[FLASHBACK]
Mei, 2016.
Pukul tujuh malam seperti biasanya akan selalu menjadi waktu makan malam utama untuk seluruh penghuni asrama kartapati. Sebenarnya tidak ada kewajiban untuk mengikuti jam makan malam ini karena awalnya jam ini hanya menjadi jam makan malam untuk keluarga kartapati saja, namun karena seringnya anak-anak asrama yang bergabung di setiap harinya akhirnya pukul tujuh malam dijadikan waktu makan malam untuk mereka yang ingin makan bersama.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa memang tidak ada kewajiban untuk mengikuti agenda yang satu ini, karena terkadang ada beberapa penghuni asrama yang sedang memiliki tugas menumpuk hingga harus mengerjakannya lebih dulu dan memilih untuk makan lebih malam saja, terkadang ada juga yang menghabiskan malam mereka dengan teman-teman untuk makan di luar. Jadi, memang tidak setiap hari semua penghuni dan pemilik asrama bisa berkumpul secara lengkap.
Tapi, untuk malam ini tumben sekali bahwa meja makan telah terisi dengan formasi penuh tanpa ada satu orang pun yang melewati jam makan malam utama.
Di waktu itu, jumlah masing-masing penghuni di asrama putra dan asrama putri adalah berjumlah lima orang, total sepuluh orang ditambah lagi dengan tiga orang utama dari keluarga kartapati—Pak Karta, Ibu Ana dan Tarisa. Jadi, total keseluruhan anggota yang mengikuti makan malam pada saat itu berjumlah tiga belas orang.
Padahal di malam-malam biasanya tetap saja terhitung ramai karena penghuni asrama ini memang banyak, paling tidak ada satu sampai empat orang yang biasanya absen di setiap malam. Namun, entah mengapa ruang makan pada saat itu terasa semakin penuh dan lengkap ketika semua orang ada di sana untuk mengikuti makan malam bersama.
Pak Karta dan Ibu Ana jadi merasa memiliki sebelas orang anak, tapi rasanya menyenangkan bisa melihat mereka berkumpul seperti itu.
Waktu itu mereka baru saja menyelesaikan makan malam lima menit sebelumnya, namun tidak ada satu pun orang-orang di sana yang beranjak dari meja makan, sebab Ibu Ana mengatakan bahwa dia baru saja membuat camilan kecil-kecilan dan Pak Karta di hari itu sudah berjanji ingin menceritakan sesuatu yang sudah lama ingin para penghuni dengar.
Dan sebenarnya hal itu yang menjadi alasan para penghuni asrama akhirnya berkumpul secara lengkap. Tapi, ya, tidak juga sih, agenda makan malam yang lengkap ini memang bisa terjadi karena mereka semua kebetulan tidak memiliki kegiatan lain di waktu malam. Walaupun ada beberapa dari mereka yang saat ini sedang fokus pada ponsel masing-masing, tapi tetap saja semua orang masih merasa nyaman untuk duduk di kursi mereka tanpa berniat untuk bangkit dari sana.
“Pak Karta, kasih tahu dong cerita kenapa asrama ini bisa dibangun? Aku udah penasaran dari lama dan Pak Karta udah janji mau ceritain cuma nggak jadi-jadi terus. Sekarang mumpung pada ngumpul, gimana kalo kita cerita-cerita sebentar?” Bintang—salah satu penghuni dari asrama putri, memberikan sebuah usulan bagus yang langsung membuat semua orang menoleh kepadanya lalu beralih pada Pak Karta dengan amat antusias.
“Iya nih Pak, ceritain dong. Anjar juga yang termasuk salah satu penghuni lama di sini belum pernah tahu gimana ceritanya asrama ini bisa dibangun,” Anjar—penghuni asrama putra yang juga merupakan penghuni pertama di asrama kartapati, ikut menyahuti.
“Lo jangan sombong dulu dong, Kak. Waktu masuk kita nggak beda jauh soalnya.” Kali ini terdengar suara dari Oreana atau yang kerap disapa dengan panggilan Oreo atau Rea—panggilan gadis itu bermacam-macam ragamnya, salah satu penghuni asrama putri lainnya.
Lalu kalimat Rea tadi menjadi pemicu untuk membuat si gadis dengan Anjar tadi langsung adu mulut dengan membanggakan diri masing-masing yang merupakan penghuni paling lama di asrama kartapati. Perbandingan waktu masuk mereka di asrama ini memang hanya berbeda dua hari saja, tapi sebenarnya tetap Anjar yang menjadi penghuni paling lama di sini, sebab laki-laki itu langsung masuk tepat ketika asrama ini secara resmi dibuka oleh Pak Karta.
Di antara mereka ada satu lagi penghuni yang bisa dibilang cukup lama juga sudah tinggal di asrama kartapati, apalagi dia masuk ketika usianya masih terbilang amat sangat muda dan dia adalah Abima—si penghuni asrama putra yang datang kemari ketika usianya baru saja menginjak lima belas tahun, di mana seharusnya pada usia itu dia masih tinggal di rumah saja bersama dengan kedua orangtuanya karena terbilang masih belum cocok untuk tinggal seorang diri.
Tapi ternyata ada alasan yang mendasari mengapa Abima memilih untuk tinggal di asrama di usianya yang masih sangat muda tersebut, dan alasannya cukup membuat semua penghuni merasa sedih ketika mengetahui ceritanya secara penuh.
Tapi, alasan itu tidak membuat Abima jadi merasa sedih. Dia justru senang karena bisa tinggal di dalam asrama ini, yang mana memiliki para penghuni yang sangat baik padanya dan sudah terasa seperti keluarga sendiri. Apalagi Pak Karta dan Ibu Ana juga selalu baik kepadanya hingga Abima sudah menganggap bahwa keduanya terasa seperti orangtuanya sendiri.
Lalu sisa penghuni lainnya seperti Dika, Ilham dan Randu yang berasal dari asrama putra. Juga dengan Alicya, Bella, Rashi dan Bintang yang merupakan penghuni asrama putri. Mereka semua hanya tertawa saja melihat adanya perdebatan di antara Anjar dan juga Rea, pertengkaran mereka selalu menjadi konsumsi seluruh anak asrama ketika mereka semua sudah membicarakan tentang siapa yang lebih dulu datang kemari. Padahal Rea tahu bahwa jelas-jelas Anjar lah yang lebih dulu tinggal di sini daripada dirinya, tetapi gadis itu tetap tidak mau mengalah dengan mengatakan bahwa dirinya yang lebih banyak tahu tentang asrama ini daripada Anjar yang dulu kelihatan cuek luar biasa.
Namun, siapa pun juga tahu bahwa pertengkaran itu hanya terjadi karena keduanya ingin menghidupkan suasana dan membuat orang-orang di sekitar mereka jadi tertawa.
“Udah, udah, ini kenapa malah jadi ribut ya tadi katanya mau dengar kisah dibalik dibangunnya asrama ini. Kalo mau dengar ayo sini duduk tenang semuanya, akan bapak ceritakan kisahnya pada kalian semua,” ujar Pak Karta dengan sedikit teriakan agar suaranya bisa terdengar di tengah ramainya suara Anjar dan Rea yang masih saling menyahut dengan penuh keributan.
Akhirnya pertengkaran kecil keduanya terhenti, kini semua fokus hanya terarah pada Pak Karta, termasuk juga dengan Tarisa—putri kandungnya sendiri, yang diam-diam ikut menyimak cerita ayahnya. Ibu Ana juga baru saja selesai membagikan camilan ringan yang sudah dia buat pada seluruh sisi meja agar semua penghuni asrama bisa memakannya selagi mendengarkan cerita Pak Karta.
Pada akhirnya Pak Karta mulai bercerita.