“Ah, sebel banget.” Valen mengeluh pelan, matanya menyapu ruangan yang baru saja ia masuki—kantin fakultas. “Kenapa sih mereka nggak ngurus urusan mereka sendiri aja? Senin udah mau UAS tapi manusia-manusia ini masih aja suka ngegosip.” Tak memedulikan tatapan dan lirikan dari orang-orang di dalam kantin, Valen terus berjalan menuju gerobak siomay. Ia malas makan siang di kantin, jadi Valen berencana akan membungkus siomaynya saja. “Bang, siomay satu. Kayak biasa, nggak usah pare. Bungkus, ya?” katanya pada abang penjual siomay. Tapi bukannya membungkus siomay pesanan Valen, Kang Siomay itu justru mencondongkan tubuhnya semakin dekat ke Valen. “Neng, katanya udah nikah, ya?” tanyanya sambil berbisik, seolah ia sedang membicarakan sesuatu yang sedang kontroversial. Valen merengut. “Nge