“Yakin, tetap mau ada di kursi roda?” Kasih membungkuk dan bicara tepat di telinga Cita, dari belakang. Sedikit memberi provokasi, Kasih rasa tidak mengapa. Cita harus membuka mata, bahwa selama ini gadis itu hanya menyiksa diri sendiri. “Mereka senang-senang, tapi kamu masih sibuk miara sakit hati … sendirian.” “Aku …” Kasih buru-buru memutar kursi roda Cita agar menghadapnya. Kemudian, ia mengambil gelas di tangan Cita dan meletakkannya di meja bar. Setelahnya ia berjongkok dan tersenyum. “Cita, kami semua sayang sama kamu dan cuma pengen kamu hidup bahagia. Sekarang aku tanya, apa selama ini kamu bahagia?” Kasih melirik sebentar pada kedua orang yang sudah mendapatkan meja dan duduk di sana. “Jawab jujur!” “Kak …” Cita tidak bisa mengungkapkan perasaannya saat ini. “Kamu yang datan

