Amira masih mematung di tempat, otaknya sedang memproses kejadian di depan mata yang membuat kerja jantungnya dua kali lebih cepat jika dibandingkan biasanya, hingga suara pelan tamunya kembali menyadarkannya. Ia terkesiap. "Selamat siang, Tante." Wanita berpakaian super minim itu kembali menyapa. "Siang. Ada apa?" Amira menjawab sinis sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. "Tante kok ngomongnya begitu sih, bukannya tamu harus disambut dengan baik ya?" Ekspresi wajah Reta sungguh membuat Amira muak. Bayangan masa-masa buruk yang harus dilalui anaknya akibat perempuan itu, nyaris membuatnya menangis. Akan tetapi ditahannya dengan sekuat hati agar embun yang menggenangi sudut matanya tak sampai runtuh. "Silakan langsung katakan apa tujuan kamu datang ke mari?" Lagi, Reta me

