"Raga kita memang terpisah jauh. Namun namamu selalu abadi dalam memori ingatanku. Tersimpan rapat dalam tinta cinta yang ku tulis dalam hatiku." ----- Nathania mengejapkan matanya dengan perlahan. Ketika terbuka sempurna, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Marco. Dengan raut cemas, pria itu langsung menghamburkan pelukan ke arahnya. Memeluk dengan erat bahkan kristal bening mengalir dari mata pria itu hingga mengenai pipi mulus milik Nathania. "Kenapa kau menangis?" tanya Nathania dengan suara yang parau hampir berbisik. Marco melepas pelukannya. Menghapus air mata di pipinya lalu mengulas senyum. "It's ok, aku hanya terharu kau akhirnya sadar. Kalau kau tahu, aku dan opa sempat khawatir karena keadaanmu sempat kritis tadi." Nathania mencoba untuk balas tersenyum. "Aku