“Baru mau pulang?” Cita tersenyum ramah pada Rashi, ketika melihat gadis itu berada di lift yang akan ia masuki. Sebelum beranjak dari kubikelnya, Cita sempat melihat jam dinding di ruang redaksi yang menunjukkan pukul tujuh malam. “Lembur?” “Dikit.” Rashi mengangguk lelah. Sejak pembicaraan singkatnya dengan Cita tempo hari, hubungan mereka sudah jauh lebih baik. Meskipun, keduanya sama-sama belum memiliki waktu kosong, untuk sekadar pergi makan berdua pada jam kantor. Jadwal mereka selalu saja bentrok, sehingga belum bisa melakukan sesuatu yang pernah mereka rencanakan. “Oia, kamu besok sudah nggak kerja, ya?” lanjut Rashi setelah mengingat isi surat pengunduran diri Cita minggu lalu. “Persiapan buat nikah.” “Iya,” jawab Cita setelah masuk ke dalam lift dan berdiri di samping Rashi.

