44. Tertunda

2163 Kata

Naluriku bermain begitu senada dengan apa yang Mas Razan lakukan. Step by step, kami semakin berani saja. Temaram lampu kamar menambah suasana romantis yang tak terbantahkan. Jantungku seperti mau meledak Ketika kancing terakhir piyamaku akhirnya terlepas. Namun, tiba-tiba aku mendengar bunyi dering panggilan dari ponselku. Aku ingin mengabaikannya karena kurasa kegiatanku dengan Mas Razan saat ini tidak bisa dihentikan begitu saja. Akan tetapi, aku mulai terusik ketika keempat kalinya ponselku berdering lagi dan lagi. “Mas, bentar.” Aku menahan kedua pundaknya. “Hape kamu?” tanya Mas Razan seperti langsung tahu maksudku. “I-iya, dari tadi bunyi terus.” Aku menjawab dengan napas sedikit putus-putus. “Abaikan saja ya ...” sahutnya sambil lalu, karena detik berikutnya Mas Razan mala

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN