atha, sehingga Atha juga hanya diam saja. Walaupun begitu, Atha beruntung bertemu dengan pria itu, kalau tidak ada dia, entah apa jadinya Atha tadi. Atha menoleh ke arah pria itu, lalu menarik napas dalam. "Terima kasih, karena sudah mengantarku sampai rumah, aku berhutang padamu, karena sudah menolongku tadi. Maaf atas sikapku yang kurang menyenangkan sebelumnya," tutur Atha, dengan raut canggung. Pria itu hanya mengangguk. "Ya, lain kali jangan keluar malam-malam, apapun masalahmu, dan satu hal lagi, aku mencium bau alkohol, sebaiknya jangan minum, ingat kamu itu seorang gadis," terangnya. Atha tidak menjawab, kenapa sekarang ia malah berdebar-debar saat melihat pria itu menyentuh ujung bibirnya yang berdarah karena pukulan dua berandal tadi. "Apa kamu tidak apa-apa? Lukamu, Astaga, maafkan aku," sesal Atha, reflek ia menyentuh ujung bibir pria tersebut. Sontak, pria itu membulatkan mata, saat memperhatikan wajah Atha begitu dekat. "Hm, tidak apa-apa," jawab pria itu sambil mengalihkan pandangannya. "Ah, maaf ya, aku hanya ingin melihat lukamu saja." Atha juga menjadi canggung. "Ini bukan masalah, turunlah. Orang tuamu pasti sedang menunggu," Atha mengangguk, "baiklah, sekali lagi terima kasih." Atha pun segera keluar dari mobil tersebut. Jantungnya masih berdebar-debar. Entah kenapa, dia merasa berdesir dan gemetar saat berada dekat seperti tadi dengan pria itu. Atha sudah berdiri tepat di samping mobil itu, lalu berbalik, menatap lagi wajah pria itu yang sedang menatap lurus ke depan. Kaca mobil pun tertutup, dan mobil itu kembali melaju, menjauh dari pandangan mata Athanasia. "Ya Tuhan... Kenapa aku berdebar-debar," gumamnya, ia berusaha mengatur ritme napasnya yang tidak beraturan. Pipinya juga terasa panas, "Atha, sadarlah! Dia juga pria, jangan mudah tergoda, kamu ini gadis macam apa? Baru saja patah hati, malah mengagumi pria lain lagi," Atha masuk ke dalam rumah, saat itu Mamanya sudah menunggunya, dengan perasaan cemas, "Atha, kamu kok baru pulang sih! Ini udah jam berapa?" Zhang Wei begitu panik, ia segera memeluk putri satu-satunya itu. "Maaf, Mama. Tadi Atha...," ucapnya terputus, mana mungkin ia mengatakan yang sejujurnya pada mamanya. "Atha, kamu lagi ada masalah? Iyakan? Jujur deh, jangan bohongin Mama, karena nggak biasanya kamu seperti ini, Sayang," tanya Zhang Wei, sambil mengelus pipi Atha. Mendadak Atha kembali bersedih, matanya berkaca-kaca hingga air matanya tergenang. Atha selalu mengatakan bahwa William adalah pria terbaik untuknya, kepada Mamanya. Atha tidak pernah begitu bangga terhadap pria seperti ia bangga kepada cinta pertamanya itu. Mamanya paling tahu hal itu, karena ia selalu menceritakan apapun kepada Mamanya. "Sayang, kenapa diam? Katakan, jangan menyembunyikan sesuatu dari mama, Sayang, bukannya katamu, William kembali hari ini?" Zhang Wei yakin betul bahwa ada yang di sembunyikan putrinya. Bibir Atha bergetar dan tertarik ke bawah, air matanya jatuh menetes membasahi pipinya. Ia memeluk mamanya, dengan isak tangis. Setelah ia berusaha tetap tegar dan melupakan hal ini. Tapi, di hadapan mamanya, Atha tidak dapat berpura-pura. "Atha, katakan apa yang terjadi? William kenapa? Apa terjadi sesuatu dengan hubungan kalian?" tekan Zhang Wei sambil memegangi tubuh putrinya yang gemetar. "Mama, William...," Ia masih terisak, hingga suaranya tersengal, Zhang Wei semakin penasaran, kenapa putrinya sampai sesedih itu. "Kenapa? Katakan pada Mama," Sambil menghapus air matanya, Atha mencoba menenangkan dirinya, "William sudah menikah dengan wanita lain, dan...," "Apa!!" Zhang Wei benar-benar terkejut. "Apa maksud kamu, Atha? William menikah dengan wanita lain? Astaga Sayang," ia memeluk putrinya, Atha menangis lagi, napasnya begitu sesak, hatinya sangat sakit. Ia merasa begitu bodoh, selama ini membuang waktunya sia-sia, menunggu pria yang selama ini ia pikir adalah pria yang terbaik untuknya dan mencintainya dengan tulus. Tenyata semua itu tidak lebih hanya janji semu. William begitu tega, membuat Atha kecewa, benar-benar kecewa. Zhang Wei mencoba menenangkan putrinya, jujur ia marah, ia tidak menyangka, bahwa William tega melakukan itu pada Atha, padahal ia yang tahu betul bagaimana Atha menjaga perasaan cintanya untuk William seorang. Sebagai gadis yang cantik, tentu saja banyak pria yang mencoba mendekati Atha, tapi ia tetap setia pada William, Zhang Wei terluka, ia dapat merasakan luka hati yang di alami putrinya saat ini. "Sayang, sabarlah..., Lupakan dia, memang dia bukan jodohmu, sudah jangan menangis ya. Mama yakin, semuanya ada balasannya. Jangan menangisi pria seperti itu, air matamu begitu berharga," sambil menatap kedua mata putrinya yang basah. Zhang Wei mengecup kening Atha, "jangan sedih, lupakan dia," Atha masih sesenggukan, tangisnya malah semakin pecah, ia ingin melepaskan semua rasa sakit ini, ia ingin segera melupakan William, sesegera mungkin, dan tidak ingin menyisakan sakit lagi di hatinya. Ia menjerit, menangis sampai tubuhnya rubuh, Zhang Wei memeluk Atha yang tersungkur ke atas lantai. Hatinya begitu terluka melihat tangisan Athanasia. Dalam hatinya mengutuk William dengan begitu keras, untung saja tidak ada suaminya. Karena kalau sampai Kevin tahu hal ini. Maka William tidak akan di biarkan tenang. Beruntung Kevin sedang ada urusan bisnis ke luar negeri. Athanasia POV Aku menjatuhkan tubuhku ke atas ranjang, dengan tatapan kosong dan bekas air mata yang mengering di pipi. Hatiku sudah merelakan William, aku tidak ingin menyimpan dendam. Walaupun jujur ini begitu menyakitkan, aku kira hari ini adalah hari yang bahagia. Aku akan bertemu kekasihku, yang sangat aku rindukan. Aku sudah berpikir akan memberikannya kejutan sebagai ucapan selamat datang kembali. Tapi, nyatanya malah dia yang memberikanku kejutan ini, kejutan yang begitu menyakitkan. Aku menangisi kebodohan ku, kenapa dulu aku tidak mau mengikuti kata hatiku, yang sempat menyimpan ragu. Hubungan jarak jauh seperti ini tidak akan berjalan lancar, mungkin kalau aku dulu menolak untuk menunggu, tidak akan terjadi yang seperti ini. Aku tidak akan terluka sesakit ini. Masih terbayang di pelupuk mataku, wajah William yang menegang saat melihat aku datang, yang kuharap kan sebelumnya ia akan menghambur memelukku dengan penuh kerinduan. Tapi, wanita itu sedang hamil. Astaga, sudah berapa lama William mengkhianati ku di sana. Aku tidak menyangka sama sekali, rasanya inginku memakinya lebih keras, memukulnya dengan seluruh tenagaku yang tersisa. Tapi aku tidak sanggup melihatnya, melihat kenyataan ini yang begitu menyakitkan. Aku membuka lemari yang ada di kamarku, aku mengambil sebuah kotak kosong. Lalu aku kumpulkan semua benda yang menyisakan kenangan tentang William. Foto-foto kebersamaan aku dan dia, hadiah kecil yang ia berikan kepadaku, semua yang berkaitan tentang dia, aku tidak perlu lagi menyimpannya. "Aku tidak akan pernah mau bertemu lagi denganmu, Wil. Maafkan aku, karena aku begitu bodoh, semua senyuman yang kau berikan, saat mengirimkan foto-foto ini kepadaku. Hanya menunda luka yang begitu menyakitkan. Kamu mungkin sedang bersama dengan dia, di sana saat itu. Kamu tega, William," Aku masih ingat bahwa aku yang mencetak foto-fotonya yang ia kirimkan kepadaku, aku begitu rindu, ingin menyentuh wajahnya, senyumnya yang amat aku rindukan itu. Tapi kenyataannya, itu semua palsu. William begitu jahat, aku membencinya! Aku bersumpah aku membencinya! ______________ To be Continue... Makasih udah baca sampai episode ini ^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN