Keenan melajukan mobilnya ke Rumah sakit. Dokter pembimbing nya meminta datang pagi hari. Karena demi spesialis nya, Keenan menyanggupk. Keenan sudah menarget dirinya untuk segera mendapat sertifikasi praktik. Biar ia bisa segera punya kerjaan yang tetap untuk menghidupi Ayesha. Ia juga ingin segera punya anak. Keenan berharap Ayesha segera hamil.
Setelah lebih dari tiga jam melakukan bimbingan, Keenan berjalan ke kantin. Ia tadi belum sempat sarapan. Dan perutnya sudah sangat keroncongan.
"Heh diam aja," teriak Lisa ceria mengagetkan Keenan. Ia menatap wajah Keenan dengan berbinar. "Nih, aku bawain bekal dari rumah. Kamu belum pesan makanan kan?" tanya Lisa memastikan. Keenan menggeleng, ia belum sempat pesan karena sedang ramai.
"Nih dimakan, yang pasti ini menyehatkan!" ujar Lisa. Keenan membuka tutup bekal. Nasi, cah sayuran, terong goreng, dan nugget. Keenan langsung berselera. Kelihatan kalau bekal dari Lisa sangat enak.
"Eh eh jangan makan terongnya!" pekik Lisa saat Keenan mencomot satu terong goreng.
"Kenapa? Ini kelihatan enak."
"Setahuku kalau orang maag gak boleh makan terong. Di perut bisa panas." jelas Lisa. Keenan mengangguk-anggukan kepalanya. Ia memakan nasi, sayur dan nugget nya.
"Kamu gak suka pedes kan? Makanya aku gak kasih sambel." ucap Lisa. Keenan mengangguk masih meneruskan makannya. Entah dia yang lapar atau masakan Lisa memang enak.
"Heh berdua mulu, ntar yang ketiganya setan," ucap Zaky yang ikut bergabung. Zaky melihat Keenan yang makan dengan lahap.
"Ini dibawain Lisa?" tanya Zaky yang diangguki Keenan. Zaky memicing, sepertinya Lisa tertarik dengan Keenan.
Disisi lain, Ayesha tengah merenung di dapur rumahnya. Hari ini tidak ada jadwal penerbangan. Andai Keenan tidak marah. Ia ingin mengajak jalan-jalan Keenan ke pantai. Ingin mengirim pesan pada Keenan, tapi dia ragu. Ayesha memandangi hp nya. Menimang-nimang apakah ia perlu mengirim pesan. "Keenan milikmu, Ay. Kamu berhak atas dia!" jerit dewi batin Ayesha.
Ayesha:
Mas, aku minta maaf. Aku ngaku salah. Maafin ya
Beloved husband :
Iya, udah ku maafin.
Ayesha cemberut. Cuma itu balasan dari Keenan?
Ayesha:
Kamu lagi apa, mas? Sudah bimbingannya?
Beloved husband :
Ini istirahat, mau siap-siap praktik lagi.
Ayesha:
Semangat, Mas.
Ayesha menghembuskan nafasnya kasar. Chat terakhir tidak dibuka padahal Keenan sedang online. Yang ditakutkan Ayesha adalah. Saat Keenan memintanya berhenti berkarir. Itu seperi mimpi buruk bagi Ayesha. Ia sudah terlanjur senang hidup mengudara. Dunianya ada di atas gumpalan awan yang membuat ia bahagia. Separuh hidup Ayesha adalah pekerjaannya.
Ayesha memutuskan untuk menyapu lantai, mengepel dan membersihkan halaman depan. Ia terlalu suntuk bila tidak ngapa-ngapain. Sore nanti ia akan membuatkan brownis full coklat untuk Keenan. Walaupun cowok, Keenan penggemar berat kue coklat.
Hari ini hari terakhir Keenan dan teman-temannya Praktik Dokter spesialis. Rasanya sangat lelah. Belum lagi para dokter muda yang berjenis kelamin perempuan, berebut ingin foto dengan Keenan. Kalau biasanya anak Koas dan Residen yang ingin foto dengan dokter, ini malah dokter yang ingin foto dengan anak Residen. Belum lagi para dokter senior yang ingin mengenalkannya pada anak gadis mereka. Keenan ingin berteriak kalau dirinya sudah menikah. Tapi malah akan banyak pertanyaan tentang siapa istrinya, kapan menikah dan bla bla bla.
Lisa tertawa keras di hadapan Keenan yang menekuk wajahnya. Dapat Lisa simpulkan kalau Keenan tidak ingin diajak foto. Keenan merasa risih di geret kesana-kesini.
"Udahlah, Keen. Seru juga kan?" tanya Lisa masih dengan tertawa.
"Seru gundulmu!" ketus Keenan.
"Makanya jadi cowok jangan ganteng-ganteng amat. Gitu kan akhirnya, banyak yang suka!" ucap Zaky merangkul bahu Keenan.
"Lagian siapa yang mau melewatkan momen foto bersama pria ganteng, pinter lagi. Sempurna banget sih kamu, Keen." puji Lisa. Keenan tersenyum mengejek pada dirinya sendiri. Orang lain saja menilainya sempurna. Apa kabar dengan istrinya yang sering merendahkan harga dirinya?
"Kamu juga cantik, Lis." ucap Zaky mengedipkan sebelah matanya. Lisa hanya tertawa menanggapi bualan Zacky.
"Kamu cewek apa bukan sih, Lis. Digombalin juga gak ada respon apa-apa?" tanya Zaky mendorong bahu Lisa.
"Oh tadi itu gombalin aku? Kirain muji. Karena aku emang cantik!" ujar Lisa dengan percaya diri. Sontak mereka bertiga tertawa. Zaky memandang wajah Lisa yang memang benar cantik. Tidak pantas bila Lisa nantinya akan jadi pelakor karena terobsesi dengan Keenan. Zaky yang akan mengambil langkah untuk mereka.
"Lis, nanti malam kita jalan-jalan yuk! Aku tau tempat wisata malam yang paling bagus." ajak Zaky. Lisa mengerutkan alisnya. Bukannya ia tidak mau. Tapi, Lisa ingin Keenan yang mengajak, bukan Zaky.
"Gausah kebanyakan mikir. Kamu kan jomblo, gak bakal ada yang marah," ujar Zaky tertawa.
"Pepet terus!!" timpal Keenan yang membuat mereka kembali tertawa. Dari kejauhan, Ayesha yang melihat itu mengerutkan alisnya. Keenan bisa sebahagia itu bersama teman-temanya. Apa dia terlalu kaku untuk Keenan yang juga kaku. Ayesha menggelengkan kepalanya. Hari ini di baru menjenguk temannya yang sakit, tapi tanpa sengaja dia melihat Keenan yang tampak asyik berbincang dengan satu orang pria dan satu orang wanita.
"Lihat ke selatan!" bisik Zaky pada Keenan. Keenan menolehkan kepalanya. Ia melihat seperti punggung Ayesha. Tanpa berucap apapun, Keenan menghampiri Ayesha. Sedangkan zaky menarik Lisa untuk pergi.
"Ayesha?" sapa Keenan. Ayesha tersenyum kikuk.
"Kok kesini? Ada apa?" tanya Keenan bingung.
"Tadi jenguk teman yang sakit." jawab Ayesha.
"Sudah ijin sama aku?" tanya Keenan menaikkan sebelah alisnya. Membuat Ayesha gelagapan. Ijin? Haruskah ia kemana-mana harus mengantongi ijin Keenan, suaminya?.
"Sepertinya kamu lupa dengan apa yang ku beritahu saat awal pertama nikah." ujar Keenan. Ia sudah memperingatkan Ayesha kalau kemana mana harus ijin suami. Tapi sepertinya Ayesha sangat bebal.
"Maaf-"
"Sudah Ay, aku gak butuh maaf kamu. Aku hanya butuh, jangan ulangi kesalahan untuk yang kedua kali. Kamu kesini naik apa?"
"Ojek online," jawab Ayesha membuat Keenan menghembuskan nafasnya.
"Ayo kita pulang!" ajak Keenan menarik tangan Ayesha. Ayesha mengikuti langkah Keenan. Dalam hati ia berdoa, semoga Keenan tidak marah lagi. Keenan membukakan pintu untuk Ayesha sebelum ia menyusul lewat pintu sebelah. Keenan juga memasangkan sabuk pengaman untuk istrinya. Kalau keadaannya tidak panas begini. Mungkin Ayesha akan baper tujuh tanjakan.
"Mas, tolong dengarkan aku!" ucap Ayesha memegang lengan Keenan.
"Kita bahas di rumah." jawab keenan singkat sembari menjalankan mobilnya.
"Tidak, aku ingin sekarang." timpal Ayesha bersikeras. Ia yakin tak akan ada bedanya di mobil ataupun di rumah. Sifat batu Keenan harus segera di cairkan.
"Untuk semuanya aku minta maaf, aku minta maaf belum bisa jadi istri yang baik untuk kamu. Aku juga minta maaf atas segala kekuranganku. Kamu imam, Mas. Seharunya kamu membimbingku. Bukan malah menyudutkanku. Aku sadar kamu marah karena aku lebih mentingin kerjaan aku. Tapi memang itu cita-cita ku. Aku tidak mau jadi perempuan kolot yang bisanya nyusahin suami."
"Jaga lisanmu, Ayesha." geram Keenan tidak terima dengan penuturan Ayesha. Apa tadi istrinya bilang? Perempuan kolot yang bisanya menyusahkan suami? Pandangan Ayesha lah yang kolot.
"Kalau kamu bicara seperti itu di luar sana. Gak cuma satu atau dua orang yang sakit hati, tapi banyak." ucap Keenan meminggirkan mobilnya. Untung jalanan saat ini sepi.
"Tapi kan memang benar. Coba lihat ibu rumah tangga yang gak punya penghasilan. Pasti akan membuat suami terbebani. Belum juga kebutuhan yang makin mahal, suami di rumah pasti bakal marah-marah dan berujung pada perceraian. Setidaknya itu yang ku lihat."
Keenan menatap tajam istrinya, Ayesha sudah sangat keterlaluan. Apa dia pikir semua laki-laki seperti itu? Memang saat ini jamannya emansipasi. Wanita bisa bekerja seperti pria, tapi dalam rumah tangga, pria tetap wajib dihormati. Bukan karena Keenan gila hormat. Tapi saat Keenan mengucap akad, tanggung jawab diri Ayesha ia ambil alih penuh. Ia yang wajib membimbing Ayesha, wajib mengarahkan dan wajib menegur. Bersahabat dengan Ayesha bertahun tahun, ternyata ini sifat asli Ayesha.
"Kamu pikir aku seperti itu, Ay? Sudah berapa kali kamu lukai aku dengan kata-kata mu itu. Kupikir aku mengenalmu, dan kamu mengenalku. Tapi ternyata kita tidak saling kenal. Kita malah seperti orang asing," ucap Keenan dengan datar. Ia kembali menjalankan mobilnya dengan pelan. Ayesha menutup mulutnya. Ia menangis. Bukan maksud ia berbicara kasar tapi ia hanya terbawa emosi. Ayesha memegang lengan Keenan yang tampak mengeras. Ia terisak, merasa bersalah pada suaminya.
"Hikss, mas. Maafkan aku!" isak Ayesha. Keenan menulikan pendengarannya. Inikah yang didapat dari kesabarannya menunggu Ayesha bertahun-tahun? Realita tak seindah haluan semata.
Keenan memasukkan mobilnya ke halaman rumahnya, telinganya masih mendengar serentetan kalimat maaf juga tangisan istrinya. Kalau ditanya, apa ia tega melihat istrinya menangis? Maka jawabannya tidak. Hati Keenan lebih sakit saat melihat air mata kesedihan mengucur dari kelopak mata cantik Ayesha. Dan lebih sakit lagi karena alasan Ayesha menangis adalah dirinya. Keenan membantu Ayesha turun dari mobil. Saking lemah karena menangis, Ayesha hampir saja limbung. Ia tak bisa menjaga keseimbangan dirinya. Untung dengan sigap Keenan membantunya.
"Setinggi apapun pangkat perempuan, pangkat tertigginya adalah saat menjadi ibu rumah tangga. Mengejar ridho suami dan mendidik anak yang sholih sholihah. Kamu berkarir cemerlang di luar sana. Belum tentu mampu menjadi ibu rumah tangga yang kamu bilang perempuan kolot. Mereka jauh lebih multitalent. Mereka bisa mengurus anak sambil masak, bisa mengurus suami sambil melakukan kegiatan yang lain. Istri iklas dan suami Ridho. Semudah itu mencari pahala, Ay."