BAB 8-Penuh Tanya

1259 Kata
"ishh, menyebalkan sekali sih dia! Bisa-bisanya menyahuti ucapanku! Ahh.. kesel" gumam Naya melemparkan p****t di kasur Naya membuang nafas dengan wajah lesu, "kenapa dia terlihat semakin perfect di mataku. Aku merasa semakin susah untuk membuatnya membenciku," "Aku tidak mau membuat orang sesempurna dia berpasangan dengan wanita sebrengsek diriku. Entahlah.. itu pemikiran darimana, tapi aku tidak rela saja kalau orang baik berpasangan dengan orang busuk walaupun orang busuk itu diriku sendiri" lanjutnya yang kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur hingga perlahan ia mulai tertidur Pagi yang berisik membangunkan Naya. Ketukan pintu kamar mengharuskan Naya untuk membukanya karena itu terlalu mengganggu jika dibiarkan saja. "Ada apa?" Tanya Naya dengan ketus seketika ia melihat Argha lah yang berdiri di depan pintunya "Ini untukmu sarapan" ucap Argha sembari memberikan sekotak makan "Ya terimakasih" jawab Naya yang kemudian ia langsung menutup pintunya "Makanlah segera selagi masih hangat" ucap Argha dari depan pintu kamar Naya "Berisik! Pergilah!" jawab Naya Tak lama suara pagar terkunci membuat Naya mengintip dari balik jendela. "Dia pergi juga.." gumamnya yang lega Naya pun segera pergi membersihkan diri, setelah itu ia menyantap makanan yang diberi oleh Argha. Naya menghabiskan setengah harinya dengan menonton televisi. Saat jam menunjukkan pukul 2 siang, Farah terlihat memasuki kamar mereka. "Kakak sudah pulang. Lapar tidak? Itu ada makanan dari Argha masih banyak cukuplah kalau mau kamu makan" ucap Naya tanpa menoleh pada Farah "Iya aku pulang.. tapi hanya sebentar" jawab Farah "Ouh.. masih ada kerjaan ya di kantor?" Sahut Naya yang kini menatap Farah "Tidak sih, tapi.." "Tapi apa kak?" Tanya Naya memotong ucapan Farah "Nay.." Farah duduk di bibir kasur tepat di samping Naya dengan raut wajah bingung sehingga membuat Naya bertanya-tanya "Ada apa?" Naya kini menatapnya serius "Aku dipindah tugaskan ke Jakarta, hari ini aku harus langsung pergi ke sana" jelasnya dengan menatap Naya sayu "Memangnya harus ya kak?" Tanya Naya segera dianggukan Farah "Yasudah kakak pergi saja. Naya bisa jaga diri kok" ucapnya "Kamu benar tidak apa Nay?" Tanya Farah dianggukan dengan yakin oleh Naya "Tapi kamu harus segera mencari pekerjaan Nay.. walaupun kamu masih dapat kiriman dari mama, tapi biasanya kamu mendapatkan bantuan dariku juga Nay.. sedangkan di Jakarta aku menyewa tempat sendiri jadi aku tidak begitu yakin bisa membantu keuangan mu" ucap Farah "Kakak tenang saja.. Naya besok akan mulai mencari pekerjaan agar tidak merepotkan kakak dan mama terus-menerus" ucapnya membuat Farah mengangguk lega "Yasudah aku akan membereskan barangku untuk segera berangkat" "Biar Naya bantu kak" sahut Naya diiyakan oleh Farah Naya pun membantu Farah menyiapkan barang yang akan dibawanya dan seketika mereka telah selesai, Farah segera memesan taksi untuk berangkat ke bandara. Setelah mengantarkan Farah hingga ke depan pagar kos, Naya segera mengunci pagarnya kembali. Ia memasuki kamarnya dengan lesu. "Yahh sendiri deh" gumamnya sembari merebahkan tubuhnya di kasur "Ahh sudahlah aku tidak bisa seperti ini terus.. aku harus berubah untuk masa depanku sendiri" ujarnya sembari bangun dari kasur Naya pun mengambil alat tulis. Ia mencari lowongan pekerjaan dari internet. Naya mencatat setiap lowongan yang ia lihat dan setelah itu ia segera membuat lamaran pekerjaan yang ia tulis di kertas folio. ---- Kini malam mulai larut. Seperti biasanya, Naya duduk di depan pagar kos sembari memperhatikan jalanan yang mulai sepi. Argha yang baru datang langsung menghentikan motornya di depan Naya. "Kenapa kamu selalu duduk di sini setiap malam?" Tanya Argha setelah ia melepaskan helm nya "Suka saja" jawab Naya tanpa menatapnya "Apa yang membuatmu menyukainya?" Tanya Argha kembali Naya pun mendehum berfikir, "udaranya yang sejuk.. suara kendaraan yang tidak seramai di siang hari" jawabnya "Hem.. apa kamu tau.. udara malam hari itu tidak baik untuk kesehatan" ucap Argha seketika membuat Naya menatapnya kesal "Ya.. aku tau.. tapi setidaknya ini lebih sejuk dihirup dibandingkan saat siang hari karena hanya asap kendaraan lah yang selalu masuk ke hidungku" sahut Naya dengan sinis, ia kemudian kembali menatap jalanan. "kamu tau, keluargaku penduduk asli desa ini. Bahkan aku dan ketiga saudaraku terlahir di kampung ini, tetapi kami tidak pernah memiliki tempat tinggal tetap di sini. Aku kadang berfikir bahwa kami seperti orang primitif yang nomaden" ucapnya sembari tersenyum simpul Naya menghela nafas lelah, "aku sangat merindukan kampung ini yang dulu.. motor yang hanya satu dua di jalanan meski siang.. mobil hanya dimiliki oleh orang kaya.. orang-orang nya yang sering bergotong royong.. suara musik patrol setiap menjelang sahur.. ahh benar-benar membuatku ingin kembali ke masa itu" lanjutnya Argha pun hanya menatapnya, mendengarkan setiap cerita yang Naya katakan. "Memang sih dulu aku sempat pindah ke desa asal nenek ku di Kediri selama dua tahun setengah, tapi itu saat aku berusia 2 tahun sewaktu ibuku berangkat ke Hongkong untuk mengadu nasib. tapi setelah itu kami kembali lagi untuk tinggal di tempat ini dan tinggal bersama nenek" jelas Naya kembali "Aku dulu sempat tidak mengakui ayahku dan juga ketiga saudara kandungku sebagai keluarga karena saat di Kediri, kedua kakak ku dan adikku tinggal serumah dengan nenek ku sedangkan aku tinggal dengan sepupu mama ku yang aku panggil ibu.. yahh karena saat aku ikut dengan ibu itu usia 2 tahun hingga usia 5 tahunan lah jadi aku berfikir dia ibu kandungku dan keluarganya adalah keluargaku.. tapi perlahan keluarga kandungku menjelaskan padaku yang sebenarnya" "Sepertinya jika aku dulu tidak diambil keluarga kandungku mungkin nasib ku tidak seperti ini.. tapi aku juga tidak menjamin nasib ku lebih baik dari ini" ucap Naya yang kemudian ia tersadar "Ehh.. tunggu.. kenapa aku jadi cerita panjang lebar padamu.. ahh sudahlah aku mau masuk.. kamu jangan lupa tutup pagarnya" Naya beranjak dengan membawa kursinya dan Argha pun hanya menatapnya diam "Sepertinya banyak sekali beban di pikirkanmu Nay, semoga dengan kamu bercerita seperti itu padaku akan membuatmu perlahan terbuka dan menerimaku" gumam Argha ---- Tok tok tok Mendengar ketukan pintu kamarnya Naya segera membukakan pintu dan seperti yang sudah ia duga bahwa itu ialah Argha. "Pagi-pagi sudah rapi, mau kemana Nay?" Tanya Argha terheran "Bukan urusanmu" sahut Naya ia pun memperhatikan kantong di tangan Argha dan ia langsung mengambilnya "Ini untukku kan" ucap Naya dianggukan Argha "Terimakasih" jawabnya ia kemudian menyahut tas di kasur dan keluar serta mengunci pintu kamarnya "Kamu mau pergi?" Tanya Argha didehumkan Naya "Biar aku antar" tawarnya "Tidak perlu, aku sudah memesan ojek online" tolak Naya sedikit membuat Argha kesal "Batalkan saja biar aku mengantarmu" sahut Argha namun sayang tak lama ojol yang dipesan Naya telah sampai di depan pagar. Naya segera membuka kunci pagarnya dan menaiki motor ojek tersebut. "Terimakasih tawarannya tapi aku tidak membutuhkannya saat ini" ucap Naya sembari mengenakan helm "Tolong tutup pagarnya ya.. terimakasih" lanjut Naya "Jalan pak" ucapnya pada pengemudi Argha hanya bisa menghela nafas melihat tingkah Naya. Ia yang juga harus segera ke rumah sakit pun segera mengambil tas kerjanya dan pergi. ---- Rana tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Argha dan sontak membuatnya terkejut. "Kenapa denganmu? Ada yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Rana didehumkan kesal oleh Argha "Ceritakan padaku.. ini soal istrimu kan?" "Bagaimana kamu tau?" Tanya Argha seketika membuat Rana tertawa lepas "Hei.. sejauh ini hanya istrimu yang bisa membuat fikiran seorang dokter spesialis mata terbaik di kota ini menjadi tidak jelas" ujar Rana membuat Argha kesal menatapnya "Katakan.. ada apa?" Tanya Rana kembali "Aku juga tidak begitu yakin tapi aku rasa Naya sedang memiliki masalah yang tidak ia ceritakan padaku" jawab Argha "Kalau begitu kamu tanyakan saja padanya apa masalahnya.. bereskan" ucap Rana justru membuat Argha mengeratkan gigi Argha beranjak dari kursinya dan menarik lengan Rana membawanya keluar pintu ruang kerjanya. "Pergilah! kedatangan mu semakin membuat kepalaku berkeliaran kemana-mana" ucap Argha sebelum ia menutup pintunya Ia kembali duduk di kursi kerjanya menyandarkan punggung menatap langit-langit ruang kerjanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN