Paula kembali duduk dengan perasaan gelisah. “Paulaaaa. Kenapa kamu nangis, Sayang?” terlihat wajah risau Rio di layar ponsel Paula. Paula usap-usap wajahnya. “Aku benci kamu,” “Kenapa?” “Kamu maksa ke sini. Aku udah bilang aku nggak mau sama kamu,” Paula biarkan tangisnya tumpah. “Aku udah putusin dia,” “Aku nggak peduli,” Paula tutup wajahnya. Dia sekilas mengamati gerbang kantin, Terry sudah tidak ada. Cepat sekali anak itu menghilang. Padahal gerbang kantin cukup jauh jaraknya. Paula benar-benar merasa sangat rapuh. Dia merasa sepi dan sendiri sekarang, dengan perasaan galau yang menghebat. Rio tampak menunggu Paula menghentikan isak tangisnya. “Sayang. Aku akan hadir di sana nemenin kamu. Aku tau kamu sedang bingung dan galau. Kalo aku sudah di sana nanti, aku jamin k

