02 - Manjanya Sein - √

1512 Kata
  PIM.   Pukul 11.30 WIB.   "Sudah ya Mom, jangan banyak-banyak makan es krimnya, nanti perut Mommy sakit." Nasehat Sean penuh kelembutan. Saat melihat betapa nafsunya Sein memakan es krim, membuat Sean ngeri sendiri. Ini mode laper, atau memang doyan?   Sein yang sejak tadi asik menikmati es krim melirik sekilas pada Sean, lalu kembali asik menikmati es krim coklat kesukaannya yang hanya tersisa sedikit lagi.   Sein mendorong cup es krimnya yang sudah habis ke samping, lalu kembali menatap Sean dengan mata berbinar. "Kak, Mommy mau yang rasa strawberry," ucapnya dengan senyum mengembang, mengabaikan nasehat yang beberapa menit lalu Sean berikan.   "Enggak!" Tolak Sean tegas. Yang benar saja, Sein sudah menghabiskan 3 cup es krim ukuran besar dan sekarang masih mau nambah lagi. Itu perut, apa karet? Kuat amat nampung beban.   "Mommy janji, itu yang terakhir," pinta Sein, menatap sang putra dengan raut wajah memelas, berharap Sean luluh dan mau mengabulkan permintaannya.   "Tadi juga Mommy bilangnya ini yang terakhir loh." Sean kembali mengingatkan Sein, saat tadi Sein berkata kalau cup kedua dan cup ketiga adalah yang terakhir.   "Please, Mommy janji ini yang terakhir." Sein mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu merengek.   Sean menghela nafas panjang, tidak pernah berpikir kalau ternyata akan sesulit ini menangani Mommynya. "Janji ya kalau ini yang terakhir!" peringat Sean yang langsung Sein jawab dengan anggukan kepala.   "Iya, Mommy janji," jawab Sein antusias. Akhirnya, Sean luluh juga.   "Ok, Kakak pesen dulu. Mommy diam di sini ya," peringat Sean.   "Iya, Kak."   Sean kembali memesan 1 cup es krim rasa strawberry. Kali ini Sean sengaja memesan yang ukuran cupnya jauh lebih kecil dari yang 3 sebelumnya.   Jauh di dalam lubuk hatinya, Sean merasa was-was sekaligus khawatir kalau Sein akan terserang flu. Tapi kalau kemauannya tidak terpenuhi, Sean yakin kalau mommynya itu akan terus merengek manja padanya seperti anak kecil.   Teguran dari pelayan, berhasil membuyarkan semua lamunan Sean.   "Es krimnya Kak," pelayan tersebut menyerahkan es krim pesanan Sean.   "Terima kasih."   "Sama-sama Kak."   Sean kembali menghampiri Sein yang sedang asik bermain ponsel.   "Mom, ini es krimnya." Sean meletakan es krim pesanan Sein tepat di hadapan Sein.   Mata Sein berbinar begitu melihat es krim Strawberry yang tersaji di hadapannya. Bahkan, air liur Sein hampir menetes, membuat Sean terkekeh gemas melihatnya. Tanpa berbicara sepatah katapun, dengan cepat Sein meraih es krim tersebut dan mulai menikmatinya.   "Sudah habis?" Sean takjub, karena belum juga 5 menit, es krim tersebut sudah habis.   "Sudah," jawab Sein dengan senyum mengembang. Ternyata rasa strawberry tidak jauh lebih enak dengan rasa cokelat, meskipun Sein lebih tetap menyukai rasa cokelat.   "Kakak bayar dulu ya." Setelah mendapat anggukan Sein, Sean lalu berdiri dan melangkah menuju kasir untuk membayar semua tagihannya.   Setelah membayar semua es krim yang tadi ia pesan, Sean kembali mengajak Sein kembali mengelilingi mall.   "Mommy mau beli baju?" Tawar Sean seraya menunjuk salah satu toko baju ternama.   Sein menggeleng. "Enggak Kak, baju Mommy masih banyak," tolaknya halus.   Sean mengangguk, mengerti dengan maksud perkataan Sein. Sudah berkali-kali Sean menawarkan agar Sein berbelanja, tapi Sein selalu saja menolak dengan alasan kalau tidak ada barang atau apapun yang harus di beli.   Karena memang tujuan awal Sein adalah makan es krim, bukan berbelanja baju atau lain sebagainya. Sudah 15 menit mereka berkeliling mall, dan Sein sama sekali belum menemukan sesuatu yang menarik perhatian serta minatnya.   Sein berhenti melangkah, membuat Sean otomatis ikut menghentikan langkahnya. "Kenapa Mom? Mommy mau sesuatu?"   Sein mendongak, menatap Sean dengan senyum mengembang diiringi anggukan kepala. "Iya, Mommy masih lapar. Mau makan bakso, boleh?" tanyanya ragu-ragu, tapi tetap menatap Sean dengan mimik wajah penuh harap.   Senyum tersungging di wajah Sean begitu mendengar jawaban Sein, ternyata Mommynya itu masih lapar.   Sean menggandeng tangan Sein dan kembali melanjutkan langkahnya. "Tadi pagi, Mommy sudah makan nasi belum?" Sean melirik pada Sein yang berjalan berdampingan dengannya, menatap Sein dengan kedua alis bertaut.   "Sudah, tadi pagi Mommy makan sama ayam bakar," jawab Sein antusias.   Sean menghela nafas panjang, seraya menganggukan kepalanya. Sekarang ia tidak punya alasan lagi untuk menolak permintaan Sein.   "Ok, kita makan bakso sekarang." Putus Sean final. Jujur saja, Sean juga merasa lapar. Bahkan, sejak tadi perutnya sudah berbunyi minta di isi. Apalagi, tadi pagi dirinya belum sempat sarapan. Jangankan sarapan, minum air putih saja belum.   "Yey!" Sein bersorak riang.   "Ayo, kita cari tempat makan bakso yang enak." Sean menggandeng tangan Sein dan bergegas menuju food court, di sana banyak aneka makanan yang akan membuat perut keduanya kenyang.   Setelah menunggu hampir 15 menit lamanya, akhirnya pesanan mereka datang, kini Sein dan Sean sedang menikmati bakso yang tadi mereka pesan.   Sean mengelap keringat yang membasahi dahinya. Pedas, baso yang baru saja Sean makan rasanya benar-benar sangat pedas tapi tepat terasa nikmat. Sean menenggak habis air mineralnya, lalu mengalihkan perhatiannya pada Sein yang masih asik menikmati baksonya.   Mungkin bagi sebagian orang banyak yang akan bilang kalau Sein bersikap layaknya anak kecil dan tidak sesuai dengan usianya, tapi bagi Sean dan keluarga besar mereka itu sama sekali tidak masalah.   Sean jelas mengetahui bagaimana masa lalu Sein yang penuh dengan kesakitan. Baginya tidak masalah kalau Sein bersikap manja padanya, karena baginya Sein adalah segalanya, jika ia memang bisa membahagiakan Sein dengan cara memanjakan Sein, kenapa tidak?   Kedua tangan Sean bertopang di dagu, saat melihat betapa lahapnya Sein makan membuat Sean merasa senang. Setidaknya, Sein tidak lagi memikirkan Daddynya.   "Kak, Mommy minta minum," ujar Sein.   Dengan sigap Sean langsung memberikan 1 botol air mineralnya pada Sein.   "Kan sudah Kakak bilang, jangan banyak-banyak sambalnya. Jadi pedeskan?" keluh Sean.   "Tapi enak Kak," kekeh Sein. Sein lalu kembali menenggak habis air mineralnya.   Sean mengangguk setuju, memang benar apa yang di katakan Sein kalau baksonya benar-benar enak.   "Mommy masih mau makan yang lain lagi?" tanya Sean memastikan.   Sein menggeleng, menatap Sean dengan mata berbinar. "Mommy sudah kenyang Kak."   Sean mengangguk, lalu mulai mengamati suasana di sekitarnya yang mulai ramai oleh pengunjung. "Sekarang, Mommy mau ke mana lagi?"   "Pulang aja Kak, kaki Mommy sudah pegal," keluh Sein sambil menunjuk kakinya.   "Benar mau pulang? Enggak mau makan yang lain, atau belanja gitu?" Tawar Sean.   Sein menggeleng. "Mommy ngantuk Kak, mau pulang aja.   "Ok, ayo kita pulang."   Saat ini, Sein dan Sean sudah berada di luar mall.   "Mommy, tunggu di sini. Capek kalau ikut Kakak ke tempat parkiran." Sean memakirkan mobilnya jauh dari loby mall karena tadi tempat parkir sudah penuh.   Sein menggeleng. "Enggak mau, Mommy mau ikut."   "Mobilnya jauh loh, nanti kakinya tambah pegal."   "Ikut Kak, Mommy enggak mau di tinggal sendirian," rengek Sein manja.   "Iya, iya ikut." Percuma berdebat dengan Sein, karena Sean tidak akan pernah menang.   Sein dan Sean melangkah menuju basement, di mana mobil Sean terparkir.   Hari mulai beranjak sore saat Sein dan Sean keluar dari mall, ternyata mereka lama juga berada dalam mall.   Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, akhirnya Sein dan Sean sampai di rumah dengan selamat.   Sein sudah berada di kamar, untuk beristirahat. Sedangkan Sean sendiri sedang berada di dapur, ia masih merasa lapar.   "Bi, Anna belum pulang ya?" Sean bertanya pada Bi Sari yang sedang sibuk membuat makanan.   "Belum Den, palingan sebentar lagi juga pulang," jawab Bi Sari. "Den Sean mau makan, atau mau Bibi buatkan jus?" Tawar Bi Sari.   "Enggak Bi, Sean mau ambil cemilan aja di lemari dapur."   Bi Sari mengangguk, dan setelah mendapatkan apa yang di cari, Sean langsung berpamitan pada Bi Sari.   Sean pergi menuju ruang keluarga, dan kini sudah duduk di sofa dengan fokus mata yang tertuju pada layar televisi.   "Astaga, pegal banget kaki gue." Sean memijit kakinya yang terasa pegal akibat mengelilingi mall selama berjam-jam lamanya.   Ternyata mengajak Sein pergi ke mall bukanlah pilihan tepat. Lain kali Sean akan mengajak Sein menonton saja dari pada mengelilingi mall.   "Anna pulang!" Teriakan heboh Anna sempat membuat Sean terkejut. Salah satu kebiasaan buruk Anna adalah, berteriak saat memasuki rumah.   Dengan penuh semangat, Anna melangkah menuju ruang keluarga, tempat di mana biasanya Sean dan Sein berkumpul.   Senyum Anna mengembang begitu mendapati Sean sedang bersantai di sofa.   "Kakak, Anna pulang."   "Heum," gumam Sean melirik sekilas Anna yang melangkah mendekat.   "Mommy mana, Kak?" Anna duduk di samping Sean, lalu merebut toples makanan yang baru saja Sean buka.   "Ambil sendiri lah Dek, di dapurkan masih banyak." Sean kembali merebut toples keripik kentang kesukaannya dari Anna.   "Mager, Kak. Capek banget, habis olahraga tadi," sahut Anna dengan nada merajuk.   "Apalagi Kakak, seharian keliling PIM, kaki Kakak pegal banget." Sean balas mengeluh.   "Kakak beneran ngajak Mommy ke PIM, berarti Kakak baru pulang dong?" Anna tahu betul bagaimana Sein jika berada di mall.   "Iya, 15 menit lalu," jawab Sean.   Anna mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan, mencari di mana Sein berada, sebelum akhirnya kembali memfokuskan pandangannya pada Sean. "Lah, terus Mommy mana Kak?"   "Mommy, lagi istirahat di kamar."   "Anna mau liat Mommy deh." Baru saja Anna berdiri tapi kalah cepat karena Sean mencekal pergelangan tangan kanannya.   "Jangan Dek, Mommy pasti tidur karena capek."   "Iya juga ya, pasti Mommy tidur." Anna kembali duduk dan merebut toples yang berisi keripik kentang dari pangkuan Sean.   "Ambil sendiri sana, ini kan punya Kakak." Sean kembali merebut toples miliknya dari Anna.   Tapi Anna yang tidak mau kalah kembali merebutnya, sampai pada akhirnya, Sean dan Anna saling berebut toples makanan.   Tidak ada satupun dari keduanya yang berniat untuk mengalah, tidak Sean dan juga Anna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN