Saat suasana masih panas diantara keduanya, sebuah mobil berhenti tepat di depan Laura dan Norma.
Laura dan Norma langsung melihat ke arah mobil itu.
Mobil itu berwarna hitam mewah dengan kaca gelap yang menghalangi pandangan ke dalamnya. Laura dan Norma merasakan adanya kehadiran yang misterius dan tegang di sekitarnya.
Tiba-tiba, pintu mobil hitam yang berhenti di depan mereka terbuka, dan Brian, mantan suami Laura, keluar dari dalamnya. Ia terlihat santai dengan penampilan kasual, mengenakan celana jeans dan kemeja lengan pendek.
Laura memperlihatkan ekspresi bosan dan malas ketika melihat Brian keluar. Ia membuang muka, mencoba menyembunyikan kekesalannya di balik ekspresi acuh tak acuh. Sementara itu, Norma berbinar-binar dan tersenyum lebar saat melihat Brian datang. Ia menghampiri Brian dengan langkah gembira.
"Sayang!" seru Norma dengan suara riang, memanggil Brian dengan penuh kasih.
Brian mendengar panggilan itu dan melihat ke arah Norma. Ia tersenyum lembut dan melangkah mendekati Norma di halte bis. Tatapannya penuh kehangatan saat ia bertemu dengan Norma.
"Aku menepati janjiku untuk menjemputmu kan?" kata Brian dengan senyuman hangat. "Aku senang bisa melihatmu." Tambahnya.
Norma berbinar semakin cerah, membalas senyuman Brian dengan penuh kegembiraan. Mereka saling berpelukan singkat.
Laura mengamati adegan itu dengan tatapan acuh tak acuh, meski dalam hatinya ia merasa cemburu melihat kemesraan di antara mereka. Ia memutar matanya, berusaha menunjukkan ketidakpedulian dan memutuskan untuk tidak terlibat dalam momen mereka.
"Sudah cukup drama untuk hari ini," gumam Laura dengan nada rendah, sambil berjalan menjauh dari mereka berdua. "Aku lebih baik pergi dan menjaga jarak."
Norma dan Brian terkejut oleh sikap Laura yang acuh tak acuh. Namun, mereka tidak membiarkan hal itu mengganggu kebahagiaan mereka saat ini. Mereka kembali berfokus pada satu sama lain, berbagi tawa dan kebersamaan di halte bis itu.
Laura meninggalkan mereka di belakang, berjalan menjauh dengan hati yang terluka. Sementara itu, Norma dan Brian memilih untuk menikmati saat indah mereka bersama, menyadari bahwa mereka berdua telah menemukan kenyamanan dan kebahagiaan dalam kehadiran satu sama lain. Tidak peduli pada Laura sama sekali.
Di dalam mobil setelah meninggalkan halte bis, Brian memperingatkan Norma dengan serius. Mereka duduk di kursi depan, pandangan Brian terfokus pada jalan di depan sementara Norma mencuri-curi pandang ke arahnya.
"Sayang, aku perlu bicara serius denganmu," kata Brian dengan suara tegas, menyadari ketegangan yang mulai tumbuh di antara mereka.
Norma memalingkan wajahnya ke arah Brian, mencoba memperlihatkan wajah yang tidak terlalu curiga, meskipun di dalam hatinya kecemasan sudah mulai memuncak. "Apa yang ingin kau katakan, sayang?"
Brian mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku tahu kau senang melihatku dan ingin kita menjalani kehidupan yang bahagia bersama. Tapi aku harus memperingatkanmu tentang Laura, mantan istriku yang bekerja di kantor yang sama denganmu."
Norma merasa hatinya berdegup lebih cepat mendengar namanya disebut. Rasa cemburu dan ketidakamanan melintas dalam pikirannya. "Apa maksudmu, Brian? Apa kau masih mencintainya?"
Brian segera menyangkal dengan cepat, "Tidak, Norma! Aku tidak mencintainya lagi. Laura dan aku telah berpisah dan kau yang menjadi kebahagiaanku sekarang. Tapi aku khawatir situasi di kantor bisa mempengaruhi hubungan kalian."
Norma merasa hatinya sedikit lega mendengar penyangkalan itu, tetapi rasa curiga masih belum sepenuhnya hilang. "Apa yang membuatmu khawatir? Apakah kau takut aku akan menemui Laura atau mengganggunya?"
Brian memandang Norma dengan tulus, mencoba meyakinkannya. "Tidak, bukan itu maksudku. Aku khawatir Laura mungkin akan berusaha memanfaatkan situasi ini untuk mengganggu hubungan kita. Aku hanya ingin kau tetap waspada dan tidak terpengaruh olehnya."
Norma menggigit bibirnya, berusaha menenangkan hatinya yang gelisah. "Aku mencintaimu, Brian, dan aku ingin percaya padamu. Tapi tolong berikan aku kepastian bahwa aku adalah prioritasmu sekarang."
Brian meraih tangan Norma dengan penuh kasih sayang. "Kau adalah prioritasku, Norma. Aku mencintaimu dengan segenap hatiku, dan aku akan berjuang untuk menjaga hubungan kita dari segala gangguan, termasuk Laura. Kau harus percaya padaku."
Norma menatap Brian, melihat kejujuran di matanya. Dia merasakan kehangatan dan kepercayaan di dalam detak jantung mereka berdua. Perlahan, keraguan dan kecemasan dalam hatinya mulai meredup.
"Aku akan mencoba mempercayaimu, Brian," ucap Norma dengan suara lembut, mencoba melepaskan diri dari rasa curiga yang menghantuinya. "Tapi harap berikan aku kepastian bahwa kita akan melewati ini bersama-sama."
Brian tersenyum, ,"dengan aku ada disampingmu adalah bukti jika aku akam selalu ada untukmu."
Norma pun tersenyum senang.
Laura duduk di bis dengan perasaan kesal. Ia merasa frustasi harus kembali bertemu dengan mantan suaminya, Brian. Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, ia telah mengambil alih peran utama dalam membesarkan kedua anak mereka setelah perceraian mereka.
Namun, Laura merasa kesal karena Brian tampaknya tidak terlalu peduli dengan anak-anak mereka. Ia menyadari bahwa Brian jarang menanyakan kabar kedua anak mereka yang sedang berada di bawah pengasuhannya. Rasa kesal dan kekecewaan memenuhi hatinya ketika ia menyadari Brian lebih fokus pada hubungan barunya dengan Norma yang ia anggap licik.
"Sialan," gumam Laura dengan suara rendah.
"Mengapa aku harus terus berurusan dengan mantan suami yang tidak peduli dengan anak-anak kita?"
Laura menyadari selama ia masih hidup atau mantan suaminya belum meninggal pasti ada kemungkinan mereka bertemu, terlebih ternyata Norma istri Brian itu kini bekerja satu kantor dengannya.
Laura menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran negatif yang muncul. Ia bertekad bahwa dia akan melindungi dan membesarkan kedua anak mereka tanpa campur tangan Brian. Ia merasa tanggung jawab penuh sebagai ibu yang kuat dan tegar.
Dengan teguh, Laura duduk di bis, lalu ia mengambil napas dalam-dalam. Ia membuka aplikasi musik di ponselnya lalu ia memasang headset. Laura memilih mendengarkan musik kesukaannya.
Walaupun hatinya masih terasa terluka oleh tingkah laku Brian dan Norma, Laura bertekad untuk tidak membiarkan itu menghalangi perjalanan hidupnya. Ia akan membuktikan bahwa ia mampu membangun kehidupan yang baik bagi anak-anak mereka tanpa bantuan Brian.
Dengan tekad yang kuat, Laura akan terus melindungi dan mencintai kedua anak mereka, dan menjadi contoh perempuan tangguh yang dapat mengatasi segala tantangan yang dihadapinya.
Laura menutup pintu hatinya terhadap Brian dan Norma, memilih untuk fokus pada masa depan yang lebih baik. Ia akan menjaga kedua anak mereka dari pengaruh negatif dan membangun kehidupan yang penuh cinta dan kebahagiaan, terlepas dari kenyataan bahwa mantan suaminya masih ada dalam kehidupannya.
Saat Laura sedang mendengarkan musik, ada panggilan masuk ke ponsel Laura. Laura menghela nafasnya saat tahu siapa yang menelponnya.