“Levi …” Sky berhenti seketika. Ciumannya, sentuhannya yang barusan liar dan penuh hasrat, tiba-tiba membeku. Di sela napas berat dan desah yang masih berantakan, suara lirih itu keluar dari bibir Aurielle—pelan, tapi cukup untuk menghantam daada Sky kayak petir. Seketika, semua darah di tubuh Sky naik ke kepala. Jantungnya berdegup keras, tapi bukan karena gairah lagi. Melainkan karena marah, kecewa, sakit. Tangannya refleks melepas genggaman. Aurielle masih separuh sadar, matanya sayup, belum ngerti apa yang barusan dia ucapkan. Tapi buat Sky, dunia di sekitarnya udah benar-benar berubah. Dia menatap wajah cewek itu lama, rahangnya menegang. “Bahkan di saat kamu begini pun … tetap dia yang kamu pikirin?” bisiknya rendah, getir, penuh luka. Tiba-tiba seorang dokter jaga masuk. “Maa

