Paulina tersenyum tipis sambil memandangi layar laptopnya, jari-jarinya bergerak perlahan mengetik beberapa kalimat revisi yang tampaknya masih membingungkan. Ingatannya melayang ke sebulan yang lalu, ketika dirinya berjalan penuh percaya diri ke butik milik Desswita. Wajah tegang Desswita saat itu begitu membekas di benaknya, terutama bagaimana kata-katanya menghantam mental wanita itu tanpa ampun. Butik yang dulu dipenuhi pelanggan kini seperti bayang-bayang kejayaan, dilanda skandal yang mencoreng reputasi. Paulina tahu, meskipun tidak ada bukti langsung, kekuasaan keluarga Wiryodiningrat jelas berperan besar dalam terungkapnya skandal tersebut. Namun, meskipun kemenangan itu terasa manis, hari-harinya tidak sepenuhnya bebas dari beban. Paulina menghadapi kenyataan yang jauh lebih menu